KOMPAS.com - Perkembangan kasus aktif Covid-19 di Indonesia memperlihatkan tren yang semakin memburuk. Dari waktu ke waktu, penambahan kasus aktif kian cepat.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan hal ini menunjukkan masyarakat masih ceroboh dan membahayakan orang lain.
"Jika keadaan ini terus berlangsung, ini seperti kondisi di mana masyarakat menggali kuburnya sendiri," kata Wiku, dikutip dari Kompas.com, Kamis (24/12/2020).
Wiku menilai dalam setiap kenaikan kasus aktif virus corona selalu diiringi dengan kenaikan persentase daerah yang tidak patuh protokol kesehatan.
Menurutnya, kenaikan kasus aktif selalu berawal dari libur panjang, yang mengakibatkan menurunnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
"Dapat disimpulkan bahwa dalam setiap kenaikan kasus aktif selalu diiringi oleh kenaikan persen daerah yang tidak patuh protokol kesehatan dan selalu berawal dari event libur panjang," kata Wiku.
Baca juga: Laju Kasus Aktif Covid-19 Kian Cepat, Satgas: Masyarakat Gali Kubur Sendiri
Namun, tepatkah pernyataan tersebut?
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan kian cepatnya laju kenaikan kasus aktif virus corona di Tanah Air bukan salah masyarakat.
"Kalau mau disalahkan ya bukan salah masyarakat. Salah yang melakukan pengendaliannya. Kalau main salah-salahan ya enggak ada gunanya, dan juga ini tidak tepat dalam kondisi begini," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/12/2020).
Dia mengatakan, jika ada kesalahan dalam penanganan pandemi yang menyebabkan laju kasus aktif semakin tinggi, maka bisa dirunut sejak awal pandemi Covid-19 teridentifikasi.
"Dari awal (kesalahan) adalah respon yang tidak tepat dan tidak cepat, dan sampai saat ini belum ada perubahan signifikan dalam strategi pelandaian kurva," ujar Dicky.
Dicky mengatakan strategi utama pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia terletak di pundak pemerintah, yaitu penerapan testing dan tracing.
"Itu yang utama. Kalau itu tidak dilakukan dengan memadai, jangankan optimal, tidak memadai saja, maka apa pun yang dilakukan masyarakat tidak akan efektif," tegas Dicky.
Baca juga: Meksiko dan 9 Negara yang Telah Memulai Vaksinasi Covid-19
3M bukan strategi utama pengendalian pandemi
Dicky menyebut ketidakpatuhan masyarakat menerapkan protokol 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker) bukan faktor utama penyebab kasus aktif meningkat dengan signifikan.
Ia menilai 3M adalah strategi tambahan yang diterapkan beriringan dengan strategi utama, yakni testing dan tracing yang dijalankan dengan memadai.
"3M itu strategi tambahan. Jadi negara-negara yang berhasil (mengendalikan pandemi) itu juga tidak semuanya mewajibkan masker," kata Dicky.
"Harus memakai masker di sini dan di sana, oh tidak, tapi social/physical distancing iya. Terutama yang dilakukan adalah strategi testing, tracing, isolasi/karantina yang ketat," lanjutnya.
Dicky mengatakan, dengan penerapan strategi testing, tracing, dan isolasi/karantina yang ketat, maka protokol social/physical distancing bisa dijalankan dengan efektif.
Baca juga: Varian Baru Lain dari Virus Corona Teridentifikasi di Nigeria
Strategi komunikasi risiko sangat krusial
Dicky mengatakan, dengan adanya pernyataan dari Satgas Penanganan Covid-19 yang terkesan menyalahkan masyarakat, dapat dinilai pemerintah masih belum bisa melaksanakan strategi komunikasi risiko dengan baik.
"Masih jauh dari yang kita harapkan, yang tepat dan efektif. Karena strategi komunikasi risiko ini perlu dikuasai secara tepat," kata Dicky.
Menurutnya, strategi komunikasi risiko yang tepat akan menentukan keberhasilan dari setiap program yang diluncurkan untuk mengendalikan pandemi Covid-19 di Tanah Air, termasuk vaksinasi Covid-19 nasional.
"Ini tidak bisa dianggap remeh ya. Semua perlu itu, termasuk vaksinasi, makanya harus diperbaiki," ujar Dicky.
"Jangan sampai yang gali lubang kuburnya malah dari pelaksana strateginya. Jangan sampai seperti itu," imbuhnya.
Baca juga: Muncul Varian Baru Corona, Satgas: Penerapan Protokol Kesehatan Antisipasinya