Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denda bagi Warga yang Menolak Disuntik Vaskin Corona, Tepatkah?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/JOJON
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 saat simulasi pelayanan vaksinasi di Puskesmas Kemaraya, Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (18/12/2020). Simulasi tersebut dilaksanakan agar petugas kesehatan mengetahui proses penyuntikan vaksinasi COVID-19 yang direncanakan pada Maret 2021. ANTARA FOTO/Jojon/rwa.
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Satgas Penanganan Covid-19 menyebut warga yang menolak vaksinasi virus corona bisa saja diberi sanksi. Namun, pemberian sanksi itu menjadi wewenang pemerintah daerah.

Hal tersebut diungkapkan oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (24/12/2020).

"Pada prinsipnya sanksi adalah kewenangan pemerintah daerah dan dapat diberikan agar masyarakat patuh dan ikut serta dalam program vaksinasi sehingga herd immunity dapat dicapai dengan mudah," kata Wiku dikutip dari Kompas.com, Kamis (24/12/2020).

Salah satu provinsi yang telah mengatur sanksi bagi warga yang menolak vaksinasi Covid-19 adalah DKI Jakarta.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikutip dari Kompas.com, Rabu (16/12/2020), Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, denda berlaku kepada masyarakat yang menolak vaksinasi dan menghalangi proses vaksinasi.

Ancaman sanksi tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020. Dalam Pasal 30, denda bagi setiap orang yang sengaja menolak vaksinasi Covid-19 adalah Rp 5 juta.

Baca juga: Satgas Serahkan Soal Sanksi ke Pemda Jika Ada Warga yang Enggan Divaksin Covid-19

Apakah pemberian denda bagi penolak vaksin tepat?

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan vaksinasi di masa pandemi selain harus diberikan gratis kepada masyarakat, juga harus bersifat sukarela dan tidak ada paksaan maupun denda.

"Harus bersifat sukarela, dan program vaksinasinya gratis. Itu dua prinsip dasar," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/12/2020).

Dicky mengatakan, kesukarelaan adalah sifat dasar dari program vaksinasi, karena hal tersebut menyangkut hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia.

"Ada banyak hal yang memerlukan kerelaan dari si penerima (vaksin). Karena banyak hal yang kita belum bisa jamin. Pemerintah enggak akan bisa jamin, kecuali pemerintah mau jamin," kata Dicky.

Baca juga: Perda DKI soal Denda Rp 5 Juta bagi Penolak Vaksin Covid-19 Digugat ke MA

Paksaan tak jamin keberhasilan

Dicky menyebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan pemberian vaksin harus bersifat sukarela.

Di negara-negara yang telah memulai program vaksinasi Covid-19, kesukarelaan penerima menjadi hal yang mutlak, selain juga vaksin yang diberikan secara gratis.

Menurutnya, adanya paksaan atau denda untuk mendorong masyarakat menerima vaksin Covid-19, tidak serta-merta menjamin keberhasilan program vaksinasi.

"Kalau pun ada orang yang enggak mau (divaksin), beberapa negara sekarang malah mempertimbangkan untuk memberikan subsidi. Malah mau dikasih uang agar masyarakat mau," ujar Dicky.

Dicky mengatakan, saat ini tidak ada alasan yang kuat bagi pemerintah daerah untuk mewajibkan vaksin Covid-19. Apalagi, sampai mengenakan denda bagi warga yang menolak divaksin.

"Tidak ada yang membuat (masyarakat) harus ditekan apalagi disanksi, atau dipidana," ujar Dicky.

Baca juga: Eijkman: Proses Laboratorium Vaksin Merah Putih Capai 60 Persen

WHO tak mencanangkan negara wajibkan vaksinasi

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (8/12/2020), WHO tidak pernah mencanangkan kewajiban vaksinasi di seluruh dunia untuk membendung penyebaran virus corona, SARS-CoV-2.

Hal tersebut disampaikan Direktur Vaksin, Imunisasi dan Biologi WHO, Kate O'Brien, dalam konferensi pers di Jenewa, Senin (7/12/2020).

"Kami tidak mencanangkan negara mana pun membuat mandat wajib untuk vaksinasi," ujar O'Brien.

Dia menilai mengajak masyarakat untuk mau divaksin secara sukarela dengan memaparkan manfaat vaksin virus corona akan jauh lebih efektif ketimbang mewajibkan.

O'Brien menambahkan kampanye informasi dan penyediaan vaksin untuk kelompok prioritas seperti petugas medis dan lansia akan lebih efektif, mengingat jumlah kematian global yang sudah mencapai lebih dari 1,5 juta jiwa.

Baca juga: Epidemiolog soal Satgas Covid-19 Sebut Masyarakat Gali Kubur Sendiri: Tak Tepat

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Aturan Vaksinasi Covid-19 2021

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi