Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Ahli Biologi Molekuler untuk GeNose Buatan UGM

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA
GeNose pendeteksi Covid-19 karya ahli UGM siap dipasarkan setelah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan. (Foto Dokumentasi Humas UGM)
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan telah memberikan izin edar untuk alat pendeteksi virus corona bernama GeNose, yang dibuat oleh para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Diberitakan Kompas.com, Sabtu (26/12/2020), GeNose mengidentifikasi virus corona dengan cara mengambil sampel embusan napas untuk mendeteksi Volatile Organic Compound.

VOC terbentuk lantaran adanya infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas. Dari pengujian yang telah dilakukan, GeNose diklaim memiliki tingkat akurasi mencapai 97 persen.

Waktu yang dibutuhkan untuk pengujian menggunakan GeNose juga terbliang singkat, hanya kurang dari 2 menit.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya tes Covid-19 menggunakan GeNose sekitar Rp 15-25 ribu.

Ketua Tim Pengembang GeNose, Kuwat Triyatna mengatakan, setelah mengantongi izin edar dari Kemenkes, timnya akan melakukan penyerahan 100 unit GeNose hasil produksi massal batch pertama.

Baca juga: Cara Kerja GeNose, Alat Deteksi Covid-19 Buatan UGM yang Dapat Izin Edar

Metode embusan napas

Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo, memberikan sejumlah catatan untuk GeNose.

Ia mengatakan, konsep mendeteksi penyakit melalui embusan napas sebenarnya bukan hal baru.

"Tidak hanya untuk penyakit Covid-19 sebetulnya, kanker sendiri juga ada beberapa studi ke arah sana juga," kata Ahmad saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/12/2020).

Ahmad menyebutkan, prinsip deteksi Covid-19 melalui embusan napas seseorang adalah dengan mencari perbedaan konten gas yang diembuskan oleh orang yang positif Covid-19 dengan orang yang negatif.

"Idenya adalah, mereka akan membandingkan, orang yang tanpa Covid-19 dan orang yang (positif) Covid-19, konten embusan napasnya beda enggak sih?" ujar Ahmad.

"Karena kalau jenis gasnya semua pasti punya, kita sebagai makhluk biologis kayaknya enggak beda-beda, tapi mungkin yang menarik adalah polanya dan jumlah masing-masing gas yang bisa berbeda proporsinya," lanjut dia.

Ahmad mengatakan, yang dideteksi oleh GeNose adalah perbedaan proporsi gas antara pasien positif Covid-19 dengan yang tidak terinfeksi, bukan gas khusus Covid-19.

"Bukan berarti ada gas khusus Covid-19. Jadi memang ketika tubuh itu merespon penyakit itu mengeluarkan gas yang berbeda," kata Ahmad.

Baca juga: Mengenal Apa Itu GeNose, Alat Pendeteksi Covid-19 UGM yang Akurasinya Disebut Capai 75 Persen

Perlu publikasi data

Ahmad mengatakan, sebagai hasil temuan anak bangsa, GeNose diharapkan bisa menjadi sesuatu yang diandalkan dalam pengendalian pandemi Covid-19.

Meski demikian, dia memberikan catatan penting mengenai GeNose yang perlu menjadi perhatian bersama, baik publik maupun kalangan peneliti.

Menurut dia, perlu ada publikasi ilmiah mengenai penelitian dan pengembangan alat ini, terutama data yang dilaporkan ke Kemenkes dan kemdian menjadi dasar bagi GeNose untuk mendapatkan izin edar.

"Tujuannya ini bukan untuk mencari kesalahan atau apa, bukan. Tapi ini kan kita bersama-sama berusaha menghentikan pandemi kan. Kalau data itu bisa diberitakan secara terbuka, misalnya dulu merancang penelitiannya seperti apa sih?" kata Ahmad.

Ahmad mengatakan, publikasi tersebut salah satunya meliputi profil relawan yang mengikuti pengujian GeNose.

"Apakah misalnya orang yang sudah bergejala kritis, gejala berat, gejala ringan, atau orang tanpa gejala. Terus jumlah samplingnya itu masing-masing orang berapa kali diambil," kata Ahmad

Hal lain yang dinilainya perlu disampaikan kepada publik adalah tingkat kegagalan alat melakukan deteksi, jendela optimal testing, dan kemampuan alat untuk membedakan pasien Covid-19 dengan pasien penyakit pernapasan lain.

Baca juga: GeNose UGM Dapat Izin Edar, Biaya Tes Cuma Rp 15-25 Ribu

Izin edar terbatas di lingkungan akademik

Ahmad mengatakan, publikasi data mengenai penelitian dan pengembangan GeNose mutlak diperlukan untuk mengetahui keterbatasan alat tersebut.

"Inti dari alat diagnostik itu pasti punya keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan itu yang perlu dipastikan dan juga jangan sampai ada liability (komplain pertanggungjawaban)," kata Ahmad.

"Misalnya, ini jelas hasilnya positif, terus (GeNose) hasilnya negatif. Nanti kalau ada apa-apa liability-nya bagaimana? Atau misalnya dipakai di klinik, pasien protes ke klinik tersebut. Nah nanti yang layak diprotes itu kliniknya, produsennya, atau siapa?" ujar Ahmad.

Ahmad mengusulkan, sebelum ada studi lebih detil, peredaran GeNose sebaiknya dibatasi untuk kalangan akademik terlebih dulu.

"Digunakan di rumah sakit akademik, supaya nanti divalidasi lagi. Jangan, misalnya, langsung diterapkan di bandara," ujar Ahmad.

"Karena nanti ini akan menyulitkan tim pengendalian pandemi. Ini barang baru kan, bagaimana nanti menyikapinya?" kata dia.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Pencegahan Penularan Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi