Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian Terbaru Pastikan Varian Baru Virus Corona Lebih Menular

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/RUKSUTAKARN studio
Ilustrasi virus corona
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Sekelompok peneliti Inggris merilis hasil penelitian terbaru mereka pada Rabu (23/12/2020) mengenai varian baru virus corona yang teridentifikasi di Inggris.

Melansir New York Times, Rabu (23/12/2020), hasil penelitian itu menegaskan bahwa varian baru VUI-202012/01 memiliki kemampuan penularan lebih tinggi, sehingga tindakan pengendalian perlu diberlakukan.

Tindakan-tindakan tersebut antara lain menutup sekolah-sekolah dan universitas. Tindakan pengendalian itu dibutuhkan agar kecepatan distribusi vaksin tidak kalah dari kecepatan penularan virus.

Epidemiolog dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, Nicholas Davies, mengatakan, hasil penelitian itu perlu menjadi perhatian bagi negara-negara lain.

"Temuan awal cukup meyakinkan bahwa vaksinasi yang lebih cepat akan menjadi hal yang sangat penting bagi negara mana pun yang harus berurusan dengan varian ini atau yang serupa," kata Davies, yang merupakan Ketua Tim Peneliti.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil penelitian itu dirilis oleh Center for Mathematical Modeling of Infectious Diseases, London School of Hygiene and Tropical Medicine. Hasil penelitian tersebut masih belum ditinjau oleh jurnal ilmiah.

Baca juga: Ada Varian Baru Virus Corona, Warga Asing Dilarang Masuk Jepang

 

Penelitian itu membandingkan serangkaian model sebagai prediktor data tentang infeksi, rawat inap dan variabel lain.

Hasilnya, tidak ditemukan bukti bahwa varian baru itu lebih mematikan dibandingkan varian yang lain.

Akan tetapi, para peneliti memperkirakan bahwa varian itu 56 persen lebih menular. Pada Senin (21/12/2020), Pemerintah Inggris merilis perkiraan awal bahwa varian itu 70 persen lebih menular.

Dipastikan lebih menular

Para peneliti membuat model matematika yang berbeda dan menguji masing-masing model. Mereka menganalisis model penyebaran mana yang paling tepat memprediksi jumlah kasus baru yang benar-benar dikonfirmasi, serta rawat inap dan kematian.

Para peneliti menyimpulkan bahwa varian tersebut mampu menyebar ke lebih banyak orang secara rata-rata dibandingkan varian lainnya.

Davies memperingatkan, perkiraan mereka tentang varian baru 56 persen lebih menular masih hitungan kasar karena mereka masih mengumpulkan data tentang penyebaran varian terbaru.

"Saya pikir ketika kami mendapatkan lebih banyak data kurva itu, kami akan lebih yakin," kata Davies.

Davies mengatakan, dengan data yang mereka miliki sejauh ini, pihaknya yakin varian baru itu harus ditanggapi dengan sangat serius.

"Saya merasa bahwa dengan totalitas bukti yang ditemukan, ini adalah kasus yang kuat," ujar Davies.

Baca juga: Cek Fakta Sepekan: Hoaks Jokowi Tolak Divaksin Pertama Hingga PCR Tak Bisa Deteksi Varian Baru Virus

Proyeksi enam bulan ke depan

Davies dan rekan-rekannya kemudian memproyeksikan dampak dari varian baru tersebut selama enam bulan ke depan dan membuat model matematika yang turut memperhitungkan berbagai tingkat pembatasan.

Hasilnya, tanpa distribusi vaksin yang lebih optimal jumlah kasus rawat inap, perawatan ICU, dan kematian pada tahun 2021, dapat melebihi jumlah yang tercatat pada tahun 2020.

Davies dan timnya juga memperhitungkan perlindungan yang diberikan oleh vaksin.

Para peneliti membuat model matematika, yang mencakup 200.000 orang divaksinasi setiap minggu. Hasilnya, jumlah itu terlalu kecil untuk berdampak besar pada wabah.

Akan tetapi, ketika mereka meningkatkan jumlah vaksinasi menjadi 2 juta orang per minggu, mereka melihat pengurangan beban puncak di unit ICU.

Mengapa varian baru bisa muncul?

Melansir National Geographic, Rabu (23/12/2020), salah satu hipotesis yang mungkin tepat tentang asal mula kemunculan varian baru virus corona berkaitan dengan terapi plasma konvalesen.

Hipotesis itu menyatakan, varian baru kemungkinan muncul dari pasien kritis Covid-19 yang menerima terapi plasma konvalesen dari donor yang telah sembuh dari penyakit itu.

Untuk penyakit yang berlangsung lama, virus memiliki lebih banyak kesempatan untuk bereplikasi, meningkatkan kemungkinan mutasi.

Baca juga: Daftar Negara di Asia yang Konfirmasi Temuan Varian Baru Virus Corona

Sementara itu, penggunaan terapi yang konsisten dan terus-menerus dapat memberi tekanan lebih besar pada virus untuk berkembang.

"Beberapa dari orang-orang yang terinfeksi kronis ini mengalami perubahan virus yang cukup besar," kata Ravindra Gupta, seorang ahli virus di University of Cambridge.

"Beberapa tertekan kekebalannya. Beberapa dari mereka telah mengalami pemulihan plasma. Beberapa dari mereka menerima (antivirus) remdesivir," lanjut dia.

Muge Cevik, seorang dosen klinis penyakit menular di Universitas St. Andrews, mengatakan, jika hipotesis ini benar-benar terbukti, hal itu dapat berdampak pada pengobatan Covid-19.

Selama pandemi, rumah sakit memberi pasien berbagai jenis terapi, dengan harapan beberapa kombinasi mungkin berhasil.

Namun, jika terbukti bahwa obat-obatan jenis baru seperti antivirus, dan terapi antibodi berkontribusi pada pengembangan varian virus, itu akan menjadi peringatan bagi seluruh tenaga medis untuk lebih berhati-hati.

"Itu akan menjadi pengingat bagi semua komunitas medis bahwa kita perlu menggunakan opsi-opsi pengobatan ini dengan lebih hati-hati," kata Cevik.

Baca juga: Saat Varian Baru Corona di Inggris Disebutkan Rentan Menginfeksi Anak-anak...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Delirium, Gejala Baru Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi