Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lolos Sertifikasi, Ini Perjalanan Panjang Pembuatan Pesawat N219

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Pesawat N219 meninggalkan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta usai saat pemberian nama dan uji terbang, Jumat (10/11/2017). Pesawat N219 yang diberi nama Nurtanio oleh Jokowi, adalah pesawat buatan lokal, kolaborasi antara PT Dirgantara Indonesia (DI) bekerja sama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Pesawat N219 akhirnya menyelesaikan rangkaian pengujian sertifikasi. Moda transportasi udara buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) tersebut telah resmi mendapatkan type certificate.

"Hasil pengujian DKPPU, pesawat N219 dinyatakan memenuhi CASR Part 23 (Airworthiness Standards for Aeroplanes in the Normal, Utility, Acrobatic or Commuter Category)," ujar Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI, Gita Amperiawan, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (28/12/2020).

Menurut Gita, sertifikasi merupakan proses terpenting guna menjamin keamanan dan keselamatan.

Selanjutnya, pesawat yang diberi nama N219 Nurtanio ini direncanakan masuk ke tahap komersialisasi pada 2021.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Pesawat N219 Lolos Sertifikasi, Masuk Tahap Komersialisasi pada 2021

Berikut perjalanan pesawat N219 hingga lolos sertifikasi..

Proses awal

Dikutip dari Harian Kompas, 18 Agustus 2017, gagasan pembuatan pesawat N219 sebenarnya sudah ada sejak 2006.

Namun, proses perancangan baru dilakukan pada 2007 oleh sejumlah perekayasa yang masih tersisa di PT DI. Saat itu, PT DI berada pada titik nadir, karena kondisi riset dan inovasi nasional belum membaik sejak krisis 1998.

Akibat krisis itu juga, pengembangan pesawat buatan Indonesia pertama N250 yang berhasil terbang pada 1995 akhirnya terhenti.

Pada 2010, PT DI mulai mengembangkan pesawat N219, sebuah pesawat komuter berkapasitas 19 penumpang yang disesuaikan dengan kondisi geografis Indonesia.

Pembuatan N219 diharapkan menggantikan pesawat perintis yang sebagian telah berumur. Desain pesawat mulai dibuat pada 2014 dan sejumlah komponen mulai diproduksi 2015.

Berbeda dengan pengembangan N250 yang semua prosesnya dikerjakan PT DI, riset dan pengembangan N219 dilakukan Lapan.

Beriringan dengan produksi komponen, sertifikasi pun dilakukan Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan.

Karena difokuskan untuk pasar Indonesia, sertifikasi N219 di dalam negeri dinilai cukup. Sebab, berdasarkan pengalaman sertifikasi N250 melalui lembaga asing, sertifikasi jadi tantangan karena tidak bebas dari kepentingan politik.

Baca juga: Pesawat N219 Akhirnya Dapat Sertifikat, Kemenhub Langsung Memesan

Spesifikasi

Harian Kompas pada 26 Januari 2015 memberitakan, salah satu kunci penting pesawat N219 ada pada sistem aerodinamika dan avionik.

Sistem aerodinamika N219 mirip pendahulunya, N250 dan CN235, yang dibuat tahun 1990-an. Jauh lebih mudah ketimbang kompetitor yang mengandalkan desain tahun 1960-an.

Itu memberi keunggulan meraih kecepatan minimal untuk daya angkat (stall speed) 59 knot. Stabil pada kecepatan rendah bisa memberi keuntungan saat pesawat harus bermanuver melintasi daerah sempit di antara tebing tinggi.

Aerodinamika perpaduan dari N250 dan CN235 juga memungkinkan pesawat mendarat mulus meski landasannya rumput atau tanah sepanjang 500 meter.

Mesin pesawat yang menggunakan produk Pratt & Whitney ini dirancang untuk tetap berkinerja baik pada daerah dengan tekanan udara rendah dan suhu tinggi.

Meski termasuk mesin pesawat generasi lama, Pratt & Whitney dipilih karena lebih banyak teknisi yang memahaminya dan suku cadang banyak tersedia.

Pesawat itu didesain mampu menerbangi wilayah pedalaman Pegunungan Papua dengan ketinggian lebih dari 6.000 kaki atau 1.800 meter.

Baca juga: PT DI Targetkan Produksi Pesawat N219 Sebanyak 4 Unit Per Tahun

Uji terbang

Pada 2017, pesawat N219 berhasil menjalani penerbangan perdana dari landasan pacu Bandara Udara Internasional Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat.

Pesawat berhasil terbang selama 30 menit pada ketinggian hingga 8.000 kaki atau sekitar 2.400 meter di atas kawasan Batujajar dan Waduk Saguling, Bandung Barat.

Melihat keberhasilan itu, sebagian karyawan berteriak haru, berkaca-kaca, berpelukan bahagia, dan sujud syukur.

Rencana uji terbang tersebut sebenarnya dilakukan pada 2016, tetapi proses sertifikasi yang ketat membuat rencana itu mundur dan baru terlaksana pada 2017.

Hingga saat ini, prototipe pesawat pertama telah melalui 275 jam terbang, sementara prototipe kedua sekitar 170 jam.

Baca juga: Aceh Pesan Pesawat N219 dari PTDI

Produksi

Produksi awal pesawar N219 akan dibuat empat unit per tahun dengan menggunakan kapasitas produksi yang tersedia saat ini.

PTDI akan menambah fasilitas produksi dengan sistem modern pada bagian produksi. Sehingga, secara bertahap kemampuan untuk memproduksi pesawat N219 terus meningkat sesuai kebutuhan pasar.

Pesawat N219 nantinya terdiri dari beberapa versi. Salah satunya, amphibi yang dapat lepas landas di permukaan air selain di bandara biasa.

Dengan inovasi transportasi udara tersebut, pada masa mendatang terbuka kemungkinan dicapainya semua tujuan destinasi pariwisata laut di Tanah Air dengan cepat menggunakan pesawat N219 amphibi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi