KOMPAS.com - Salah satu inovasi teknologi nuklir yang yang diciptakan oleh sejumlah negara maju yaitu pembuatan 'matahari buatan'.
Matahari buatan merupakan julukan yang diberikan untuk reaktor fusi nuklir bertenaga besar.
Fusi nuklir merupakan sumber energi bintang. Akan tetapi, untuk menciptakan itu di bumi menjadi tantangan serius agar tidak meledak.
Dua negara yang saat ini menciptakan matahari buatan adalah China dan Korea Selatan.
Baca juga: Mengenal Matahari Buatan China yang Akhirnya Menyala, Apa Fungsinya?
Lantas seperti apa matahari buatan di dua negara ini?
1. China
Matahari buatan ini dapat beroperasi hingga suhu mencapai 150 derajat celcius atau sekitar sepuluh kali lebih panas daripada matahari sesungguhnya.
Pengerjaan proyek pembuatan matahari buatan dilakukan di Provinsi Sichuan barat daya.
Melansir Kompas.com, 7 Desember 2020, reaktor nuklir tersebut disebut sebagai matahari buatan karena memiliki panas dan tenaga yang sangat besar.
Temuan tersebut merupakan upaya yang digunakan untuk menggunakan energi yang lebih bersih melalui fusi nuklir yang terkendali.
Matahari buatan ini dapat mereplikasi cara matahari dalam menghasilkan panas menggunakan gas hidrogen dan deuterium sebagai bahan bakar.
Reaktor HL-2M Tokamak ini dapat membantu China mencapai target produksi energi fusi yang akan dikomersialkan tahun 2050.
Meski demikian, dua ketidakpastian yang dihadapi China dalam menciptakan matahari buatan ini adalah para ilmuwan tidak tahu mengenai berapa lama reaktor ini akan tetap menyala.
Selain itu, reaktor perlu dijalankan bertahun-tahun hingga puluhan tahun.
Pabrik fusi matahari buatan ini harus beroperasi minimal 10 kali dari suhu inti matahari.
Baca juga: Bertenaga Nuklir, seperti Ini Matahari Buatan China
2. Korea Selatan
Selain China, negara yang menciptakan matahari buatan adalah Korea Selatan.
Melansir Kompas.com, Senin (28/12/2020), Korea Selatan berhasil mencetak rekor dunia baru dengan berhasil mempertahankan plasma bersuhu tinggi selama 20 detik dengan suhu ion lebih dari 100 juta derajat celcius.
Matahari buatan Korea Selatan ini dikembangkan oleh Korea Superconducting Tokamak Advanced Research (KSTAR), yang merupakan hasil studi bersama dengan Seoul University (SNU) dan Columbia University AS.
Keberadaan matahari buatan tersebut diharapkan dapat melakukan operasi plasma berkelanjutan selama 300 detik dengan suhu ion lebih tinggi dari 100 juta derajat celcius pada tahun 2025.
Direktur Si-Woo Yoon, dari Pusat Penelitian KSTAR, mengatakan teknologi yang dibutuhkan untuk operasi jangka panjang 100 juta plasma adalah kunci realisasi energi fusi.
"Dan keberhasilan KSTAR dalam mempertahankan plasma bersuhu tinggi selama 20 detik akan menjadi titik balik penting dalam percobaan operasi plasma berkinerja tinggi, komponen penting dari reaktor fusi nuklir komersial di masa depan," jelas dia.
Perangkat matahari buatan yang dikembangkan Korea Selatan ini telah mulai dioperasikan pada Agustus 2020.
KSTAR berencana melanjutkan percobaan pembangkit plasma hingga 10 Desember dengan 110 percobaan plasma yang mencakup operasi plasma kinerja tinggi dan percobaan mitigasi gangguan plasma.
Baca juga: Matahari Buatan Korea Selatan Pecahkan Rekor Dunia Baru
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.