Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Izinkan Vaksin Covid-19 Pfizer untuk Penggunaan Darurat, seperti Apa Penjelasannya?

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/CHINNAPONG
Ilustrasi vaksin, vaksin virus corona, vaksin Covid-19
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendaftarkan vaksin virus corona yang dikembangkan Pfizer dan BioNTech untuk penggunaan darurat.

WHO menetapkan proses daftar penggunaan darurat (Emergency Use Listing/EUL) dalam upaya mempercepat akses vaksin bagi negara-negara berkembang.

Dari tinjauan WHO, vaksin Pfizer-BioNTech disebutkan memenuhi kriteria untuk keamanan dan kemanjurannya lebih besar dibandingkan risikonya.

"Ini adalah langkah yang sangat positif untuk memastikan akses global ke vaksin Covid-19," kata pemimpin program akses obat-obatan WHO Mariangela Simao seperti dikutip dari CNA, (1/1/2021).

Baca juga: Berikut Kelompok yang Tidak Boleh Disuntik Vaksin Covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tapi saya ingin menekankan perlunya upaya global yang lebih besar untuk mencapai pasokan vaksin yang cukup memenuhi kebutuhan populasi prioritas di mana pun," lanjutnya.

Melansir situs resmi WHO, pihaknya dan mitra yang bekerja sama melakukan evaluasi terhadap vaksin lainnya yang telah mencapai standar keamanan dan kemanjuran.

"Kami mendorong lebih banyak lagi pengembang untuk ditinjau dan dinilai. Sangat penting bagi kami mengamankan pasokan yang diperlukan semua negara di seluruh dunia dan membendung pandemi," kata Simao.

Baca juga: Penjelasan Kemenkes soal SMS Vaksinasi yang Mulai Dikirimkan Hari Ini

Rekomendasi penggunaan produk

Selain itu, vaksin Pfizer-BioNTech juga tengah ditinjau oleh Kelompok Penasihat Strategis Ahli Imunisasi (SAGE) WHO, yang akan melakukan sidang pada 5 Januari 2021 untuk merumuskan kebijakan khusus vaksin dan rekomendasi penggunaan produk dalam populasi.

Vaksin Pfizer-BioNTech membutuhkan penyimpanan pada suhu minus 60-90 derajat celcius.

Hal tersebut membuat vaksin mempunyai tantangan dalam distribusinya.

Baca juga: Menilik Perbedaan Vaksin Oxford-AstraZeneca dengan Pfizer/BioNTech, Apa Saja?

Lebih lanjut, Badan Kesehatan PBB dengan GAVI Vaccine Alliance dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) mempelopori upaya global yang disebut COVAX untuk mengamankan dan mendistribusikan vaksin ke negara-negara miskin.

Aliansi COVAX yang didukung WHO mempunyai perjanjian dengan hampir 2 miliar dosis, dengan pengiriman pertama jatuh tempo pada awal 2021.

Aliansi ini juga telah melakukan pembicaraan dengan Pfizer-BioNTech untuk mengamankan vaksin.

Baca juga: Indonesia sudah Datangkan Vaksin Sinovac, Bagaimana dengan Malaysia?

Vaksin ini mendapatkan dukungan peraturan dari Inggris, Badan Obat-Obatan Eropa, Badan Pengawas dan Obat Makanan AS (FDA), Kesehatan Kanada, Bahrain, Israel, Kuwait, Meksiko, Oman, Qatar, Arab Saudi, daa Singapura.

Adapun vaksin m-RNA Pfizer dan BioNTech diklaim 95 persen efektif setelah dua dosis terpisah dalam waktu 21 hari.

Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?

Cara kerja daftar penggunaan darurat

Prosedur daftar penggunaan darurat (EUL) menilai kesesuaian produk kesehatan baru selama keadaan darurat kesehatan masyarakat.

Tujuannya untuk membuat obat-obatan, vaksin, dan diagnostik tersedia secepat mungkin untuk menangani keadaan darurat dengan tetap mematuhi kriteria keamanan, khasiat dan kualitas yang ketat.

Penilaian mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan oleh keadaan darurat dan manfaat yang akan diperoleh dari penggunaan produk terhadap potensi risikonya.

Baca juga: Kasus Terus Menanjak, Ini 11 Gejala Infeksi Covid-19 yang Harus Diwaspadai

Jalur EUL melibatkan penilaian yang ketat terhadap data uji klinis fase II dan fase III akhir serta data tambahan yang substansial tentang keamanan, kemanjuran, kualitas, dan rencana manajemen risiko.

Data ini ditinjau para ahli independen dan tim WHO yang mempertimbangkan bukti terkini tentang vaksin, rencana pemantauan penggunaannya, dan rencana studi lebih lanjut.

Para ahli dari otoritas nasional individu diundang untuk berpartisipasi dalam tinjauan EUL.

Baca juga: Simak, Ini 7 Gejala Terkait dengan Varian Baru Virus Corona

Setelah vaksin terdaftar untuk penggunaan darurat, WHO melibatkan jaringan pengatur regional dan mitranya untuk menginformasikan otoritas kesehatan nasional tentang vaksin dan manfaat yang diantisipasi berdasarkan data dari studi klinis hingga saat ini.

Selain itu, setiap negara juga perlu melakukan proses kebijakan terkait penggunaan vaksin, seperti penerima suntikan, dengan prioritas yang ditentukan untuk penggunaan paling awal.

Sebagai bagian dari proses penggunaan darurat, perusahaan yang memproduksi vaksin harus berkomitmen untuk terus menghasilkan data guna memungkinkan lisensi penuh dan prakualifikasi vaksin WHO.

Proses prakualifikasi WHO akan menilai data klinis tambahan yang dihasilkan dari uji coba vaksin dan penerapannya untuk memastikan vaksin memenuhi standar kualitas, keamanan, dan kemanjuran yang diperlukan untuk ketersediaan yang lebih luas.

Baca juga: Ramai Topik soal Rapid Antigen, Apakah Sama dengan Swab Antigen?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo infografik: Beda Test Antigen, Rapid Test Antibodi, dan PCR

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi