Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sisi Lain Tri Mumpuni, Ilmuwan sekaligus Ibu yang Menjadi Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia

Baca di App
Lihat Foto
Dok asiaphilanthropycirlce.org
Pada seremoni penghargaan di Singapura, Rabu (21/2018) pekan lalu, Tri Mumpuni selaku pendiri Insitut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) dari Indonesia, didaulat sebagai pemenang utama ASEAN Social Impact Awards.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pusat Studi Islam Strategis Kerajaan Yordania beberapa waktu lalu merilis daftar 500 tokoh muslim berpengaruh di dunia.

Selain Presiden Joko Widodo, Said Aqil Siradj, Habib Luthfi bin Yahya dan sederet tokoh lainnya, ada pula nama Tri Mumpuni.

Tri Mumpuni yang akrab disapa Puni ini masuk tokoh muslim berpengaruh versi The Muslim 500 untuk kriteria Sains dan Teknologi bersama 21 tokoh muslim lainnya dari berbagai negara di dunia.

Baca juga: 6 Tokoh Indonesia di Daftar 500 Muslim Berpengaruh 2021

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tri Mumpuni kerap dikenal sebagai "Wanita Listrik" karena upayanya dalam membawa terang bagi lebih dari 60 desa terpencil di Indonesia.

Sejumlah penghargaan internasional pun sudah pernah diperolehnya, mulai dari Climate Hero 2005 dari World Wildlife for Nature, Ashden Awards 2012, hingga Magsaysay Awards 2012.

Ia membangun tenaga listrik berbasis mikro-hidro sehingga desa-desa yang semula belum terlayani listrik dari negara, bisa menikmati fasilitas dasar ini.

Baca juga: Daftar 50 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh Dunia 2021

Puni menjadi satu-satunya orang asal Indonesia yang masuk dalam kategori Science and Technology bersama 21 orang lainnya yang berasal dari berbagai negara dunia.

Dikenal sebagai sosok yang penuh pengabdian bagi bangsa, ternyata banyak juga sisi menarik yang bisa kita teladani dari seorang Tri Mumpuni yang juga berperan sebagai seorang ibu dan istri bagi anak-anak juga suaminya.

Kompas.com berkesempatan berbincang dengan perempuan yang akrab dipanggil Puni ini pada Senin (22/12/2020) siang.

Baca juga: Mengapa Bandung Kerap Diterjang Banjir?

Obsesi pada desa

Ternyata, Puni sudah sejak awal memiliki obsesi dengan desa dan kehidupan di desa.

"Aku dulu kan awalnya daftar fakultas kedokteran, karena aku berpikir aku pengin di desa, jadi dokter, jadi bermanfaat buat orang banyak. Eh ternyata aku enggak masuk fakultas kedokteran, aku diundang sama Pak Andi Hakim Nasution untuk masuk di IPB, karena aku pernah menang lomba karya ilmiah," kata Puni mengawali ceritanya.

Pikirnya, dengan kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) masih memungkinkan untuk cita-citannya bermanfaat bagi desa, Puni pun menerima tawaran itu dan memutuskan kuliah di IPB.

Baca juga: Mendikbud Nadiem Luncurkan Kampus Merdeka, Ini Tanggapan Rektor IPB

Meski memiliki keinginan yang kuat untuk berbuat bagi desa, ternyata Puni memiliki sederet pengalaman yang tak melulu berkaitan dengan desa.

Misalnya mengurusi terkait Low Cost Housing untuk penduduk miskin perkotaan.

"Tapi enggak menyenangkan ya isinya liat orang digusur, cuma gemes, tapi kita enggak bisa apa-apa," katanya lagi.

Baca juga: Refleksi Bencana Awal Tahun: Banjir Jakarta 2020 dan Gempa Sumba 2021...

Setelah itu, ia juga pernah mengurus peternakan ikan nila merah yang ada di Danau Toba selama 2 tahun.

Ia sadar ia benar-benar bisa menikmati hal itu, kehidupan di daerah, menjalin interaksi dengan orang-orang desa, dan sebagainya.

"Saya melihat di desa-desa itu lebih promising, lebih banyak ruang untuk bergerak tanpa harus bersinggungan dengan para kapitalis. Kita kalau mau memperbaiki daerah perkotaan, itu sudah bagus tahu-tahu rencana tata ruang berubah, jadi mal, ya bubarlah (apa yang kita kerjakan), hancur, harus pergi," ungkapnya.

Baca juga: 5 Alasan Pensiunan Ingin Pindah ke Desa, Apa Saja?

Maka dari itu, ia lebih menyenangi bergerak di desa.

Selain tidak bersinggungan dengan para pemegang modal dan kekuasaan, Puni merasa desa menyediakan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah, hanya saja belum tergerakkan.

"Memang obsesiku tinggal di desa. Bahwa aku merasa di desa ini banyak resources rakyat, sumber daya alam, tapi kurang banyak sumber daya manusia yang bisa berpikir bahwa sumber daya ini bisa digerakkan jadi sesuatu yang bisa bermanfaat bagi orang desa," papar dia.

Baca juga: 4 Fakta Terkait Ambruknya Jembatan Hutan Kota Kemayoran yang Baru Diresmikan

Kebanyakan orang datang ke desa membawa modal sebagai seorang investor. Namun baginya, semua itu adaah gerakan merusak sumber daya alam dan memiskinkan masyarakatnya.

Bagaimana tidak, investor datang ke desa dengan membawa 3 aspek: modal, teknologi, dan manajerial. Namun, mereka tidak mengelola sumber daya alam bersama-sama masyarakat, melainkan mengambilnya dan memisahkannya dari masyarakat.

"Kemudian muncul kemiskinan, karena rakyat dipisahkan dari sumber daya alamnya. Jadi kemiskinan itu sebetulnya symtoms, akar masalahnya masyarakat dipisahkan dari sumber daya alamnya," sebut Puni.

"Tugas kita itu adalah mengembalikan, me-reconnect local resources and local community, sesederhana itu sebetulnya," lanjut dia.

Baca juga: Bintang Emon dan Deretan 10 Besar Sosok Trending di Google Indonesia...

Sosok penting

Di balik kesuksesannya saat ini, Puni merasa ada dua sosok yang begitu berarti dan membuatnya berdiri di titik kehidupan saat ini.

Kedua orang itu adalah suaminya dan almarhum ibunda.

"Suamiku selalu bilang, 'di belakang istri yang sukses ada suami yang stres'. Tapi aku yakin mungkin itu suara hati suamiku yang paling dalam, sehingga dia menyikapinya dengan penuh kebahagiaan," sebut Puni menirukan apa yang dikatakan suaminya.

Baca juga: Jelang Hari Ibu 22 Desember, Ini Sejarah Peringatannya

Puni pun menjelaskan apa yang mungkin membuat sosok pasangan hidupnya ini merasa stres.

Misalya ketika harus mempersiapkan materi-materi yang akan ia presentasikan ketika diminta berbicara di forum akademis di luar negeri.

Saat ia sudah tidak bisa berpikir, maka sang suamilah yang akan menyusunkan materi presentasi yang akan disampaikan oleh Puni.

Dalam posisi itu, Puni hanya berdiskusi dan mengutarakan keinginan juga rencananya ketika berbicara nanti.

"Dia stresnya gini, aku diundang untuk berbicara di luar negeri di 3 universitas yang bergengsi, kan aku udah enggak bisa mikir, otak sudah kosong. Itu semua yang bikin presentasi itu dia. Kita hanya diskusi," kisahnya.

"Jadi sebenarnya peran dia itu luar biasa, aku punya teman diskusi yang memang punya ilmu yang lebih dari aku," tambah Puni.

Baca juga: Hari Ibu 22 Desember, Ini Tokoh Perempuan di Balik Kongres 1928

Sosok selanjutnya adalah sang ibunda yang telah tiada.

Puni menyebut, di masa hidupnya, sang ibu selalu mengajarkan kepadanya bahwa perempuan pun bisa berbuat banyak bagi sesama.

"Terus kalau secara spiritual almarhum ibuku dulu berperan besar. Mengajari, 'hidup dan berbuat untuk orang banyak itu ternyata bisa tetap bisa dikerjakan meski kamu ibu rumah tangga. Jadi enggak ada alasan, seorang ibu itu punya keterbatasan'," kenang dia.

Meski begitu, ia tidak memungkiri memang ada sedikit kerepotan yang harus ia tanggung ketika memutuskan untuk terus berbuat, sementara ia juga memiliki anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.

"Memang agak repot ya, misalnya dulu di Jawa Barat saat ke lapangan, aku harus membawa serta anak-anak yang masih kecil, yang kalau capek minta digendong, ya begitulah. Tapi tidak apa-apa, untuk memperkenalkan pada anak-anak apa yang kita lakukan," kata dia.

Baca juga: Simak, 4 Cara Mencegah Gejala Nyeri Leher Selama Sekolah dan WFH

Waktu dengan keluarga

Di samping kesibukannya sebagai seorang ilmuwan dan segala kegiatan pengabdiannya, Puni masih harus tetap mengurus keluarganya.

Ia dan suami dikaruniai 3 orang anak, 2 putri dengan usia berdekatan, dan seorang putra yang jarak usianya cukup jauh.

Ia mengaku tidak menemui kesulitan yang begitu berarti terkait dengan membagi waktu dengan keluarga.

"Indonesia itu bersyukur ya dengan ada extended family. Jadi aku inget, kalau aku harus ke luar negeri agak lama, itu ibuku dari Semarang tak impor ke Jakarta," kata Puni dengan logat khas Jawa.

Baca juga: 71 Tokoh Terima Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa, Apa Itu?

Ibunya memang sangat senang jika diberi tugas untuk menjaga cucu-cucunya. Jadi, ia pun tidak terlalu khawatir ketika harus meninggalkan anak-anaknya saat harus memenuhi panggilan pekerjaan di lokasi yang jauh.

"Yang kasihan anakku cowok yang paling kecil. Dia yang memang agak protes, kalau yang cewek-cewek, karena mereka peer ya, umurnya hampir samaan, jadi enggak pernah ini (protes), karena buat dia kalau aku pergi, pulang pasti ada oleh-oleh, jadi seneng banget," ungkap dia.

Namun hal yang berbeda terjadi pada si kecil yang berjarak 15 tahun dengan kakaknya.

Baca juga: Berikut 22 Tokoh Dunia dan Indonesia yang Positif Virus Corona

"Yang cowok ini sampai sekarang masih membekas, aku suka kasihan juga ya. Dia selalu merasa, 'ah aku dulu selalu sama pembantu di rumah, ibu ke luar negeri, ke mana-mana', padahal dia dapat hadiah lebih (dari pada kakak-kakaknya)," aku Puni.

Namun apa pun itu, saat ini Puni sudah melihat anak laki-laki satu-satunya itu sudah tumbuh menjadi seorang dewasa yang mandiri, karena terbiasa jauh dari orangtuanya.

Sementara 2 anak perempuannya saat ini sudah sukses mengembangkan minatnya masing-masing, satu di bidang kesenian keramik, satu yang lain di bidang pemasok pruduk makanan yang juga berkaitan dengan kestabilan lingkungan.

Baca juga: Kasus Prostitusi PA, Bukti Penegak Hukum Indonesia Masih Bias Gender?

Tak pernah ributkan gender

Terakhir, terkait relasinya sebagai seorang perempuan dengan sang suami.

Di budaya timur, termasuk Indonesia mungkin masih hidup nilai yang bersinggungan dengan gender.

Perempuan bertugas di ranah domestik, laki-laki sebaliknya, ada di ranah yang lebih luas.

Namun puni mengaku ia dan suami tidak pernah menjadikan itu sebagai sebuah masalah.

"Enggak sih, soalnya dari awal kan komitmennya kita ingin bermanfaat bagi masyarakat," ujar dia.

Baca juga: 3 Tokoh Dunia Ini Diajak Bangun Ibu Kota Baru, Siapa Saja?

"Dia selalu bilang, dia ngerasa waktu dia pegang mikro-hidro ya gitu-gitu aja secara teknis enggak berkembang, enggak ada orang yang tahu betapa pentingnya mikrohidro. Tapi kata dia sih it's a miracle begitu aku yang pegang, aku ikut kampanye ini itu, mengubah policy di level kementerian," ungkapnya.

Contoh lain, ketika Puni harus mengisi materi di hadapan mahasiswa-mahasiswa ITB dan para mahasiswa itu ingin tahu lebih banyak secara praktik apa yang ia sampaikan.

Puni pun tak segan untuk mempersilakan mereka datang berkunjung ke rumahnya dan berdiskusi lebih dalam.

"Itu aku cuma ngobrol dua jam (dengan para mahasiswa), selebihnya ada yang nginep sampai kayak diskusi workshop, ya sama suamiku. Aku kayak membawa anak-anak muda aja, terus tak kasih ke dia (suami). 'Nih mas kamu cuci otaknya!', kisah Puni sambil tertawa.

"Dia menikmati itu. Dia support," pungkas dia.

Baca juga: Tokoh Indonesia yang Mendunia, dari Jokowi hingga Nadiem Makarim

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi