Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Parodi Indonesia Raya, Mengapa Pelecehan Simbol Negara Masih Kerap Terjadi?

Baca di App
Lihat Foto
Dokumentasi Warga Kampung Leuser
Penampakan Patung Garuda Pancasila yang dibuat secara swadaya oleh warga Kampung Leuser, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia dan Malaysia baru-baru ini digegerkan dengan kemunculan video parodi lagu Indonesia Raya di platform YouTube.

Video parodi lagu Indonesia Raya ini viral sejak diunggah oleh akun YouTube MY Asean, yang memasang logo bendera Malaysia di kanalnya.

Dalam video itu, lirik lagu kebangsaan Indonesia itu diganti dengan kalimat-kalimat melecehkan, dan disertai dengan gambar lambang Garuda yang diubah menjadi ayam jago.

Baca juga: Soal Prank Sampah YouTuber Ferdian Paleka, dari Pelanggaran Etika hingga Tekanan karena Keadaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengutip Kompas.com, Sabtu (2/1/2021) pelaku pembuat parodi lagu Indonesia Raya merupakan dua Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial NJ dan MDF.

Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.

NJ (40) merupakan seorang WNI yang berada di Malaysia. Ia ditangkap Polis Di Raja Malaysia (PDRM) di Sabah, Malaysia.

Baca juga: Mengapa Bandung Kerap Diterjang Banjir?


Sementara itu, MDF (15) ditangkap Direktorat Tindak Pidana (Dittipidsiber) Bareskrim Polri di Cianjur, Jawa Barat, 31 Desember 2020.

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan, kedua tersangka berteman di dunia maya.

"Intinya bahwa antara NJ yang di Sabah, kemudian MDF yang ada di Cianjur ini berteman dalam dunia maya, dia sering berkomunikasi," ujar Argo dalam konferensi pers dikutip dari Kompas TV, Jumat (1/1/2021).

Baca juga: Risma dan Fenomena Penghinaan terhadap Pejabat...

Penghinaan terhadap lambang negara yang disakralkan

Kasus pelecehan atau penghinaan terhadap lambang-lambang negara yang disakralkan bukan kali pertama ini terjadi.

Seperti diberitakan Kompas.com, 4 Juni 2018, seorang nelayan di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, berinisial AC (38) ditangkap oleh Polres Baubau.

Dia diduga menghina lambang negara Pancasila di media sosial Facebook, dengan mengganti sila kelima Pancasila menjadi "kebohongan bagi seluruh masyarakat Baubau".

Baca juga: Saat Kursi Menteri Jadi Rebutan Partai Politik...

Menanggapi fenomena penghinaan terhadap lambang negara yang sudah berulang kali terjadi, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Rose Mini Agoes Salim mengatakan, manusia seharusnya memiliki moralitas untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Sehingga, jika seseorang memiliki ketidaksepahaman atau ketidakcocokan terhadap sesuatu, dalam hal ini lambang negara, maka seharusnya disampaikan dengan cara yang tepat, seperti berdiskusi atau berargumentasi.

"Tapi mungkin, mereka (pelaku penghinaan) tidak tahu caranya, atau tidak mau dengan cara seperti itu. Dianggapnya lebih 'aman' dengan bikin lucu-lucuan. Nah itu yang kemudian mendorong orang yang tidak suka untuk melakukan hal tersebut," kata Romi, begitu ia biasa disapa, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (2/1/2021). 

Baca juga: Seni Perlawanan Anak Muda di Balik Poster Lucu Pendemo

Romi menambahkan, cara pengungkapan pendapat yang dilakukan oleh pelaku parodi lagu Indonesia Raya adalah cara berbicara submisif, alias tidak memperdulikan persepsi dari lawan bicara atau orang yang mendengar.

"Artinya, seperti ngomong dengan rumput yang bergoyang. Ya siapa aja yang lihat (videonya) tahu, terserah persepsinya masing-masing," kata Romi.

Padahal, menurut Romi, ketika mengungkapkan sesuatu seseorang seharusnya bertindak asertif. Dalam hal ketidaksukaan terhadap sesuatu, maka hal tersebut diungkapkan dengan jelas dan disertai alasannya.

"Harusnya kan kalau kita bicara secara asertif. Menyatakan perasaan, pikiran, dan keinginan kita, mengapa kita tidak suka atau tidak setuju," katanya lagi.

Baca juga: Memiliki Tinggi 2,21 Meter di Usia 14 Tahun, Remaja Ini Ingin Diakui Guiness World Records

Pelaku parodi Indonesia Raya masih remaja

Salah satu pelaku parodi lagu Indonesia Raya adalah seorang pelajar kelas III SMP berusia 15 tahun berinisial MDF, yang berasal dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Kepala Dusun tempat MDF tinggal, Agung Mulyadi mengatakan, selama ini yang bersangkutan dikenal tertutup dan jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Dia mengungkapkan, warga sekitar tempat tinggalnya bahkan tidak mengetahui persis keseharian MDF.

"Jarang bergaul dengan teman-teman sebayanya di sini," kata Agung, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (2/1/2021)

Baca juga: Viral Skull Breaker Challenge, Mengapa Para Remaja Cenderung Meniru meski Berbahaya?

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, orangtua MDF diketahui telah memberikan ponsel kepada pelaku sejak usia 8 tahun.

Romi mengatakan, usia MDF yang masih remaja kemungkinan besar mendorongnya untuk tidak berpikiran panjang, dan bertindak semata-mata karena mencari eksistensi.

"Anak remaja ini kan pengalaman hidupnya masih pendek. Saya enggak yakin, kalau dia tahu apa yang dilakukan ini boleh atau tidak," kata Romi.

Baca juga: Mengapa Aksi Demonstrasi di Indonesia Identik dengan Bakar-bakar di Tengah Jalan?

Romi mengatakan, masa remaja adalah fase ketika seseorang membentuk identitas diri. Identitas tersebut didapat melalui umpan balik dan introspeksi yang remaja lakukan, terhadap persepsi yang diberikan orang lain terhadap dirinya.  

"Umpan baliknya dari pergaulan. Kalau itu enggak ada, dia membentuk identitas dirinya dengan berselancar di dunia maya. Di sana dia kemudian mendapat orang yang mendukung jika dia melakukan sesuatu," ujar Romi.

"Sehingga, dia akhirnya merasa mendapat pengakuan di situ," imbuhnya.

Oleh karena itu, menurut Romi, tugas perkembangan remaja adalah bergaul dan mencari teman. Namun, jika mencari teman melalui dunia maya, Romi berpendapat bahwa hal itu kurang bisa memberikan umpan balik yang dibutuhkan untuk perkembangan identitas.

"Makanya orang yang diem, orang yang tidak banyak bergaul, itu biasanya lancar banget di medsos. Karena kan orangnya enggak kelihatan. Orang yang sulit bergaul kan rata-rata kurang percaya diri, harga dirinya kurang, nah kalau di dunia maya kan enggak kelihatan," kata Romi.

Baca juga: Kurang Percaya Diri karena Gigi Kuning? Berikut 6 Tips Mengatasinya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi