Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Tanah Bergerak di Ciamis, Apa Sebabnya?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/CANDRA NUGRAHA
Salah satu rumah ambruk atap bagian depannya akibat tanah bergerak di Dusun Cilimus, Desa Indragiri, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Selasa (5/1/2021).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Fenomena tanah bergerak baru-baru ini mengakibatkan kepanikan bagi warga Dusun Cilimus, Desa Indragiri, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Mengutip Kompas.com, Selasa (5/1/2021) peristiwa tanah bergerak mulai terjadi pada Jumat (1/1/2021) malam sekitar pukul 19.00 WIB.

Saat itu, dinding dan lantai rumah warga yang tinggal di RT 012 RW 010, Dusun Cilimus mengalami retakan kecil.

Baca juga: Mengapa Bandung Kerap Diterjang Banjir?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maman, salah satu warga yang tinggal di daerah tersebut mengatakan, bahwa retakan semakin membesar pada Sabtu (2/1/2021) dini hari, diiringi dengan suara keramik pecah yang terdengar jelas.

Khawatir akan akan adanya potensi rumah yang mereka tinggali roboh, warga pun mengosongkan rumah, dan mengungsi ke tempat lain.

"Ada 22 kepala keluarga di RT 012 yang mengungsi," kata dia.

Maman menambahkan, akibat peristiwa tersebut permukaan tanah di lokasi tersebut kini amblas hingga sedalam 30 sentimeter.

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2020 Berakhir dan Musim Penghujan di Indonesia Dimulai?

Lantas, apa yang menjadi penyebab tanah bergerak?

Pergerakan tanah

Peneliti Ahli Madya Bidang Geoteknik dari LIPI, Dr Adrin Tohari mengatakan, tanah bergerak merupakan salah satu jenis pergerakan tanah atau longsor yang bertipe slump.

"Diindikasikan dengan retakan di permukaan tanah atau permukaan tanah yang amblas. Penyebabnya biasanya curah hujan yang cukup lama, durasinya lama, intensitasnya bisa tinggi maupun sedang," kata Adrin saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/1/2021).

"Karena curah hujan itu menyebabkan muka air yang di dalam tanah itu naik melewati batas antara lapisan tanah yang mudah longsor dengan lapisan tanah yang lebih padat atau stabil," kata dia.

Baca juga: Mengenal Petrichor, Aroma yang Ditimbulkan Saat Hujan Turun

Adrin menjelaskan, tanah terdiri dari beberapa lapisan.

Lapisan atas merupakan tanah yang mudah bergerak atau labil, sedangkan lapisan yang lebih stabil ada di bagian bawah.

"Pergerakan lapisan tanah itu masih bisa terlihat dengan adanya fenomena retakan atau tanah amblas. Tidak meluncur seketika," kata Adrin.

Baca juga: Potensi Bencana di Tengah Pandemi, Apa yang Harus Disiapkan?

Merusak pemukiman dan lahan pertanian

Menurut Adrin, fenomena yang lebih berbahaya adalah ketika tanah meluncur seketika tanpa ada peringatan, dan berubah menjadi aliran.

"Itu yang berbahaya karena warga setempat tidak bisa melihat indikasi adanya ancaman itu, tapi kalau yang ini kan bisa dilihat. Ada retakan yang menyebabkan lantai rumah rusak, tanah yang turun, jadi masih bisa diwaspadai sehingga bisa dilakukan evakuasi," kata Adrin.

Mengenai dampak yang ditimbulkan dari tanah bergerak di Dusun Cilimus, Adrin mengatakan, kerusakannya belum sampai mengancam keselamatan manusia, namun yang terdampak adalah pemukiman dan lahan-lahan pertanian di sekitar lokasi tersebut.

Baca juga: Mengenal Sabo Dam, Solusi Penanggulangan Banjir Lahar Gunung Merapi...

"Fenomena seperti ini sering terjadi di Jawa Barat. Salah satu tipe yang terjadi seperti ini, nendatan (slump), tapi yang paling banyak menimbulkan korban jiwa adalah yang tipenya luncuran atau aliran," kata Adrin.

Dia menambahkan, peristiwa tersebut berbeda dengan fenomena likuefasi yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah beberapa waktu yang lalu.

"Kalau itu likuefasi. Tanahnya memang bergerak, tapi penyebabnya beda. Penyebabnya yang di Palu itu kan goncangan gempa yang sangat kuat, kemudian air tanahnya di sana dangkal," kata Adrin.

"Jadi ketika menerima goncangan air tanahnya naik, maka tanah berubah jadi lumpur, kemudian ada kemiringan, maka dia mengalir seperti lumpur," imbuhnya.

Baca juga: Ramai soal Semburan Gas Campur Lumpur di Blora Disebut Mud Volcano, Apa Itu?

Relokasi penduduk

Adrin mengatakan, mitigasi atau upaya untuk mencegah agar bencana ini tidak terjadi lagi cukup sulit dilakukan, namun ada upaya untuk mereduksi dari dampak tanah bergerak masih memungkinkan untuk dilakukan.

"Ini agak sulit untuk memitigasinya, tapi untuk mereduksinya mungkin bisa. Karena ini disebabkan muka air tanahnya dalam, bisa jadi puluhan meter. Kalau air tanah itu ingin dikontrol supaya enggak naik itu ada teknologinya, tapi cukup mahal," kata Adrin.

"Kemudian yang bisa kita lakukan untuk mengurangi ancaman ini, jadi kejadiannya tidak terjadi dalam jangka waktu dekat, itu dengan mengurangi lahan-lahan basah, seperti petak-petak sawah, yang bisa menyebabkan aliran air di permukaan masuk ke dalam tanah," imbuhnya.

Baca juga: Melihat Cara Belanda Mengatasi Banjir...

Namun, Adrin menyebut bahwa solusi tersebut cukup dilematis. Pasalnya, kemungkinan besar penduduk di lokasi tersebut berprofesi sebagai petani, sehingga mengubah lahan basah menjadi lahan kering akan berpotensi mengganggu mata pencaharian mereka.

"Salah satu upaya untuk menghindari bencana ya merelokasi masyarakat di situ. Karena ini cukup susah, kalau misalkan hanya longsor di permukaan lereng, bisalah itu kita pasang dinding penahan tanah," kata Adrin.

"Tapi kalau ini, lahannya cukup luas, kemudian bidang longsornya di dalam tanah itu cukup dalam, muka air tanahnya itu juga cukup dalam, nah ini melakukan upaya mitigasinya akan mahal sekali," imbuhnya.

Baca juga: Ledakan di Lebanon, Bencana di Antara Pusaran Krisis Ekonomi dan Politik

Menurut Adrin, agar masyarakat bisa tetap beraktivitas di wilayah tersebut, salah satu caranya adalah dengan merelokasi mereka ke daerah yang lebih stabil.

Dia mengatakan, upaya tersebut lebih efisien dari segi ongkos, karena dilakukan dengan cara memindahkan tempat tinggal masyarakat, dan tidak mengganggu lahan yang menjadi mata pencaharian mereka.

"Jadi kalau ada pergerakan tanah tidak ada lagi risiko terhadap korban jiwa, tapi kalau kerusakan pada lahan persawahan kan masih bisa diperbaiki. Kalau ada kerugian saat panen kan bisa diganti oleh pemerintah setempat," kata Adrin.

Baca juga: Mengenal Darurat Bencana Hidrometeorologi yang Ditetapkan Khofifah di Jawa Timur

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Rentetan Bencana Sepanjang 2019

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi