Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Melambungnya Harga Kedelai Impor 2021...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/DEWANTORO
Seorang pekerja di pabrik tempe di Gang Nabar, Jalan Pintu Air, Kelurahan Kuala Bekala, Kecamatan Medan Johor mengeringkan kedelai setelah dimasak. Melonjaknya harga kedelai membuat pengrajin tempe menjerit.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Informasi terkait melambungnya harga kedelai baru-baru ini dikeluhkan sejumlah pihak, terutama para perajin tahu dan tempe.

Bahkan, para perajin tahu dan tempe dikabarkan sempat mogok produksi selama 1-3 Januari 2021 lantaran kelangkaan pasokan kedelai di pasaran.

Para perajin tempe dan tahu yang mengandalkan kedelai impor sebagai bahan baku produksi mereka, menjerit ketika mengetahui harga kedelai impor melonjak sekitar Rp 2.000 per kilonya pada awal tahun kemarin.

Harga kedelai yang semula ada di kisaran Rp 6.000-7.000-an per kilogram kini naik menjadi Rp 8.000-9.000-an per kilogramnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Polemik Impor dan Anjloknya Harga Garam...

Lantas, mengapa harga kedelai di pasaran kerap tidak tentu dan sering naik turun?

Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Catur Sugiyanto menyebut, ada sejumlah faktor yang membuat harga kedelai impor di Indonesia membumbung tinggi.

Catur menyebut ada 3 negara eksportir utama kedelai bagi Indonesia, yakni Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina.

Namun ia melihat tidak ada penurunan produksi kedelai di ketiga negara itu yang menyebabkan terganggunya proses ekspor ke negara-negara dunia, termasuk Indonesia.

"Dari segi produksi di ketiga negara tadi, tidak ada informasi penurunan produksi (kedelai)," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/1/2021).

Baca juga: Viral Tempe Kedelai Kuning Lebih Baik dari Tempe Kedelai Putih, Benarkah?

Faktor yang mempengaruhi

Namun, memang harus diakui ada sejumlah hal atau faktor yang memiliki andil dalam fluktuatifnya harga kedelai impor ini di Indonesia.

Catur membaginya menjadi dua, jangka pendek dan jangka panjang.

"Dalam jangka pendek, 1-2 tahun ke depan dengan adanya Covid-19, pengiriman kedelai (dari negara eksportir ke negara importir) agak terganggu," katanya lagi.

Baca juga: Viral Tempe Kedelai Kuning Lebih Baik dari Tempe Kedelai Putih, Benarkah?

Tentu ini terkait erat dengan banyaknya pembatasan dan aturan yang diberlakukan sejumlah negara dalam rangka mengendalikan pandemi Covid-19 di wilayahnya.

Faktor lain adalah keberadaan China sebagai negara importir kedelai terbesar di Asia. Telah pulihnya China dari terpaan badai hebat Covid-19 membuat kebutuhan kedelai di negara berpenduduk padat itu meningkat, khususnya untuk keperluan pangan.

"China sudah mulai recover (dari) Covid-19, sehingga permintaan kedelai untuk pakan meningkat, akibatnya banyak kedelai tersedot ke China," jelas Catur.

Baca juga: Jokowi Singgung soal Impor, Berikut 10 Barang yang Masih Diimpor oleh Indonesia

"Sehingga ketersediaan untuk Indonesia dan negara Asia lainnya semakin sedikit. Tidak ekonomis untuk mengirimkan ke Indonesia," lanjut dia.

Selanjutnya untuk faktor jangka panjang, naiknya harga kedelai impor di Indonesia akan banyak dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan atas komoditas ini di pasar Eropa.

Hal ini seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat barat yang mulai mempertimbangkan untuk tidak mengonsumsi produk-produk hewani atau menjalani pola hidup vegan.

"Konsumen di Eropa banyak mengonsumsi produk olahan dari tumbuhan, karena mengurangi konsumsi daging. (Sementara) sebagian kedelai (di negara-negara eksportir) diproses untuk pasar Eropa juga," papar dia.

Baca juga: Di Balik Impor Sampah Plastik Berkedok Bahan Baku Industri

Indonesia belum bisa penuhi kebutuhan kedelai nasional

Permasalahan ini akan terus berulang, karena Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

Mengacu pada data sebagaimana diberitakan Kompas.com (23/8/2020), Catur menyebut saat ini Indonesia mengalami defisit 1,7 juta ton kedelai.

Melihat luasan lahan dan tingkat produktivitas di Tanah Air, Catur menyebut Indonesia masih terlihat sulit untuk bisa memenuhi defisit yang ada.

Baca juga: Selain Membuat Kulit Lebih Cantik, Ini Manfaat Tempe bagi Kesehatan

"Dengan produktivitas 15 kuintal per hektare, maka diperlukan 13.333.333 hektare lahan untuk menutup defisit ini. Jika lahan non padi (ubi jalar, ubi kayu, kacang hijau, dan lain-lain) hanya sekitar 8 juta hektare, tidak cukup utuk menghasilkan kedelai (yang dibutuhkan)," jelas Catur.

"Jadi kita memang tidak mungkin memenuhi defisit kedelai dengan produksi di dalam negeri," lanjut dia.

Ia menyebut, mungkin saja kebutuhan nasional akan kedelai dapat terpenuhi, namun satu-satunya harapan adalah dengan membuka lahan baru di luar Jawa.

Baca juga: Mengapa Bandung Kerap Diterjang Banjir?

Kapan harga kembali normal?

Dengan memperhatikan faktor dan kondisi yang ada, Catur menyebut harga kedelai impor di Indonesia baru bisa turun dan stabil ketika terpenuhinya dua hal.

"Kuncinya di pengapalan kedelai dan penyerapan kedelai oleh importir utama (China)," jawabnya singkat.

Ia berharap proses pengapalan yang saat ini terhambat akibat Covid-19 bisa segera kembali normal sehingga mampu membawa stok kedelai untuk memenuhi kebutuhan di pasar Asia.

"Semoga pengapalan kembali normal dan mampu memenuhi kebutuhan China dan masih tersisa sehingga bisa dikirim ke pasar Asia lainnya, termasuk Indonesia," pungkasnya.

Baca juga: Lebih Dekat dengan Program Pangan Dunia (WFP), Peraih Nobel Perdamaian 2020

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 6 Makanan dan Minuman untuk Bantu Tidur Lebih Nyenyak

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi