Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Kondisi Dinamika Atmosfer Saat Sriwijaya Air SJ 182 Hilang Kontak? Ini Kata Lapan...

Baca di App
Lihat Foto
Lapan
Analisa dinamika atmoser saat Sriwijaya Air hilang
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com – Proses pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ 182, rute penerbangan Jakarta-Pontianak yang jatuh di sekitar Kepulauan Seribu terus dilakukan pihak terkait, Minggu (10/1/2021).

Distrik Manajer Sriwijaya Air Pontianak Faisal Rahman menyebutkan ada 62 jiwa yang berada di dalam pesawat Sriwijaya Air tersebut.

Perinciannya yakni 56 penumpang dan 6 awak kabin, seperti pilot dan pramugari.

Baca juga: Sriwijaya Air Hilang Kontak, Ini Deretan Kecelakaan Pesawat di Indonesia dalam Satu Tahun Terakhir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak setelah empat menit lepas landas dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, atau sekitar pukul 14.40 WIB.

Menurut catatan, pesawat sempat diizinkan naik ke ketinggian 29.000 kaki pada pukul 14.37 WIB. Setelah itu, pesawat terpantau tidak sesuai dengan arah perjalanan.

Baca juga: Sriwijaya Air SJ 182 Berusia 26 Tahun, Apakah Usia Berpengaruh terhadap Kecelakaan Pesawat?

Lantas bagaimana kondisi dinamika atmosfer saat pesawat Sriwijaya Air hilang kontak?

Peneliti dari Tim Reaksi dan Analisis Kebencanaan (TREAK) Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer PSTA-Lapan Trismidianto mengatakan dari analisis dinamika atmosfer menunjukkan sistem konveksi skala meso telah terbentuk di atas Lampung dan sekitar Laut Jawa pada Sabtu (9/1/2021) sejak pukul 11.00 WIB.

Sistem konveksi skala meso ini pecah dan berpropagasi (menjalar) ke tenggara yang berasosiasi dengan pertumbuhan sistem konveksi skala meso lain di atas Jawa bagian barat selama rentang waktu pukul 13.00-15.00 WIB.

“Sistem konveksi skala meso adalah kumpulan awan konveksi yang bergabung dalam satu sistem yang biasanya memicu terjadinya hujan deras,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/1/2021)

 Baca juga: Sriwijaya Air SJ 182 Berusia 26 Tahun, Apakah Usia Berpengaruh terhadap Kecelakaan Pesawat?

Adapun analisis dinamika atmoser selanjutnya menurut TREAK PSTA-Lapan yakni:

1. Kondisi sinoptik

Dari analisis ini terdapat borneo vortek dan westerly burst (angin baratan kuat) dari Samudera Hindia.

Kecepatan burst saat itu 7-8m/det pada ketingian 1,5 km yang lebih kuat dibandingkan klimatologis angin monsun baratan (~3 m/det).

"Kondisi sinoptik yakni kondisi yang dianalisis dari gejala atmosfer dengan cara analisis peta cuaca atau spasial," terang Trismidianto.

Adapun borneo vortek, secara awam bisa disebut sebagai salah satu pusaran atau vortisitas angin yang berlawanan arah jarum jam yang terjadi di laut bagian utara pulau Kalimantan yang biasanya juga mempengaruhi pergerakan angin dan hujan di sekitarnya.

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2020 Berakhir dan Musim Penghujan di Indonesia Dimulai?

2. Kondisi meso 

Di sekitar lokasi kejadian terdapat konvergensi angin dari utara dan barat di permukaan yang telah menginstruksikan kelembapan dan menumbuhkan sistem konveksi baru dari Laut Jawa ke utara Jakarta.

3. Kondisi lokal

Pertumbuhan sistem konveksi di atas lokasi kejadian menunjukkan koneksi antara sistem konveksi skala meso di bagian utara dan di selatan.

Koneksi tersebut menunjukkan sistem konveksi di utara berperan menginduksi konveksi baru sekaligus mengalami propagasi ke selatan.

Baca juga: Lapan Sebut Suara Dentuman Bukan dari Letusan Gunung Anak Krakatau

"Pada analisis kita memang terlihat adanya proses pembentukan sistem konveksi di sekitar titik kejadian, tetapi tidak ada indikasi kondisi ekstrem. Kondisi dinamika atmosfer ini mempengaruhi pesawat yang melintas, tetapi belum tentu menjadi penyebab jatuhnya pesawat," katanya lagi.

Meski demikian Trismidianto menekankan analisis Lapan terkait dengan dinamika atmosfer tersebut bukan suatu kesimpulan penyebab kecelakaan.

“Kami tidak menyimpulkan bahwa cuaca sebagai penyebab jatuhnya pesawat. Kami hanya memberikan analisis dari segi dinamika atmosfer pada saat kecelakaan. Info penyebab harus kita tunggu dari KNKT,” imbuh dia.

Baca juga: Ramai Fenomena Disebut Lintang Kemukus, Ini Penjelasan Lapan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi