Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Tagihan Listrik Membengkak hingga Rp 68 Juta, Ini Penjelasan PLN

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Ilustrasi meteran listrik.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sebuah unggahan pelanggan PLN di daerah Tangerang, Banten, yang mengalami lonjakan tagihan listrik mencapai Rp 68 juta viral di media sosial Twitter. 

Sebab, pelanggan tersebut mengaku biasanya hanya menerima tagihan listrik sebesar Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per bulannya. 

Unggahan itu viral di Twitter, 15 Januari 2020. Hingga kini twitnya telah disukai lebih dari 23.400 kali dan dibagikan ulang lebih dari 9.300 kali.

Baca juga: PLN Pastikan Tarif Listrik Tak Akan Naik di Awal 2021

Tagihan membengkak

Pelanggan PLN, yakni ibu rumah tangga berinisial M (31), menceritakan kronologinya kepada Kompas.com, Minggu (17/1/2021).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarganya tinggal di rumah di Tangerang sejak Februari 2020. Dia mengatakan, kejanggalan muncul ketika pada Oktober 2020 suaminya mendapatkan tagihan online yang membengkak, yakni hampir Rp 5 juta.

Padahal, dia mengaku biasanya hanya mendapat tagihan Rp 500.000-Rp 700.000 per bulan.

Kemudian, bulan November 2020 juga masih sama, mereka menerima tagihan hampir Rp 5 juta. Karena merasa aneh, keluarga itu datang ke PLN Cabang Kreo Ciledug.

Singkat cerita, tiba-tiba ada petugas PLN yang datang untuk mengecek meteran pada 14 Januari 2021.

Baca juga: Efek kWh Meter Tua dan Program Penggantian Gratis PLN...


Meteran perlu diganti

Petugas yang memakai seragam itu mengatakan, meteran perlu diganti karena tidak presisi. M mengizinkan petugas untuk mengganti meterannya karena merasa memang tidak pernah diganti sejak 2019.

"Lalu saya disodorin BA (berita acara), bilang besok ke kantor buat cek unit bersama karena meteran angkanya enggak presisi. Enggak ada bilang curiga atau apa, kita mah iyain aja wong enggak ngerasa ngapa-ngapain," katanya kepada Kompas.com, Minggu (17/1/2021).

Kemudian pada 15 Januari 2021, dia dan suami datang ke kantor PLN yang ditentukan pada pukul 10.00 WIB.

"Sampai di sana, unit meteran kita yang di dalam plastik dibuka sendiri sama pihak PLN-nya. Enggak diperlihatkan ke kita kayak buka hape baru gitu loh, yang sama-sama lihat dari A sampe Z. Dijelaskan komponennya aja enggak," ungkapnya.

Kemudian petugas mengatakan kepada mereka bahwa ada kabel yang tidak seharusnya. Keduanya terkejut. Mereka ditunjukkan kabel hitam yang rapi dipasang di dalam komponen meteran.

"Saya dan suami kaget sekali dan berusaha mencari bagan meteran tipe tersebut di Google untuk perbandingan. Mereka juga enggak ngasih foto/bagan meteran yang benar, kita pikir kita mau dikerjain kayaknya. Jadi berusaha cari referensi lewat Google. Tentunya enggak ada," imbuhnya.

Baca juga: Token Listrik Gratis PLN www.pln.co.id, Golongan Pelanggan dan Cara Mendapatkannya

Denda Rp 68 juta

M mengatakan, setelah itu mereka langsung diberi denda sebanyak Rp 68 juta itu karena PLN menyebut mereka telah melanggar tingkat 2 P2TL. Namun, yang membuat dia tidak terima adalah karena dari uji lab hanya error 10-15 persen.

Dia dan suaminya juga sudah menjelaskan bahwa rumah tersebut masih atas nama kakak dari suami. Keduanya ingin menanyakan terkait adanya kabel hitam itu. Namun, mereka mengaku tidak diizinkan dan harus membayar denda saat itu juga atau diputus listriknya.

"Kami mau konfirmasi boleh enggak satu sampai tiga hari gitu. Jawabannya apa? Enggak boleh. Bayar hari ini atau sebelum jam 5 listrik Bapak diputus," kata dia.

Dia mengatakan, ketentuan tersebut tidak bisa dinegosiasi. Padahal, menurut aturan yang dia baca, ada waktu tiga hari. Karena tidak ada uang sebanyak itu, pihak petugas memutuskan boleh membayar sebesar 30 persen lebih dulu atau sekitar Rp 20,4 juta.

"Tapi saya benar-benar merasa saya diancam dan dipaksa oleh PLN untuk membayar hal yang tidak kami lakukan. Kami bahkan bersedia diinvestigasi polisi dan disidik jari kalau memang bersalah, tapi mereka bilang mereka enggak mau tahu dan harus bayar hari ini juga atau listrik mati," imbuhnya.

M juga merasa bahwa tindakan PLN tidak adil karena tidak menjelaskan opsi lain bahwa keluarga yang bersangkutan juga bisa mengajukan keberatan. Hal itu baru dia ketahui belakangan. Dia berharap sisa denda bisa dinegosiasikan. 

"Kalau katanya kami sudah tanda tangan menerima kenyataan itu, ya karena dipaksa bayar atau diputus. Kalau tanda tangan ya bersedia membayar. Jadi ini pemaksaan juga. Kalau saya memang terima, saya enggak akan bikin thread," jelas M. 

Baca juga: PLN Sediakan Layanan Premium bagi Semua Golongan Pelanggan, Apa Itu?

Klarifikasi PLN

Terkait kejadian itu, Kompas.com menghubungi SRM General Affairs PLN UID Jakarta Raya, Emir Muhaimin. 

Pihaknya mengatakan, di lokasi pelanggan telah dilakukan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL), hasilnya ditemukan indikasi ketidaksesuaian yang akhirnya ditetapkan adanya pelanggaran kategori P2 dengan besaran tagihan susulan (TS) sesuai aturan sebesar yang ditwit oleh pelanggan.

Dia juga mengatakan, pelanggan telah membayar uang muka sebesar 30 persen dan sisanya dicicil.

Namun, dia mengatakan, pihak PLN Kebon Jeruk terbuka sehingga pelanggan bisa menyampaikan keluhan secara langsung.

"Saat ini pihak PLN Kebon Jeruk terus berkomunikasi dengan pihak pelanggan dan menurut kami pintu komunikasi dengan PLN selalu terbuka dan tidak pernah kami tutup. Jadi jika ada keluhan silakan disampaikan kepada PLN secara langsung," katanya kepada Kompas.com, Minggu (17/1/2021).

Baca juga: 2,99 Juta Pelanggan PLN Dapat Penurunan Tarif Listrik hingga Desember 2020

Selain itu, Manajer UP3 Kebon Jeruk Yondri Nelwan dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Minggu (17/1/2021), juga menjelaskan kronologinya menurut pihak mereka.

Dalam keterangan tertulis tersebut, pada 14 Januari 2021, petugas PLN sudah mendatangi keluarga yang bersangkutan untuk melakukan P2TL dan disaksikan pemilik rumah.

"Ditemukan kejanggalan pada kWh meter, yaitu pada angka meter dan segel. PLN membawa kWh meter tersebut untuk dilakukan pengujian," tulis PLN UP3 Kebon Jeruk.

Lalu bersamaan dengan itu, kWh meter di rumah pelanggan diganti dengan yang baru.

Pada 15 Januari 2021, PLN melakukan pengujian terhadap kWh meter tersebut di Laboratorium Tera PLN, disaksikan pihak keluarga dan pihak kepolisian.

"Dari hasil pengujian, ditemukan kawat jumper pada kWh meter yang memengaruhi penghitungan pemakaian tenaga listrik. Pelanggaran tersebut masuk ke golongan pelanggaran P2, yaitu memengaruhi pengukuran energi dan dikenakan tagihan susulan (TS) sebesar Rp 68.051.521," tulis PLN juga.

Baca juga: Tarif Listrik PLN Turun Mulai Bulan Ini, Cek Besaran dan Siapa Saja yang Dapat

Menurut PLN, pihak keluarga itu sudah menerima penjelasan dari PLN dan bersedia membayar tagihan susulan tersebut dengan uang muka sebesar 30 persen. Sisanya dibayar secara angsuran.

PLN Kebon Jeruk mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mengutak-atik kWh meter yang dapat memengaruhi pemakaian energi listrik.

Selain itu, juga diimbau bahwa sebelum melakukan jual beli/sewa rumah agar melakukan cek kelistrikan (seperti rekening, kWh) ke PLN agar tidak timbul permasalahan di kemudian hari.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi