Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Vaksinasi Covid-19, Harapan, dan Pijakan Kaki

Baca di App
Lihat Foto
Wulang Sunu
Jernih Melihat Dunia. Artwork karya Wulang Sunu untuk Kompas.com
Editor: Heru Margianto

Hai, apa kabarmu? Semoga kabarmu baik.

Saat ini, seperti saya alami, memastikan kabar keluarga, sahabat atau teman-teman bukan lagi pertanyaan basa-basi. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, menyadari kondisi diri menjadi penting.

Sekali lagi, apa kabarmu? Sambil menarik nafas dalam dan mengembuskannya pelan, jawablah pertanyaan ini untuk dirimu sendiri. Karena pertanyaan untuk diri sendiri, jawablah sejujur-jujurnya apa pun kenyataan yang disadari.

Tak perlu berpura-pura baik jika kabar memang sedang tidak baik. Tak perlu berpura-pura tidak baik jika kabar memang sedang baik. Sadari dan terima. Kesadaran dan penerimaan atasnya jauh lebih baik, apa pun itu kondisinya.

Pertanyaan soal kabar ini saya ulang karena harapan baik untuk tahun 2021 seperti gugur di dua minggu pertama. Secara beruntun, rasa duka menghampiri kita.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum pulih duka kita karena kecelakaan pesawat Sriwijaya Air di perairan Kepulauan Seribu, banjir besar terjadi di Kalimantan Selatan, longsor terjadi di Sumedang, gempa bumi terjadi di Sulawesi Barat dan sejumlah gunung berapi aktif memberi tanda-tanda akan adanya bahaya.

Bagaimana kita meletakkan harapan di tengah kerapuhan dan ketidakmampuan kita untuk menghadapi ketidakpastian yang demikian besar juga ketika berhadapan dengan fenomena alam?

Apa makna kabar buruk dan kerap memunculkan penderitaan di tengah kegairahan kita meletakkan harapan? 

Seorang teman datang menyapa lewat pesan di media sosial. Teman yang kerap jadi teman bercakap-cakap di sela-sela waktu istirahat ketika mengajar di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di Serpong, Tangerang.

Teman saya meyapa lewat artikel terbarunya. Sebagai doktor dengan bidang penelitian filsafat politik, filsafat ilmu dan kebijaksanaan timur, hampir setiap minggu ada artikel terbaru muncul di blognya.

Jauh dari gambaran doktor filsafat pada umumnya, tulisan-tulisan teman saya ini mudah sekali dicerna justru karena tidak hendak menunjukkan kepakarannya. 

Atas pertanyaan yang memunculkan rasa gelisah soal harapan dan penderitaan, teman saya itu menulis artikel berjudul "Batu yang Dilempar Pasti Kembali ke Tanah".

Artikel yang dikirimkannya lewat aplikasi Whatsapp itu membuat saya hening dan menemukan jawaban. Jatuh adalah hukum alam untuk sesuatu yang dilambungkan atau dilemparkan ke atas.

Rasa sakit atau penderitaan yang hadir karena jatuh adalah pintu masuk untuk kesadaran. Dalam bahasanya, derita akan membangunkan dari tidur yang membuat kita terlenakan.

Nama teman saya ini adalah Reza AA Wattimena. Adik kelas jauh ketika kuliah dan telah menyelesaikan studi doktoral di kampus idaman saya.

Kami sering bercakap-cakap karena memiliki perhatian dan kegelisahan yang sama. Meskipun jauh lebih muda, saya banyak menimba kebijaksanaan dan mendapatkan kesadaran-kesadaran baru darinya.

Oya, soal kesadaran baru, vaksin memang sudah didapatkan dari hasil sejumlah penelitian. Di Indonesia, vaksinasi sudah dimulai pertama-tama dari Presiden Joko Widodo pekan lalu dan diikuti tenaga medis dan orang-orang terpilih.

Kegairahan muncul di mana-mana karena kabar baik ini.

Tidak keliru. Kabar baik merawat jiwa kita juga setelah nyaris satu tahun ada dalam tekanan. Atas kabar baik itu, muncul harapan. Pandemi segera berakhir karena vaksinasi yang akan diselesaikan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Berkaca pada sejarah dan pengalaman kita sebagai manusia, tidak ada vaksin yang menghentikan pandemi. Harian Kompas, 18 Januari 2021 membuat laporan khusus dan penelitian soal ini.

Karena itu, sebelum harapan kita lambungkan terlalu tinggi, kita tengok pijakan kaki. Selain vaksinasi, pengendalian penularan virus lewat penguatan surveilans dan perubahan perilaku perlu gigih dan terus menerus dilakukan.

Semua perlu dijalankan bersamaan untuk mewujudnya harapan.

Tanpa langkah kaki yang dipijakkan dengan surveilans (peningkatan kapasitas tes, pelacakan, isolasi dan perawatan) dan perilaku (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak), harapan bisa berantakan. Vaksin bisa gagal.

Terkait dengan kegairahan kita akan vaksinasi, perlu diketahui 15 kondisi orang yang tidak bisa disutik vaksin Sinovac. Dari uji klinis yang dilakukan di Bandung, vaksin ini mampu menurunkan angka kejadian Covid-19 hingga 65,3 persen.

Untuk diketahui, meskipun akan dilakukan sesingkat-singkatnya, ada acuan untuk penyelesaiannya berupa harapan. Diharapkan, akhir Desember 2021, 181,5 juta warga Indonesia telah divaksin.

Karena vaksin dilakukan dua kali dan mengantisipasi hal-hal lain, dibutuhkan 426 juta dosis vaksin sampai harapan itu terpenuhi.

Bagaimana kita meletakan harapan untuk upaya-upaya baik ini?

Jangan tinggi-tinggi karena kaki tetap harus memijak bumi. 

Tanpa pijakan kaki ke bumi, harapan akan jatuh berkeping-keping. Rasa sakit dan derita akan didapati. 

Kalau akhirnya terjadi, ini bukan kerugian. Rasa sakit dan derita adalah pintu masuk untuk kesadaran.

Salam sadar,

Wisnu Nugroho

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi