Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Waterspout di Waduk Gajah Mungkur, Apa Bahayanya?

Baca di App
Lihat Foto
ISTIMEWA
Fenomena waterspout.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Pada Rabu (20/1/2021), terjadi waterspout di Waduk Gajah Mungkur. Warga sekitar sempat mengira waterspout itu adalah angin puting beliung, karena bentuknya yang mirip.

Peneliti di Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Andi Pangerang, menjelaskan, secara visual, waterspout dapat dikenali dari bentuknya yang seperti belalai atau corong pipa panjang dan terlihat turun dari awan jenis cumulus congestus atau cumulonimbus.

"Waterspout merupakan tornado yang terkoneksi dengan air dan memiliki skala mikro. Fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lain-lain," ujar Andi kepada Kompas.com, Kamis (21/1/2021).

Andi mengatakan, waterspout berbeda dengan angin puting beliung atau small tornado.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angin puting beliung memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Skala Fujita-2, menurut ahli tornado keturunan Jepang Tetsuya Fujita dari Universitas Chicago).

Dengan demikian, angin puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam.

Baca juga: Puting Beliung di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Ini Cara Selamatkan Diri Menurut BNPB

Sementara itu, waterspout tornado yang terkoneksi dengan air dan memiliki skala mikro.

Andi mengatakan, diameternya berkisar 30-50 meter dengan durasi antara 1-2 jam.

Menurut dia, waterspout juga berbahaya seperti angin puting beliung karena dapat merusak bangunan.

"Sepengetahuan saya, waterspout dapat merusak bangunan sebagaimana puting beliung," kata dia.

Akan tetapi, bahaya itu bisa terjadi jika bangunan tersebut berada cukup dekat dengan sumber air seperti bendungan, sungai, danau, atau waduk.

"Bahkan jika seseorang berada di dekat waterspout, seseorang tersebut akan dapat dipastikan tidak selamat," ujar Andi.

Oleh karena itu, sebaiknya menjaga jarak jika menemui fenomena waterspout. Jarak amannya, kata Andi, minimal 1-2 kilometer dari pusat waterspout, bergantung dari ukuran waterspout-nya.

Selain itu, waterspout juga bisa menyeret ikan-ikan ataupun habitat air lainnya.

Akan tetapi, lanjut Andi, waterspout tidak sampai menimbulkan tsunami. Hal itu karena tsunami umumnya dari aktivitas seismik, jadi tidak terkait.

Baca juga: Ramai soal Waterspout di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Apa Penyebabnya?

Pembentukan waterspout

Andi menjelaskan, terbentuknya awan cumulonimbus yang sangat cepat dapat memicu cuaca ekstrem, seperti badai guruh, angin puting beliung, hingga waterspout.

Umumnya, hal-hal itu terjadi akibat pertemuan atau tabrakan antara dua angin yang memiliki karakter berbeda atau karena terjadinya geser angin (wind shear), angin ini kemudian terangkat (updraft) dan diperkuat oleh kondisi ketidakstabilan udara di sekitarnya.

Adapun fase waterspout adalah sebagai berikut:

  1. Fase pembentukan awal, pada tahap ini terdapat dukungan temperatur, kelembapan dan pergeseran angin yang menjadi syarat bagi pembentukannya.
  2. Fase awan cerah terbentuk di atas permukaan air.
  3. Awan cerah tersebut dikelilingi oleh awan di sekitarnya yang berwarna abu gelap.
  4. Pembentukan corong berwarna terang yang memanjang dan berbentuk spiral.
  5. Corong spiral memanjang mulai tampak oleh pengamatan visual dan di bagian permukaan air terbentuk percikan air ke segala arah. Pada saat tahapan kelima itu, peluruhan waterspout terjadi ketika terdapat udara lembap atau uap air yang masuk ke dalam corong badainya.

Bagaimana memprediksinya?

Menurut Andi, hingga saat ini masih susah memprediksi waterspout, angin puting beliung, dan sejenisnya.

"Untuk memprediksi cuaca ekstrem satu atau dua hari mendatang masih sulit untuk dilakukan, karena kita harus mencari data perubahan temperatur dan pola aliran angin di atmosfer," kata dia.

Prediksi membutuhkan pengamatan cuaca pada skala waktu yang nyata (real-time) melalui satelit (dengan resolusi tinggi secara ruang dan waktu), radiometer, stasiun cuaca, balon, dan kapal udara.

Membuat skema profiler angin dan pola cuaca yang diturunkan dari radar (C-band, X-band, W-band, dual polarisasi radar) juga sangat penting untuk melakukan prediksi.

Meski demikian, masyarakat tetap dapat melakukan pengamatan secara visual untuk mengetahui potensi terjadinya cuaca ekstrem.

Salah satunya, dengan melihat dari tanda seperti pagi hingga siang hari suhu panas terik, kemudian memasuki sore berubah cepat menjadi mendung kelabu dan merata.

Ada sirkulasi tertutup yang ditunjukkan oleh mendung kelabu dikelilingi oleh warna langit cerah atau terang.

Perbedaan kontras antara mendung dan terang yang saling berdekatan, terdapat awan kelabu yang tampak tersusun berlapis secara vertikal menyerupai pohon.

"Tapi tidak selalu perubahan cuaca yang mendadak dapat menyebabkan munculnya waterspout. Perlu ditelisik juga perubahan suhu dan pola aliran angin," ujar Andi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi