Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RS Penuh dan Kematian Meningkat, Epidemiolog Desak Pemerintah Lakukan Ini

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA
Petugas mengusung peti berisi jenazah yang meninggal dunia karena COVID-19 untuk dimakamkan di TPU Srengseng Sawah, Jakarta, Kamis (14/1/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka area pemakaman untuk jenazah COVID-19 di TPU Srengseng Sawah karena Taman Pemakaman Umum (TPU) khusus COVID-19 telah penuh. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/wsj.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Penanganan pandemi virus corona di Indonesia belum terkendali. Pada Kamis (21/1/2021), Indonesia kembali memecahkan rekor kematian harian Covid-19 terbanyak sejak pertama kali kasus Covid-19 dilaporkan pada Maret 2020.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, per Kamis (21/1/2021), tercatat ada 346 kasus kematian dalam sehari. Dengan demikian, jumlah kematian di Indonesia karena infeksi virus corona total berjumlah 27.203 orang.

Banyaknya kematian salah satunya karena fasilitas kesehatan mulai penuh. Dalam salah satu Twit @LaporCovid disebutkan ada salah satu pasien Covid-19 meninggal di sebuah puskesmas di daerah Tangerang Selatan.

Dia meninggal setelah dua hari tak mendapatkan ICU di wilayah Jabodetabek. Pihak keluarga dan puskesmas telah mencari ke beberapa RS.

Selain itu, LaporCovid19 juga menghubungi lebih dari 75 SPGDT di wilayah Jabodetabek, Dinkes DKI, hingga tim menteri kesehatan. Akan tetapi, semua rumah sakit penuh.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: UPDATE: 346 Pasien Covid-19 Meninggal dalam Sehari, Tertinggi Selama Pandemi

Situasi sudah darurat. Langkah apa yang harus diambil pemerintah?

Angka kematian tinggi, persoalan serius

Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengatakan, tingginya kematian Covid-19 merupakan hal yang serius.

"Angka kematian ini sangat serius karena menunjukkan tingkat keparahan suatu pandemi atau wabah dan ini harus direspons dengan sangat serius," kata Dicky, kepada Kompas.com, Kamis (21/1/2021).

Menurut dia, ada 3 hal yang perlu dianalisis pemerintah untuk mencegah pertambahan kasus dan untuk memahami penyebabnya dengan lebih detail.

1. Waktu

Pemerintah perlu bergerak cepat untuk mendeteksi kasus Covid-19 yang ada di masyarakat.

"Melihat tingginya kasus kematian, artinya ada keterlambatan dalam mendeteksi secara dini atau menemukan kasus secara cepat. Mereka yang datang ke RS sudah dalam kondisi parah dan tidak tertolong," ujar Dicky.

Selain itu, tingginya angka kematian juga berkorelasi dengan angka kasus Covid-19. Dengan demikian, jika dalam 2 minggu kasus meningkat 2 kali lipat, maka angka kematian juga bisa meningkat lagi.

Oleh karena itu, perlu tracing, walaupun jika kapasitas testing tidak tersedia. Menurut Dicky, tracing tetap harus dilakukan.

Baca juga: Kalau Warga Tidak Patuh, Kasus Terus Bertambah dan Ruang Isolasi Penuh, Apa Tidak Kasihan

2. Tempat

Pemerintah juga harus mencari tahu di mana kematian paling sering terjadi.

Harus ada catatan mulai dari provinsi, kabupaten, kota, hingga desa. Lalu, kematian paling banyak terjadi di rumah sakit, rumah, tempat kerja, atau di tempat lain.

3. Orang

Selain itu, menurut Dicky, pemerintah juga perlu mencatat dari kalangan mana orang-orang atau pasien Covid-19 yang meninggal dunia.

Apakah mereka orang yang sering bertemu atau berinteraksi dengan masyarakat, lalu apa pekerjaan mereka, dan sebagainya.

Jika hal-hal itu bisa dilakukan pemerintah, maka kasus Covid-19 hingga kematian bisa dicegah lebih dini.

Putus rantai penularan

Dihubungi terpisah, menurut Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo hal terpenting adalah menghentikan kasus Covid-19 di hulu. Sementara itu, kematian Covid-19 adalah kondisi di hilir.

"Yang utama adalah memblok kasus di hulu, yaitu pemutusan rantai penularan secara serius," ujar Windhu kepada Kompas.com, Kamis (21/1/2021).

Ia kepada pemerintah untuk menemukan kasus Covid-19 sebanyak mungkin agar sumber penular bisa diisolasi melalui testing dan contact tracing yang massif.

Menurut Windhu, kelemahan Indonesia justru ada pada testing dan tracing yang sangat rendah.

Selain itu, dia juga meminta pemerintah untuk membatasi pergerakan dan interaksi warga secara serius.

"Bukan setengah hati seperti PPKM yang sedang diberlakukan saat ini yang serba tanggung," kata dia.

Perkuat bed isolasi dan ICU

Di hilir, pemerintah harus memperkuat kapasitas bed isolasi dan ICU RS.

Dia mengatakan, selama kasus mengalir deras dari hulu, maka rumah sakit tidak akan bisa menampung, over capacity. Akibatnya, kematian akan terus terjadi.

Penambahan kapasitas secara fisik (bed, ruang tekanan negatif, peralatan bantu pernapasan termasuk ventilator, obat-obatan) relatif lebih mudah.

"Akan tetapi yang sulit adalah menambah SDM (dokter, perawat, dan lain-lain), karena ini butuh waktu yang panjang untuk mencetaknya. Tenaga kesehatan punya batas kelelahan fisik," kata Windhu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi