Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[HOAKS] Vaksinasi Jokowi Gagal dan Harus Diulang

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/AKBAR BHAYU TAMTOMO
Ilustrasi hoaks
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sebuah pesan mengenai vaksin Sinovac yang disebut tidak berhasil saat disuntikkan kepada Presiden Jokowi karena sudut penyuntikan tidak tegak lurus beredar di media sosial Facebook.

Pesan tersebut juga terpantau tersebar di aplikasi berbagi pesan WhatsApp.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Kompas.com, pesan tersebut adalah tidak benar.

Baca juga: [HOAKS] Seseorang di NTB Pingsan Setelah Disuntik Vaksin Sinovac

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Narasi yang beredar

Informasi yang mengatakan bahwa vaksin yang disuntikkan kepada Presiden Jokowi sebagai vaksinasi gagal dan harus diulang beredar di media sosial Facebook.

Adapun narasi yang beredar adalah sebagai berikut:

"Bismillaahirrohmaanirrohiim,

Cirebon Indonesia, 14 Januari 2021

Kepada

Yth : Presiden Republik Indonesia

Ir. H. Joko Widodo

Di tempat

Salam Vaksinasi,

Hari ini, saya melihat anda divaksinasi. Setelah melihat berkali-kali video itu dan berdiskusi dengan para dokter serta para perawat senior, maka saya menyimpulkan bahwa vaksinasi yang anda lakukan adalah gagal. Atau anda belum divaksinasi. Alasannya adalah

Injeksi vaksin Sinovac, harusnya intramuskular ( menembus otot). Untuk itu, penyuntikkan harus lah dilakukan dengan tegak lurus (90 derajat). Dan memakai jarum suntik untuk ukuran volume minimal 3 cc ( spuit 3cc ). Tetapi yang menyuntik anda tadi siang memakai spuit 1cc dan tidak tegak lurus 90 derajat. Hal tersebut menyebabkan vaksin tidak menembus otot sehingga tidak masuk kedalam darah. Suntikan vaksin yang dilakukan pada anda tadi siang hanyalah sampai di kulit ( intrakutan ) atau dibawah kulit ( sub kutan ). Dan itu berarti vaksin tidak masuk ke darah.

Baca juga: Berikut Negara-negara yang Menyetujui Penggunaan Vaksin Sinovac untuk Lawan Covid-19, Mana Saja?

Pabrik vaksin Sinovac telah membuat zat vaksin tersebut, hanya bisa masuk ke darah bila disuntikkan dengan cara intramuskular. Penyuntikkan dikulit i(ntrakutan) atau dibawah kulit ( subkutan) tidak akan menyebabkan vaksin tersebut masuk ke dalam darah. Kalaupun dapat masuk, hanyalah sedikit sekali. Lain halnya bila vaksin atau obat itu di desain untuk tidak disuntikkan secara intramuskular. Misalnya menyuntikkan insulin. Injeksi insulin harus dilakukan secara subkutan.

Selain itu, setelah menonton berkali-kali, saya melihat bahwa masih ada vsksin yang tertinggal pada spuit tersebut. Atau tidak seluruh vaksin disuntikkan.

Satu orang lagi, yang saya lihat menjalani vaksinasi adalah Raffi Ahmad. Penyuntikkan dengan sudut 90 derajat sudah benar. Dan vaksin dalam spuit telah habis dikeluarkan semuanya. Tetapi karena yang digunakan spuit 1cc, maka sudah pasti spuit tersebut tidak dapat menembus otot Raffi Ahmad. Atau Raffi Ahmad pun harus mengulang vaksinasi COVID-19 seperti juga anda.

Baca juga: Media Asing Soroti Raffi Ahmad yang Lepas Masker dan Tidak Jaga Jarak

Bapak Presiden RI yang terhormat,

Dengan dasar apa yang dituliskan diatas, wajib bagi anda untuk secepatnya divaksin lagi. Sebab vaksin Sinovac mewajibkan diulanginya suntikan vaksin setelah 1 Bulan suntikan pertama. Atau harus dua kali suntikan vaksin, supaya timbul respon imunitas dari tubuh. Dengan diulanginya vaksinasi yang gagal hari ini, maka jelas bagi anda, kapan lagi jadwal vaksinasi yang ke dua. Hal itu sangat penting bagi anda, bila memang anda meyakini bahwa vaksinasi COVID-19 dengan vaksin Sinovac, memang bermanfaat untuk terhindar dari serangan COVID-19.

Bapak Presiden RI yang terhormat,

Contoh teladan seperti yang saya tuliskan diatas, diharapkan akan menambah semangat dan kepercayaan bawahan anda serta seluruh rakyat Indonesia akan manfaat vaksinasi COVID-19.

Baca juga: Raffi Ahmad, Elvis Presley, dan Kampanye Vaksinasi...

Pada akhirnya demi rasa kasih sesama manusia dan untuk tidak dimurkai Tuhan sebagai orang-orang yang menyembunyikan ilmunya, maka saya menasihatkan anda untuk mengecek rapid antibody sebelum mengulang vaksin yang gagal itu. Hal itu untuk mencegah terjadinya reaksi Antibody Dependent Enhacement( ADE ). Dimana bila hal itu terjadi, maka virus-virus mati yang berada dalam vaksin Sinovac itu, akan dengan mudah masuk kedalam sel-sel organ penting anda ( jantung,otak,ginjal ). Dan bila itu terjadi maka bisa saja menyebabkan kerusakan organ-organ vital tersebut bahkan kematian. Betapapun para ahli mengatakan kemungkinan untuk terjadinya reaksi ADE akibat vaksinasi Sinovac adalah kecil. Pada pandangan saya,tidak ada salahnya bila seseorang yang mampu, untuk melakukan cek rapid antibody sebelum dilakukan vaksinasi Sinovac. Bila rapid Antibody negatif, maka aman untuk divaksinasi. Tetapi bila positif sebaiknya batalkan vaksinasi Sinovac itu. Karena seperti surat yang pernah saya kirimkan dulu kepada anda, bahwa vaksin Sinovac adalah vaksin terlemah dalam menimbulkan respon imunitas dari 10 vaksin unggulan WHO. Maka tanpa disuntikkan vaksin Sinovac pun tidaklah masalah. Karena kita telah mempunyai antibody terhadap virus COVID-19 itu ( rapid test antibody positif ).

Saran saya yang lain lagi adalah cukuplah anda 3x saja menjadi contoh sebagai orang pertama yang disuntik vaksin ( 1x gagal, 1x mengulang kegagalan dan 1x lagi booster, 1 bulan setelah suntikan mengulang kegagalan itu ).

Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?

Kenapa hal tersebut saya katakan ?.

Karena, vaksinasi COVID-19 harus dilakukan booster berulang kali. Disebabkan, berdasarkan penelitian, respon imunitas yang dihasilkan akibat vaksinasi COVID-19, paling lama adalah 3-4 Bulan. Dan maksimal adalah 6 Bulan. Karena itulah vaksinasi COVID-19 harus diulang-ulang terus. Minimal 2x dalam 1 Tahun.

Mengulang-ulang vaksinasi ( entah sampai kapan) selain menyebabkan kemungkinan ADE seperti yang saya tuliskan diatas, juga dapat menyebabkan kemungkinan masuknya virus mati ( Sinovac dan Sinopharm ) atau bagian protein dari virus tersebut ( seperti vaksin-vaksin lainnya ) untuk masuk kedalam sel-sel organ dalam kita ( jantung, usus, ginjal, mata, pembuluh darah, dsb ) Hal itu dapat terjadi karena sebagian besar sel-sel organ dalam kita mempunyai enzim ACE2 pada permukaan membran nya. Dan enzim tersebut memudahkan virus hidup COVID-19, virus mati atau bagian protein COVID-19 itu, untuk masuk ke sel organ-organ penting kita. Dan bila itu terjadi, reaksi yang berbahaya yang menyebabkan cacatnya organ-organ tersebut dapat terjadi. Sebagai seorang Presiden, anda harus diselamatkan terlebih dahulu ketimbang bawahan atau rakyat anda. Itulah alasan kenapa saya menyarankan cukuplah 3x saja anda menjadi orang yang pertama kali disuntik vaksin Sinovac.

Demikian surat saya. Bila surat ini penting menurut anda, maka silakan menyebarluaskannya pada bawahan anda dan seluruh rakyat Indonesia. Termasuk juga MUI. Fatwa haram, wajib, atau makruh, tentang vaksinasi COVID-19 beserta booster-boosternya harus dikatakan juga. Bukan hanya halal dan suci saja.

Salam Vaksinasi

dr. Taufiq Muhibbuddin Waly Sp.PD."

Baca juga: Mengenal Vaksin Sinovac yang Telah Tiba di Indonesia

Salah satu akun yang mengunggah pesan tersebut adalah akun Facebook Angelica.

Dalam unggahannya, akun tersebut juga menyertakan potongan gambar yang menyebut vaksin tidak asli karena jarum tidak menjadi satu kesatuan dengan vaksin.

"Jeli nya netizen +62... dikira kita bisa diboongin sinovac sdh ada spuit sendiri, bkn ampulan... jd lgsg suntik ajeee.. bukan bgituuu bu dokter n pak dokter? #sinorak vs sinovac"

Baca juga: Berikut Kelompok yang Tidak Boleh Disuntik Vaksin Covid-19

Penelusuran Kompas.com

Terkait dengan adanya informasi tersebut, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban melalui akun Twitternya @ProfesorZubairi mengatakan bahwa informasi tersebut tidak benar.

Menurutnya, poin pesan berantai yang mengatakan vaksin tidak menembus otot karena tidak 90 derajat sehingga tidak masuk dalam darah dan hanya sampai di kulit atau di bawah kulit adalah salah.

"Jawabannya tidak benar. Sebab, menyuntik itu tidak harus tegak lurus dengan cara intramuskular. Itu pemahaman lama alias usang dan jelas sekali kepustakaannya. Bisa Anda lihat di penelitian berjudul 'Mitos Injeksi Intramuskular Sudut 90 Derajat'," kata dia.

Baca juga: Ramai Tagar Indonesia Terserah, Apakah Tenaga Medis Menyerah?

Terkait dengan penelitian tersebut, Zubairi menjelaskan bahwa persyaratan sudut 90 derajat untuk injeksi intramuskular tidak realistis.

Ia mengatakan dalam studi yang ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma, yang diterbitkan di National Library of Medicine pada edisi Januari-Februari 2000 itu trigonometri menunjukkan, suntikan yang diberikan pada 72 derajat, hasilnya mencapai 95 persen dari kedalaman suntikan yang diberikan pada derajat 90.

"Artinya, apa yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib (dokter kepresidenan yang menyuntuk vaksin Sinovac kepada Presiden Jokowi) sudah benar. Tidak diragukan," katanya lagi.

Baca juga: [HOAKS] Vaksin mRNA untuk Covid-19 Disebutkan Dapat Mengubah DNA Manusia

Sementara itu, pernyataan pesan berantai yang menyinggung mengenai risiko ADE di mana virus mati di dalam vaksin masuk ke jaringan tubuh lain bisa menyebabkan masalah kesehatan, menurutnya hal itu terjadi pada vaksin Sinovac.

"Jawabannya, kan tidak terbukti di uji klinis satu, dua dan tiga bahwa ADE itu terjadi pada vaksin Sinovac," ujarnya.

Selain itu, ia menambahkan terkait apakah tubuh kurus dan tidak, punya pengaruh dengan ukuran jarum suntik pihaknya menjelaskan dokter yang menginjeksi yang menilai hal tersebut.

"Ya kalau obesitas berlebihan tentu jaringan lemaknya banyak. Jadi untuk masuk ke otot jadi lebih sulit. Dokter, yang nantinya bisa menilai ukuran jarum suntik itu ketika akan divaksin," jelas dia.

Baca juga: 4 Daerah Berikut Laporkan Penuhnya Ruang Perawatan Pasien Covid-19, Mana Saja?

Sementara itu terkait dengan vaksin Sinovac yang disebut seharusnya memiliki jarum yang menjadi satu kesatuan dengan vaksin, pihak Biofarma sebelumnya telah membantah hal tersebut.

"Hoaks," ujar Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari PT Bio Farma Bambang Herianto kepada Kompas.com, Kamis (14/1/2021).

Bambang menjelaskan vaksin yang dikemas menggunakan prefilled syringe (vaksin dan alat suntik dikemas dalam satu wadah dosis tunggal) adalah vaksin yang digunakan dalam uji klinis.

Sedangkan vaksin yang digunakan untuk program vaksinasi tahap awal ini memang dikemas dalam vial sehingga vaksin dalam vial harus ditarik dulu isinya menggunakan jarum suntik.

Selengkapnya mengenai penjelasan ini bisa dibaca di link berikut.

Baca juga: BPOM Terbitkan Izin Penggunaan Darurat Vaksin Covid-19 Sinovac, Apa Maksudnya dan Berlaku sampai Kapan?

Kesimpulan

Dari penelusuran yang dilakukan Kompas.com, pesan yang mengatakan bahwa vaksinasi pada Presiden Jokowi gagal dan harus diulang adalah hoaks dan tidak benar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi