KOMPAS.com - Mulai 5 Februari 2021, alat deteksi Covid-19 GeNose akan digunakan di stasiun.
Hal itu disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Sabtu (23/1/2021). Kemenhub akan mengirimkan surat edaran kepada operator transportasi mengenai penggunaan GeNose.
Alat pendeteksi Covid-19 lewat embusan napas ini dipelopori oleh peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM).
Lebih jauh, simak yang perlu kita ketahui soal GeNose!
Izin Kemenkes
Alat yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Eng Kuwat Triyana bersama timnya menjalani uji diagnostik pada Oktober 2020.
Pada 24 Desember 2020, GeNose mendapat izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Setelah mengantongi izin edar dari Kemenkes tim dari UGM akan melakukan penyerahan GeNose C19 hasil produksi massal batch pertama.
Produksi batch pertama sebanyak 100 unit, merupakan hasil pendaanaan dari Badan Intelijen Negara dan Kementerian Riset dan Teknologi.
Baca juga: Mulai 5 Februari Stasiun Akan Gunakan Alat Deteksi Covid-19 GeNose
Distribusi dan harga
GeNose rencananya akan digunakan di simpul-simpul transportasi umum seperti di stasiun kereta api, bandara, pelabuhan dan terminal.
Pada Sabtu (23/1/2021), Menhub Budi Karya Sumadi bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyaksikan langsung penggunaan alat deteksi Covid-19 GeNose di Stasiun KA Pasar Senen.
Selain digunakan pada fasilitas transportasi, ke depannya GeNose akan digunakan di fasilitas umum lain, seperti hotel, pusat perbelanjaan, bahkan sampai di tingkat Rukun Tetangga (RT).
GeNose dibanderol dengan harga eceran tertinggi Rp 62 juta, belum termasuk pajak. Sementara, orang yang dideteksi menggunakan alat ini akan dikenai biaya Rp 20.000.
Alat ini telah mendapatkan izin edar dari Kemenkes dan sebanyak 3.000 unit alat siap dipasarkan.
Prosedur dan risiko
Alat ini diklaim mampu mendeteksi dengan lebih cepat dengan akurasi di atas 90 persen.
Akan tetapi, hingga saat ini belum ada pernyataan dari Kemenkes maupun peneliti UGM, apakah alat ini bersifat screening atau dapat menggantikan peran tes PCR, tes rapid antibodi, dan tes rapid antigen.
Hal ini sempat disinggung oleh Epidemiolog Griffith Universiy Dicky Budiman, seperti diberitakan Kompas.com, akhir Desember 2020.
"Ini sifatnya untuk screening dini, seperti thermo gun cuma ini jauh lebih sensitif, tapi tidak bisa menggantikan PCR, rapid test antibodi atau antigen," ujar Dicky.
Mengenai prosedur, ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo, memberikan sejumlah pertanyaan dan catatan.
"Misalnya, ini jelas hasilnya positif, terus (GeNose) hasilnya negatif. Nanti kalau ada apa-apa liability-nya bagaimana? Atau misalnya dipakai di klinik, pasien protes ke klinik tersebut. Nah nanti yang layak diprotes itu kliniknya, produsennya, atau siapa?" kata Ahmad, seperti diberitakan Kompas.com, 27 Desember 2021.
Mengenai prosedur, tingkat labilitas, dan tanggung jawab terkait risiko GeNose, sampai saat ini belum ada keterangan resmi, baik dari Kemenkes maupun UGM.
Baca juga: KAI Akan Pasang GeNose C19 di Stasiun Kereta Api
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.