KOMPAS.com - Mulai hari ini, Selasa (26/1/2021), Pemerintah Indonesia memperpanjang periode Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jilid 2 hingga 8 Februari 2021.
Sama seperti sebelumnya, PPKM jilid 2 ini diberlakukan di 7 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Pemerintah memperpanjang PPKM karena pembatasan yang dilakukan sebelumnya dinilai belum efektif menekan penyebaran virus corona.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengaku ragu PPKM jilid II akan efektif.
"Saya tidak terlalu optimis dengan jild 2 ini kalau seperti ini," ujar Dicky.
Pendapat tersebut disampaikannya karena angka kematian akibat Covid-19 terus naik, sementara tidak ada pelacakan dan tes massal yang dilakukan dengan serius.
Baca juga: Anggota DPR: PPKM Sulit Tekan Kasus Covid-19 jika Tidak Ada Karantina Total
Angka kematian
Hingga Senin, 25 Januari 2021 pukul 12.00 WIB, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 989.262 jiwa.
Dicky menyatakan, situasi pandemi di Indonesia tidak terkendali.
"Sejak Januari 2021 ini tingkat test positivity rate kita jauh di atas 20 persen. Artinya kalau setinggi itu pandeminya sangat tidak terkendali," kata Dicky.
Akibat Covid-19, 27.835 orang telah meninggal dunia di Indonesia. Angka kematian yang tinggi menjadi indikasi parahnya situasi pandemi di suatu negara.
"Angka kematian itu menunjukkan keparahan pandemi di suatu negara, suatu wilayah. Indonesia sudah parah," ujar Dicky.
Indikator PPKM
Dicky menjelaskan, inti dari pengendalian Covid-19 adalah dengan melakukan pelacakan dan tes massal.
Dari situ, dapat diketahui wilayah-wilayah mana saja yang menjadi klaster sehingga mencegah penyebaran lebih lanjut.
Baca juga: PPKM Jawa-Bali Diperpanjang, Ini 4 Hal yang Perlu Diketahui
Hasil dari pelacakan dan tes massal inilah yang seharusnya menjadi indikator pelonggaran dan pengetatan suatu wilayah.
"Jadi ini acuan untuk melakukan pelonggaran dan pengetatan. Bagaimana kita mau lihat keberhasilan, kalau indikatornya sendiri tidak masuk di situ," ujar Dicky.
Ia menekankan, penanganan Covid-19 bergantung pada keseriusan pemerintah menjalankan 3T, yaitu testing (pemeriksaan dini), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan).
Jika tidak konsisten menentukan mana yang lebih penting antara kesehatan dan ekonomi, Dicky khawatir masalah akan semakin besar.
"Masalah kita itu besar, sehingga responsnya harus lebih besar dari masalah itu sendiri. Sehingga PPKM itu gak bisa dijadikan respon yang harus dilakukan. (Seharusnya) itu adalah penguatan 3T dan 5M," kata dia.
Lima M yang disarankannya yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
"Kalau semakin ditunda, kita akan semakin menurun. Semangat semakin menurun, dampak terhadap ekonomi semakin besar, masalah semakin besar, resources semakin menurun," ujar Dicky.
Baca juga: PPKM Jawa-Bali Diperpanjang, Ini Aturan dan Syarat Perjalanan