Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Covid-19 Hampir 1 Juta, Penanganan Pandemi di Indonesia Belum "On the Right Track"

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO
Baju APD petugas pemakaman terlihat di samping makam penderita Covid-19 di TPU Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, Senin (25/1/2021). Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, terdapat 9.994 kasus baru dalam 24 jam terakhir. Jumlah pasien Covid-19 di Indonesia hingga hari ini 999.256 orang, terhitung sejak pengumuman pasien pertama pada 2 Maret 2020.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Kasus Covid-19 di Indonesia hampir mendekati 1 juta kasus. Berdasarkan data terakhir hingga Senin (25/1/2021), kasus infeksi virus corona di Indonesia tercatat 999.256.

Indonesia kini menempati posisi 19 dalam peringkat negara dengan kasus terbanyak berdasarkan data Worldometers.

Sejumlah ahli mengingatkan, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia sudah kritis. Apalagi, layanan kesehatan mulai kewalahan.

Di banyak daerah, kapasitas ruang perawatan penuh. Beberapa kasus bahkan menunjukkan pasien-pasien tak tertangani hingga akhirnya meninggal dunia.

Dengan situasi yang ada saat ini, apa catatan pengendalian pandemi di Indonesia?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menyebutkan, Indonesia belum sepenuhnya ada di jalur yang tepat dalam penanganan pandemi Covid-19, terlepas dari semua upaya yang sudah dilakukannya.

"(Indonesia) Belum on the right track, Jakarta yang on the right track saja masih belum mampu mengatasi (pandemi)," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin  (25/1/2021).

Baca juga: Update Covid-19 di Dunia 26 Januari: Tembus 100 Juta Kasus | Vaksin Moderna Diklaim Efektif pada Varian Baru Virus Corona

Menurut Dicky, meski angka yang dilaporkan pemerintah mendekati 1 juta, sebenarnya angka itu jauh di bawah kasus yang ada di masyarakat.

Ia mengatakan, kasus Covid-19 di Tanah Air saat ini sudah mencapai 1 persen dari total populasi penduduknya.

"Kasus kita ini menurut saya sudah hampir satu persen dari total populasi, berarti sekitar kurang dari 3 juta lah, tapi lebih dari sejuta. Sejuta itu sudah jelas terlampaui," kata dia.

Selisih angka yang ada, menunjukkan Indonesia "kecolongan" dan gagal menemukan kasus-kasus yang ada di tengah masyarakat.

"Itu terihat dari test positivity rate kita yang enggak pernah di bawah 10 persen sejak pandemi, bahkan sejak Januari 2021 selalu jauh di atas 20 persen," kata Dicky.

Menurut Dicky, hal ini terjadi karena tidak optimalnya penerapan protokol kesehatan juga upaya pengendalian yang dilakukan.

Masih banyak yang abai untuk memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan protokol kesehatan lainnya.

Pemerintah juga dinilai belum optimal dalam melakukan pengujian, pelacakan, dan penanganan kasus.

"Kasus harian kita itu sudah tinggi, sebetulnya testing 200 ribu minimal per hari harus kita lakukan, katakan lah dengan 10 ribu kasus yang dilaporkan itu. Tapi itu tidak terjadi," ujar Dicky.

PSBB dan PPKM tak serius

Sementara itu, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dinilai tidak serius dan masih setengah-setengah antara urusan kesehatan dan ekonomi.

Hal itu menyebabkan penanganan pandemi tidak kunjung membuahkan hasil yang signifikan.

Yang terjadi, justru memperpanjang usia kompleksnya permasalahan kesehatan, sosial, dan ekonomi.

"Jadi pembatasan, pengetatan yang seadanya, yang setengah-setengah, selain tidak efektif itu juga yang memperlama permasalahan, itu yang sudah terbukti di 2020. Respons kita yang tidak fokus pada kesehatan ini, terpecah-pecah, akhirnya permasalahan yang diepecahkan juga jadi tidak sesuai dengan yang diharapkan," kata Dicky.

Baca juga: Apa Pengaruh Varian Baru Virus Corona pada Anak? Ini Kata WHO

Menurut dia, strategi penanganan pandemi dengan menitik beratkan fokus pada lebih dari satu bidang, misalnya kesehatan dan ekonomi, tidak pernah ada dalam sejarah kesuksesan penanganan pandemi sebelumnya.

Mereka yang sukses menyelesaikan pandemi adalah yang fokus pada aspek kesehatan.

"Kalau ini kan setengah-setengah, ya enggak akan pernah selesai. Enggak ada dalam sejarah pandemi yang bisa menjadi rujukan pendekatan seperti itu, enggak ada success story-nya, enggak ada rujukan ilmiah dan argumentasinya," kata Dicky.

Pembatasan semacam ini, kata Dicky, seharusnya dilakukan di awal-awal pandemi, bukan saat ini ketika kasusnya sudah membeludak.

"Upaya pengendalian kita tidak sepadan dengan besaran masalahnya. Yang saat ini dilakukan, PPKM, walaupun sudah se-Jawa, itu sebetulnya harus dilakukan di awal-awal dulu, bukan sekarang. Sekarang itu seharusnya PSBB sesuai regulasi, PSBB itu ya lockdown, dengan 3T dan 5M yang optimal, setara, merata seluruh daerah tanpa terkecuali," ujar dia.

Dicky mengatakan, sudah saatnya pemerintah mengubah strategi penanganan pandemi dari yang setengah-setengah, menjadi benar-benar fokus pada aspek kesehatan.

Setelah kesehatan tertangani, menurut dia, akan lebih mudah menata dan mengembalikan kekuatan ekonomi dan sosial yang sempat terganggu.

"Kita harus mau melakukan evaluasi, memberikan keputusan dan tindakan tegas tanpa ragu untuk segera mengubah strategi ini. Kita tetapkan sebulan (misalnya PSBB sesuai regulasi), supaya selanjutnya kita benar-benar bisa fokus pada pemulihan sektor sosial dan ekonomi," jelas dia.

Baca juga: Tak Hanya Lebih Menular, Varian Baru Virus Corona Inggris Disebut Lebih Mematikan

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: PSBB Ketat Jawa-Bali

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi