Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ledakan Arab Saudi Diduga Dilakukan Kelompok Militan Houthi, Bagaimana Sepak Terjangnya?

Baca di App
Lihat Foto
AFP PHOTO/FRANCK FIFE
Serangan udara yang diluncurkan Houthi sebelumnya jarang sekali mencapai ibu kota Riyadh
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

 

KOMPAS.com - Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh, diguncang dua peristiwa ledakan besar, yang terjadi dalam rentang waktu kurang dari sepekan.

Peristiwa ledakan pertama terjadi pada Sabtu (23/1/2021), ketika itu militer Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka berhasil mencegat misil yang ditembakkan ke arah Riyadh.

Ledakan kedua yang cukup besar terjadi pada Selasa (26/1/2021) beberapa saksi mengaku mendengar dua suara dentuman keras, dan melihat kepulan kecil asap di atas Ibu Kota sekitar pukul 13.00 waktu setempat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Penyebab Suara Ledakan di Ibu Kota Arab Saudi, Diduga Serangan Misil

Sehubungan dengan ledakan kedua, belum ada konfirmasi dari Pemerintah Arab Saudi, maupun klaim tanggung jawab apa pun yang terkait dengan peristiwa itu.

Meski demikian, sejumlah video amatir yang beredar di media sosial menunjukkan sebuah rudal dicegat di langit Riyadh sebelum mencapai sasarannya.

Diduga aksi kelompok militan

Diduga kuat, dua ledakan yang terjadi di Riyadh, disebabkan oleh aksi serangan yang dilancarkan oleh kelompok militan Houthi milisi pemberontak di Yaman yang didukung oleh Iran.

Baca juga: Ledakan Besar Guncang Ibu Kota Arab Saudi

Houthi diketahui telah berulangkali meluncurkan serangan drone dan rudal lintas batas, yang menargetkan infrastruktur minyak dan sipil di Arab Saudi.

Serangan-serangan itu mulai diluncurkan sejak Arab Saudi memulai intervensinya di Yaman pada 2015 untuk memulihkan pemerintahan yang sebelumnya telah digulingkan Houthi.

Meski demikian, Houthi membantah berada di balik serangan hari Sabtu, sebaliknya sebuah kelompok yang menamakan dirinya Alwiya Alwaad Alhaq mengaku bertanggung jawab terhadap serangan itu.

Siapa itu Houthi?

Melansir The Guardian, 21 November 2018, kelompok Houthi didirikan pada 1990-an di Yaman oleh Hussein Badreddin al-Houthi, seorang pengikut Syiah Zaidi.

Hussein dibunuh oleh tentara Yaman pada 2004, dan kepemimpinan kelompok kemudian diambil alih oleh saudaranya, Abdul Malik.

Syiah Zaidi, yang pernah menjadi kekuatan kuat di Yaman utara, tersingkir selama perang saudara yang melanda negara itu pada periode 1962-1970.

Kelompok itu kemudian semakin terasing pada 1980-an ketika ideologi Salafi Sunni mulai populer di Arab Saudi, dan pada akhirnya menancapkan pengaruhnya ke Yaman.

Sebagai tanggapan, ulama Zaidi mulai memiliterisasi pengikut mereka melawan Riyadh dan sekutunya.

Pemberontakan itu mendapat dukungan dari kelompok Syiah Yaman, yang muak dengan korupsi dan kekejaman presiden Ali Abdullah Saleh, seorang otoriter yang telah lama berkuasa dan sekutu Arab Saudi.

Ketidakpuasan terhadap Saleh kian memuncak, terutama setelah peristiwa 11 September, dan invasi Amerika Serikat ke Irak.

Baca juga: Houthi Ancam Serang Situs Penting Milik Israel

Ambil bagian dalam Arab Spring

Aksi protes dan beberapa upaya pembunuhan, akhirnya memaksa Saleh untuk mengundurkan diri dari posisi Presiden Yaman pada tahun 2012.

Houthi, sebagai satu-satunya kelompok revolusioner dengan pengalaman militer, terus menguasai wilayah di luar jantung kekuatan mereka di utara Yaman.

Ketika kelompok itu tumbuh semakin kuat, mereka mulai menarik diri dari perundingan transisi, yang bertujuan untuk menciptakan pemerintahan Yaman yang baru dan stabil setelah kejatuhan Saleh.

Pada 2014 mereka bersekutu dengan mantan musuh mereka Saleh, dan merebut ibu kota, Sana'a, serta menggulingkan presiden baru, Abd Rabbu Mansour Hadi, pada 2015.

Baca juga: Arab Saudi Klaim Cegat 3 Drone Milik Kelompok Houthi

Awal intervensi Arab Saudi

Setelah Houthi memaksa Hadi untuk keluar dari Yaman pada tahun 2015, pemerintah eksil Yaman kemudian meminta sekutunya di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk meluncurkan kampanye militer dengan tujuan mengusir Houthi.

Pada Desember 2017, Houthi menyerang dan membunuh Saleh setelah menyadari dia akan beralih pihak lagi untuk bersekutu dengan koalisi pimpinan Saudi.

Kematian Saleh mengguncang struktur komando Houthi yang sebelumnya sudah kacau. Pertikaian marak terjadi di antara para pemimpin Houthi, sayap militer, dan ulama.

Sepanjang perang, Houthi dituding telah menyiksa dan membunuh jurnalis serta kritikus, merampas suplai bantuan, dan menggunakan infrastruktur sipil sebagai tameng militer.

Tidak hanya itu, Houthi juga dituding telah melakukan persekusi terhadap kelompok Yahudi dan Baha'i yang merupakan minortias di negara itu.

Baca juga: Pemerintahan Biden Setop Dukungan ke Arab Saudi yang Perangi Houthi di Yaman

Bersekutu dengan Iran

Houthi mengungkapkan, berbagai taktik mereka diadopsi dari gerakan Viet Cong, gerakan perlawanan di Amerika Latin, dan sepak terjang Hizbullah di Lebanon, yang merupakan sekutu dekat mereka.

Baik Hizbullah maupun Iran, telah meningkatkan suplai senjata, rudal, pelatihan militer, serta dana untuk upaya perang Houthi sejak 2014.

Namun, sejauh mana pengaruh Teheran atas proses pengambilan keputusan Houthi masih belum jelas.

Houthi secara terang-terangan menentang saran Iran pada beberapa kesempatan selama perang, termasuk permintaan untuk tidak mengambil alih Sana'a pada tahun 2014.

Ditetapkan sebagai organisasi teroris

Melansir Arab News, Rabu (27/1/2021) serangan yang terjadi di Riyadh baru-baru ini, merupakan serangan signifikan pertama yang menargetkan kota besar Saudi, sejak Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menetapkan Houthi sebagai "Organisasi Teroris Asing" pada 19 Januari 2021.

Tanpa menyebut nama Houthi secara eksplisit, pemerintahan Joe Biden mengeluarkan pernyataan resmi setelah insiden hari Sabtu, dan mengutuk penargetan warga sipil.

"Serangan semacam itu melanggar hukum internasional dan merusak semua upaya untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas," kata Departemen Luar Negeri.

Bagi banyak pengamat politik, aksi yang dilancarkan Houthi sudah sangat jelas. Mereka menyebut, Houthi terancam dengan sanksi dan isolasi politik, sehingga sangat menginginkan konsesi potensial dari Washington.

Baca juga: Serangan Houthi Membuat Lubang Besar di Tangki Minyak Saudi Aramco

Hamdan Al-Shehri, seorang analis politik dan pakar hubungan internasional, mengatakan, dengan meluncurkan serangan ke Riyadh, dan tidak mengklaim tanggung jawab atas serangan itu, Houthi sedang mencoba meneguhkan posisi mereka.

"Tidak ada keraguan bahwa setelah mengevaluasi tanggapan internasional dan memperhatikan bahwa klaim tanggung jawab akan menjadi kontraproduktif, terutama setelah diklasifikasikan oleh Departemen Luar Negeri AS sebagai "teroris ", Houthi mencoba menyangkal bahwa mereka berada di balik serangan hari Sabtu," kata Al-Shehri.

“Namun, semua orang tahu bahwa Houthi, yang didukung oleh Iran, adalah orang-orang yang melakukan tindakan teroris seperti itu dan menggunakan rudal balistik dan drone. Mereka juga mencoba mendapatkan sisi baik pemerintah AS yang baru dengan menyangkal apa yang terjadi di Kerajaan. Tapi semua orang tahu siapa yang bertanggung jawab atas tindakan ini," kata Al-Shehri melanjutkan.

Oleh karena itu, dia menyebut serangan yang menargetkan ibu kota Arab Saudi kemungkinan besar bukan operasi taktis rutin, tetapi lebih mencerminkan keputusan strategis yang lebih besar dari Iran, untuk menarik perhatian tim kebijakan luar negeri Joe Biden.

Baca juga: Kelompok Houthi Klaim Luncurkan Rudal ke Fasilitas Minyak Aramco

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi