Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dugaan Rasialisme terhadap Natalius Pigai, Ini yang Perlu Dilakukan Negara

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Kristian Erdianto
Natalius Pigai saat menjabat komisioner Komnas HAK memberikan keterangan pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/2/2017).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menetapkan Ketua Relawan Pro Jokowi-Maruf Amin (Pro Jamin) Ambroncius Nababan sebagai tersangka, pada Selasa (26/1/2021).

Ia ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan rasialisme terhadap mantan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai melalui konten yang diunggah di akun Facebook Ambroncius Nababan.

Terkait unggahan Ambroncius Nababan, Direktur Riset Setara Institut Halili Hasan mengatakan bahwa kasus ini adalah diskriminasi ras. Ia berpendapat bahwa setiap orang, apa pun rasnya tidak boleh menjadi objek diskriminasi. 

Baca juga: Bareskrim Resmi Tahan Ambroncius Nababan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konvensi PBB

Sebelumnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyepakati konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial atau disebut juga International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD).

Konvensi ini menurut Halili perlu diterapkan oleh negara anggota PBB, termasuk Indonesia.

Dia menyebutkan ada tiga tindakan yang perlu dilakukan negara sebagai upaya menghapus diskriminasi ras.

"Negara wajib melakukan tiga hal, pertama pemenuhan, penghormatan, kemudian pemajuan," kata Halili saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/1/2021). 

Pemenuhan (obligation to fullfill) yaitu memenuhi hak-hak seluruh ras. Dalam perspektif HAM semua warga negara diposisikan sebagai pemilik hak (right holder) sedangkan negara sebagai pemangku kewajiban (duties holder).

Adapun penghormatan (obligation to respect) merupakan kewajiban negara untuk menghargai dan menghormati hak warga tanpa ada diskriminasi ras tertentu.

Kemudian pemajuan (obligation to promote) ialah kewajiban untuk memastikan adanya promosi terhadap penghapusan diskriminasi rasial.

"Memastikan ada jaminan hukum, memastikan ada kebijakan progresif untuk pemenuhan hak-hak mereka. Termasuk mendidik masyarakat melalui lembaga pendidikan formal maupun nonformal untuk membangun kesadaran lintas rasial," tutur Halili.

Baca juga: Jadi Tersangka Rasialisme terhadap Natalius Pigai, Siapa Ambroncius Nababan?

Rasisme simbolik

Halili juga menjelaskan, terdapat dua bentuk perilaku rasis, salah satunya ialah rasisme simbolik.

Rasisme simbolik merupakan perpaduan antara perasaan anti minoritas dan moral tradisional serta agama yang diyakini.

Perilaku rasis semacam ini biasanya tidak dipraktikan secara langsung melalui tindakan atau ujaran kebencian. Halili menyampaikan bahwa rasisme simbolik ada pada ranah kultural.

"Kalau rasisme simbolik, pada ranah kultural misalnya. Respon yang harus diberikan tentu penyadaran secara kultural," katanya.

Untuk perilaku rasis semacam ini, Halili menyarankan untuk penyelesaian secara damai. Pihak satu dengan lainnya perlu duduk bersama untuk meluruskan dan melakukan penyadaran.

Baca juga: Kasus Dugaan Rasialisme terhadap Natalius Pigai, Polisi Panggil Pemilik Akun Facebook Ambroncius Nababan

Rasisme dalam tindak pidana

Selain rasisme simbolik, Halili juga menjelaskan mengenai perilaku rasis yang bersinggungan dengan tindak pidana.

Perilaku rasis yang dimaksud disertai dengan tindakan ancaman, intimidasi, atau kekerasan verbal yang masuk dalam kategori tidak menyenangkan.

"Ada juga rasisme yang sampai melanggar hukum, misalnya yang berdimensi hukum pidana. Level pertanggungjawabannya pun beda," kata Halili.

Untuk penyelesaian kasus diskiminasi rasial semacam ini, Halili menyarankan untuk melakukan mekanisme permintaan tanggung jawab dalam bentuk pelaporan hukum ke kepolisian.

Baca juga: Kasus Dugaan Rasialisme terhadap Natalius Pigai, Ambroncius Nababan Jadi Tersangka

Kasus dugaan rasialisme Ambroncius Nababan

Sebelumnya, Ambroncius mengunggah konten foto tangkapan layar berisi muatan yang diduga rasialisme melalui akun Facebook miliknya.

Dia mengunggah foto tersebut karena mengaku kesal dengan salah satu kritik yang disampaikan Natalius terkait program vaksinasi Covid-19 dengan vaksin Sinovac.

Menurut penjelasannya, foto kolase antara Natalius yang dibandingkan dengan gorila didapatkan dari akun media sosial lain.

Akan tetapi, Ambroncius menambahkan tulisan di foto kolase tersebut dan mengunggahnya di akun Facebook miliknya.

Baca juga: Ambroncius Minta Maaf, Polri Tetap Proses Kasus Dugaan Rasialisme terhadap Natalius Pigai

Ambroncius mengungkapkan, konten yang diunggahnya itu sebagai kritik satire. Ia mengeklaim tak berniat menghina siapa pun.

"Itu saya akui saya yang buat. Sifatnya itu satire, kritik satire. Kalau orang cerdas tahu itu satire, itu lelucon-lelucon. Bukan tujuannya untuk menghina orang, apalagi menghina suku dan agama. Tidak Ada. Jauh sekali, apalagi menghina Papua," ujar Ambroncius di Gedung Bareskrim, Senin, seperti dikutip Tribunnews.com.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi