Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ronny Lukito dan Sejarahnya Membesarkan Merek Eiger

Baca di App
Lihat Foto
Dok EIGER ADVENTURE
Para pekerja PT Eigerindo MPI tengah memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) untuk dibagikan gratis kepada tenaga medis.
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Surat teguran dari produsen perlengkapan outdoor Eiger kepada salah satu Youtuber, viral di media sosial, Kamis (28/1/2021). 

Sebelumnya pihak Eiger merasa keberatan atas review yang diberikan dan meminta Youtuber tersebut menghapus video yang telah diunggahnya.

Alasannya, pihak Eiger mengaku keberatan dan kurang puas terhadap video review yang diunggah dalam channel YouTube-nya, @duniadian.

Namun, Youtuber tersebut tidak terima lantaran produk yang di-review merupakan barang yang dibeli dengan uang pribadi dan bukan endorse. Selain itu, isi dari review produk pun tidak bernada negatif.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pihak perusahaan melalui CEO Ronny Lukito kemudian meminta maaf atas kejadian ini.

Baca juga: [POPULER TREN] Nunuk Nuraini dan Sejarah Indomie | Viral Surat Eiger kepada YouTuber

Sejarah Eiger

Eiger didirikan pada tahun 1979 di Bandung, Indonesia di bawah naungan PT Eigerindo Multi Produk Industry.

Produk alat-alat outdoor itu berkembang dari merek kecil dengan dua mesin jahit menjadi sebuah perusahaan industri outdoor & gaya hidup di Indonesia, 

Melansir Harian Kompas, (28/4/2014), bos Eiger Ronny Lukito menceritakan, mampu mengembangkan usaha toko tas milik ayahnya dari sebuah rumah kecil di Gang Tamrin Bandung menjadi produk ternama yang telah merambah dunia internasional.

Secara perlahan, anak laki satu-satunya dari enam bersaudara, pasangan Lukman Lukito dan Kurniasih ini memulai produksi tas dengan nama Butterfly.

Nama Butterfly diambil dari merek mesin jahit buatan China yang dimilikinya waktu itu.

Baca juga: Perjuangan Eiger Pertahankan 4.500 Pekerja di Tengah Pandemi Covid-19 (1)

 

2 mesin jahit, modal Rp 1 juta

Dalam merintis usahanya, Ronny membeli dua mesin jahit, peralatan, dan sedikit bahan baku pembuatan tas dengan modal kurang dari Rp 1 juta.

Pada tahun 1979, nama Butterfly diubah menjadi Exxon, tapi nama ini digugat perusahaan Exxon Oil Amerika Serikat.

Nama tersebut kembali diubah menjadi Exsport (Exxon Sporty) hingga lahir merek lainnya seperti Eiger, yang dicetuskan sekitar tahun 1990, Bodypack, dan Neosack.

Dikutip dari situs Eiger, nama Eiger diluncurkan pertama kali pada tahun 1989 sebagai produk untuk memenuhi berbagai kebutuhan perlengkapan dan peralatan penggiat alam terbuka.

Nama Eiger sendiri terinspirasi dari Gunung Eiger berketinggian 3.970 mdpl dan menjadi “gunung tersulit didaki” ke-3 di dunia yang terletak di Bernese Alps, Swiss.

Baca juga: Tim Eiger Bakal Daki Gunung Berbahaya Hkakabo Razi di Myanmar

Berkembang pesat

Kegigihan membuat usaha yang awalnya hanya berskala rumah tangga dengan ekonomi keluarga pas-pasan, kini mampu berkembang pesat

Ronny mampu membeli tanah seluas 6.000 meter persegi di kawasan Kopo, Kota Bandung, yang menjadi pabrik Eiger.

Jenis usaha pun terus berkembang, hingga mampu membuka outlive store di Jalan Setiabudi dan EST Store di Jalan Sumatera, Kota Bandung.

Pada tahun 1992, Ronny memperoleh penghargaan Upakarti Pemerintah Republik Indonesia atas usahanya menjalin kemitraan dengan para pengrajin tas.

Ronny memberikan modal pada awal usaha bagi belasan perajin lalu memberi tas yang diproduksi para perajin.

Baca juga: Ini Pernyataan Resmi Eiger Soal Surat Keberatan kepada YouTuber

 

Aset pabrik Eiger disita

Dinilai cukup sukses, dia pun berekspansi usaha di bidang properti. Investasi besar-besaran dia lakukan dengan membangun Vila Trinity pada 1991, lalu Perumahan Galeria tahun 1995 di Kabupaten Bandung Barat.

Untuk itu, dia meminjam dana dari bank. Namun, keputusannya terjun di bidang properti terkesan kurang pertimbangan matang. 

Perhitungannya saat itu meleset. Tahun 1998, krisis moneter melanda, sedangkan bisnis properti terkena imbasnya. 

"Saya harus menanggung bunga bank yang tinggi, hingga banyak utang. Aset pabrik Eiger disita. Saya harus menebus utang di bank Rp 4,5 miliar,” cerita Ronny.

Baca juga: Akhir Kasasi Sengketa Merek Eiger...

 

Namun ia bersyukur, masa kritis bisa dilewati tanpa kehilangan aset. Utang itu dia lunasi tahun 2003.

Ia juga bersyukur, pada masa krisis tidak harus memutus hubungan kerja atau merumahkan karyawan. Pada krisis ekonomi tahun 2008, Ronny malah menambah karyawan.

”Dalam keadaan sulit itu, saya bernazar, jika bisnis kami bangkit kembali, saya akan menjalankan green business dalam segala aspek, yakni bisnis yang tidak korup, tidak menggelapkan pajak, membayar gaji karyawan dengan layak, dan menjalankan bisnis yang ramah lingkungan,” kata dia.

Baca juga: Fiersa Besari dan Para Selebriti yang Ikut Bersuara Soal Review Jujur Eiger

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi