Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Pemberitahuan WhatsApp di Status Pengguna, Bagaimana Sejarah Munculnya WA?

Baca di App
Lihat Foto
WhatsApp
WhatsApp Status
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sejumlah pengguna WhatsApp (WA) mulai mendapatkan status yang dikirim oleh pihak WA, Jumat (28/1/2021).

Sebelumnya WhatsApp mengumumkan kebijakan privasi terbarunya pada Desember 2020 dan membuatnya kehilangan banyak pengguna.

Rencananya itu akan berlaku mulai 8 Februari namun ditunda hingga 15 Mei 2021.

Baca juga: 5 Aplikasi Pesan Selain WhatsApp, Apa Saja?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbagai cara digunakan WhatsApp untuk mendapatkan kembali penggunanya, antara lain klarifikasi dari petinggi WhatsApp hingga memasang iklan di berbagai koran di dunia.

Terbaru, WhatsApp menggunakan fitur status untuk memberitahukan kepada penggunanya bahwa privasi mereka terjaga bersama WhatsApp.

Baca juga: Kebijakan Privasi Baru WhatsApp Berlaku Mulai 8 Februari 2021, Haruskah Pengguna Setuju?

Berikut ini perjalanan WhatsApp sejak awal hingga saat ini.

Melansir blog Whatsapp, aplikasi perpesanan ini didirikan oleh Jan Koum dan Brian Acton yang telah menghabiskan waktu 20 tahun di Yahoo.

Nama WhatsApp adalah plesetan dari frasa What's Up yang artinya apa kabar.

WhatsApp bergabung dengan Facebook pada 2014, tetapi terus beroperasi sebagai aplikasi yang terpisah dengan fokus untuk membangun layanan bertukar pesan yang bekerja dengan cepat dan reliabel di mana pun di seluruh dunia.

Baca juga: Ini Cara Membuat Avatar Facebook, Tak Perlu Aplikasi Tambahan

WhatsApp dimulai sebagai alternatif untuk SMS. Tapi kemudian berkembang, sehingga memungkinkan untuk mengirim dan menerima berbagai media seperti teks, foto, video, dokumen, lokasi, dan juga panggilan suara.

Pihak WhatsApp mengklaim telah digunakan oleh lebih dari 2 miliar orang di lebih dari 180 negara.

Melansir Kompas.com, 20 Juni 2020, WhatsApp lahir dari kegelisahan Koum dan Acton yang tidak setuju dengan cara Yahoo menempatkan iklan kepada pelanggan.

Baca juga: Catat, Ini Fitur-fitur Baru WhatsApp pada 2021

Pesan instan

Setelah resign dari Yahoo, keduanya memutuskan untuk memulai bisnis sendiri dengan produk yang tanpa iklan.

Koum punya ide untuk membuat aplikasi yang bisa menampilkan update status seseorang di daftar kontak ponsel.

WhatsApp versi pertama benar-benar dipakai sekadar untuk update status di ponsel. Pemakainya kebanyakan hanya teman-teman Koum dari Rusia.

Baca juga: Saat Rusia Memulai Vaksinasi Sputnik V di Moskow...

Lalu pada suatu ketika fungsinya berubah menjadi aplikasi pesan instan. Koum pun tersadar dia secara tak sengaja telah menciptakan layanan pengiriman pesan.

"Bisa berkirim pesan ke orang di belahan dunia lain secara instan, dengan perangkat yang selalu Anda bawa, adalah hal yang luar biasa," kata Koum.

Saat itu rivalnya baru BlackBerry Messenger. Tapi aplikasi itu hanya bisa digunakan di ponsel BlackBerry.

Setelah berkembang, WhatsApp pun akhirnya dibeli oleh raksasa digital Facebook pada 2014. Lalu pada 18 Januari 2016, WhatsApp mengumumkan akan mencabut biaya pemakaian sehingga layanan tersedia gratis seumur hidup.

Baca juga: Simak, Berikut Cara Mengaktifkan Fitur Disappearing Message di WhatsApp

Dengan memangkas iuran tahunan, WhatsApp kehilangan satu-satunya sumber pendapatan.

Tapi sebagai gantinya WhatsApp menyatakan bakal menjajaki kemungkinan menawarkan sejumlah layanan berbayar untuk pengguna korporat.

Kemudian pada 2017, Acton keluar dari WhatsApp dan disusul Koum pada 2018.

Baca juga: Deretan Perusahaan yang Boikot Iklan di Facebook, dari Ford, Unilever hingga Microsoft

Privasi pengguna

Melansir Kompas.com, 1 Mei 2018, hengkangnya pendiri sekaligus COE WhatsApp disinyalir berkaitan dengan konflik soal kebijakan privasi pengguna antara WhatsApp dan Facebook.

Sedari awal, Koum dan Acton mendirikan WhatsApp dengan fokus terhadap privasi pengguna dan menolak kehadiran iklan. Koum pun berjanji akuisisi oleh Facebook tak bakal berdampak pada prinsip WhatsApp.

Kebijakan itu diteruskan oleh Facebook sehingga WhatsApp hingga kini tidak menampilkan iklan. Namun, lambat laun Facebook menekan WhatsApp untuk mulai menghasilkan uang.

Baca juga: Sempat Error, Bagaimana Awal Mula WhatsApp Diluncurkan?

Pada 2016, WhatsApp mengumumkan akan memberikan nomor-nomor telepon penggunanya ke Facebook untuk keperluan targeting iklan. Hal itu berujung denda sebesar 122 juta dollar AS dari regulator di Uni Eropa.

Lalu, untuk pengembangan WhatsApp Business, Facebook disinyalir meminta WhatsApp menurunkan tingkat enkripsi end-to-end agar lebih mudah dipakai menerapkan aneka tools bisnis.

Padahal, enkripsi ini adalah fitur privasi andalan WhatsApp agar data pengguna tak bisa diintip oleh siapa pun, termasuk WhastApp dan Facebook sendiri.

Baca juga: Berikut Sederet Aplikasi Pesan Selain WhatsApp, Apa Saja?

Kemudian muncul skandal Cambridge Analytica (CA).

Mengutip Kompas.com, 3 Mei 2018, Cambridge Analytica merupakan perusahaan analisis data yang membuat kehebohan dengan memakai data pribadi Facebook untuk pemenangan kampanye Donald Trump.

Perusahaan mendapatkan data itu dari pihak ketiga, bernama Aleksandr Kogan, yang kerap membuat survei dan kuis kepribadian di Facebook.

Baca juga: Terus Bertambah, Berikut Daftar Perusahaan yang Boikot Facebook

Aplikasi survei dan kuis yang dibuat oleh Kogan hanya diunduh oleh 270.000 orang pengguna. Namun efeknya mengena hingga ke 50 juta orang pengguna, karena aplikasi mampu mengakses data-data milik teman sang pengunduh.

Bahkan terakhir disebutkan bahwa efeknya mencapai 87 juta pengguna.

Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 1 juta orang pengguna Facebook yang data pribadinya terkena dampak pencurian tersebut.

Baca juga: Menyoal Perlindungan Data Pribadi dari Bocornya Data Pengguna Facebook hingga Penumpang Malindo Air...

(Sumber: Kompas.com/Oik Yusuf, Yoga Hastyadi Widiartanto, Jawahir Gustav Rizal | Editor: Reska K. Nistanto, Sari Hardiyanto)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Cara Lapor jika Akun Whatsapp Kena Hack

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi