KOMPAS.com - Indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (ICP) Indonesia 2020 mengalami penurunan tiga poin, dari 40 di tahun sebelumnya menjadi 37 poin.
Tak hanya itu, posisi Indonesia juga melorot, dari sebelumnya peringkat 85 menjadi 102 dari 180 negara yang diukur IPK-nya.
Di Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Singapura yang berada di peringkat 3 dengan 85 poin.
Lalu Brunei Darussalam (peringkat 35/60 poin), Malaysia (57/51 poin), dan Timor Leste (86/40 poin).
Peringkat indeks persepsi korupsi (IPK) selengkapnya dapat dilihat di sini.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi RI Turun, KSP: Masih Marak Pungli dan Politik Uang
Disebut terendah sejak Reformasi
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zainur Rahman mengatakan, penurunan ini merupakan yang paling rendah sepanjang era reformasi.
"Jadi setelah era reformasi itu penurunan pernah terjadi satu kali yaitu pada jaman SBY dan itu cuma satu poin, tapi sekarang 3 poin," kata Zainur kepada Kompas.com, Jumat (29/1/2021).
"Ini menjadi kemunduran yang sangat signifikan di era Pemerintahan Jokowi. Ini harus disikapi dengan sungguh2 oleh pemerintah," sambungnya.
Menurut Zainur, penurunan IPK ini menunjukkan bahwa korupsi di pemerintahan dan sektor bisnis meningkat.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi RI Turun: Di Bawah Timor Leste dan Pertama sejak 2008
Revisi UU KPK
Pihaknya menduga, penurunan IPK ini ada kaitannya revisi Undang-Undang KPK pada 2019 lalu.
Sebab, pada tahun-tahun sebelum UU KPK direvisi, nilai IPK Indonesia terus mengalami kenaikan.
Setelah revisi UU KPK berjalan, jelas Zainur, banyak dampak yang terlihat jelas, seperti turunnya angka penindakan dan turunnya operasi tangkap tangan (OTT).
"Itu semua berdampak pada turunnya indeks persepsi korupsi Indonesia," jelasnya.
Kondisi saat ini membuktikan bahwa alasan pemerintah merevisi UU KPK untuk memperkuat pemberantasan korupsi, sama sekali tidak logis.
Baca juga: Mahfud Duga Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Berkaitan dengan Revisi UU KPK
Regresi demokrasi
Selain revisi UU KPK, Zainur menyebut turunnya IPK Indonesia juga karena terdampak oleh regresi demokrasi.
Menurut dia, situasi demokrasi di Indonesia saat ini semakin buruk dan terbukti dengan menurunnya kebebasan berpendapat.
"Sehingga hal itu bisa menurunkan level partisipasi publik dan pengawasan publik terhadap jalannya pemerintahan," ujarnya.
"Rumusnya, jika partisipasi dan pengawasan publik turun, maka peluang korupsi jadi naik karena kurangnya kontrol dari masyarakat," lanjutnya.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Turun, Indonesia Dipersepsikan Tak Konsisten dalam Pemberantasan Korupsi
Kembalikan efektivitas kinerja KPK
Oleh karena itu, Zainur meminta agar pemerintah mengembalikan efektivitas pemberantasan korupsi kepada lembaga yang selama ini diberi mandat untuk itu, yaitu KPK.
Caranya, dengan mengembalikan kewenangan penting dan independensi KPK yang semakin menurun akibat revisi UU KPK.
"Tanpa itu, pemberantasan korupsi ke depan akan suram dan tidak akan ada percepatan-percepatan yang terjadi. Ini menjadi bukti bahwa pemerintahan Jokowi tidak memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi dan situasinya merugikan rakyat," jelasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.