KOMPAS.com - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) telah merilis tampilan meterai Rp 10.000, sebagai pengganti meterai tempel lama desain tahun 2014.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama, meterai tempel baru telah tersedia di seluruh Kantor Pos Indonesia.
Disebutkan, meterai baru mempunyai ciri umum dan khusus yang perlu diketahui masyarakat.
Baca juga: Bakal Jadi Rp 10.000, Apa Saja Kegunaan Meterai?
Ciri umum dan khusus
Adapun secara umum, terdapat beberapa ciri berikut:
- Gambar lambang negara Garuda
- Pancasila, angka "10000" dan tulisan "SEPULUH RIBU RUPIAH" yang menunjukkan tarif bea meterai
- Teks mikro modulasi "INDONESIA"
- Blok ornamen khas Indonesia
Sedangkan, ciri khusunya antara lain
- Warna meterai didominasi merah muda, serat berwarna merah dan kuning yang tampak pada kertas
- Garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara Garuda Pancasila
- Gambar bintang
- Logo Kementerian Keuangan dan tulisan “djp”
Hestu menambahkan, desain meterai tempel baru mengusung tema Ornamen Nusantara, untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.
Baca juga: [KLARIFIKASI] Tarif Bea Meterai Naik karena Rupiah Tidak Tembus Rp 10.000
Dokumen yang dikenai bea meterai Rp 10.000
Situs indonesia.go.id menjelaskan, batasan pengenaan bea meterai menjadi Rp 5 juta.
Ini bukan hanya berlaku pada dokumen fisik dalam kertas, melainkan juga untuk dokumen digital dan transaksi elektronik.
Melansir Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020, Bab II menjelaskan mengenai objek, tarif, dan saat terutang bea meterai.
Bea meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Menurut Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 2020, ada 8 dokumen yang kena bea meterai Rp 10.000. Apa saja? Berikut rinciannya:
1. Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya beserta rangkapnya
2. Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya
3. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya
4. Surat berharga
5. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka
6. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang
7. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari 5.000.000 yang
- Menyebutkan penerimaan uang
- Berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan
8. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Baca juga: RUU Bea Meterai Disetujui DPR, Bakal Ada Meterai Elektronik
Pada Pasal 4 UU Nomor 10 Tahun 2020, bea meterai dikenakan satu kali untuk setiap dokumen tersebut.
"Bea Meterai dikenakan satu kali untuk setiap Dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 3," bunyi pasal 4.
Sementara itu, stok meterai tempel edisi 2014 yang masih tersisa, masyarakat masih dapat menggunakannya sampai dengan 31 Desember 2021 dengan nilai paling sedikit Rp 9.000.
Caranya dengan membubuhkan tiga meterai masing-masing senilai Rp 3.000 dua meterai masing-masing Rp 6.000 atau meterai Rp 3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.
Disebutkan, pengubahan bea meterai akan menambah potensi penerimaan negara menjadi Rp 11 triliun di tahun 2021.
Adapun penerimaan negara di tahun 2019 dari bea meterai atau materai Rp 3.000 dan Rp 6.000 sebesar Rp 5 triliun.
Baca juga: Di Mana Beli Meterai Rp 10.000?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.