Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan dan Sanksi Pidana di Balik Pembakaran Bendera Merah Putih

Baca di App
Lihat Foto
ISTIMEWA
Tangkapan layar video yang memperlihatkan seorang pemuda membakar bendera merah putih.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Melalui sebuah video yang tersebar di media sosial beberapa hari yang lalu, pembakaran terhadap bendera Merah Putih diketahui kembali terjadi.

Kali ini dilakukan oleh seorang laki-laki di halaman sebuah rumah.

Video itu awalnya diunggah di akun Tik Tok @aldial266, kemudian banyak dibagikan ulang di media sosial yang lainnya.

Baca juga: Kasus Parodi Indonesia Raya, Mengapa Pelecehan Simbol Negara Masih Kerap Terjadi?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam video berdurasi 30 detik itu, terlihat pelaku membakar bendera merah putih dengan menggunakan korek, kemudian menyiram-nyiramkan bahan bakar yang ia tampung menggunakan sebuah botol.

Tindakan itu membuat bendera yang dikibarkan pada sebuah tiang kecil di halaman sebuah rumah itu, habis terbakar, mulai dari bagian yang menjuntai ke bawah hingga bagian atasnya.

Tak hanya santai saat melakukan aksinya, pelaku juga terlihat membakar bendera itu sembari merokok, terlihat dari adanya sebatang rokok yang ada di bibirnya.

Baca juga: Peringatan G30S/PKI dan Aturan soal Pengibaran Bendera Setengah Tiang...


Tindakan yang dilarang 

Padahal, perbuatan membakar bendera merah putih sudah jelas disebutkan sebagai tindakan yang dilarang dan diatur dalam Undang-Undang dengan sanksi hukum tertentu.

Merujuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, kita bisa melihat bahwa membakar bendera negara adalah tindakan yang tidak dibenarkan.

Hal itu dituliskan dalam Bab 1 Pasal 24 huruf a.

"Setiap orang dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghinda, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara".

Baca juga: Kelaparan, Rakyat Guatemala Kibarkan Bendera Putih

Bendera Negara dalam hal ini adalah Sang Merah Putih.

Lalu apa ancaman yang diberikan bagi mereka yang melanggar aturan ini?

Dalam Bab VII Pasal 66 disebutkan dengan jelas ada sanksi pidana yang menunggu bagi pelaku pembakaran Merah Putih.

"Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghinda, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a , dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000".

Anda dapat mengakses UU tersebut dengan mengunduhnya di laman berikut ini.

Baca juga: Viral Video Detik-detik Kereta Tabrak Pengendara Motor di Sukoharjo, Bagaimana Kejadiannya?

Penghinaan simbol negara

Terkait dengan pembakaran yang viral beberapa waktu lalu, mengutip Kompas.com, Sabtu (30/1/2021) pelaku diduga merupakan seorang WNI yang tinggal di Malaysia.

Hal itu disampaikan oleh Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy.

"Tim masih bekerja keras untuk membuat terang kasus tersebut. Informasi dari penyelidik, pelaku orang Aceh yang tinggal di Malaysia," kata Winardy.

Baca juga: Viral Unggahan Suratpad, Situs untuk Tulis Surat, Pembuatnya Mahasiswa Aceh

Mengapa penghinaan simbol negara masih kerap terjadi?

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Rose Mini Agoes Salim mengatakan, manusia seharusnya memiliki moralitas untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Sehingga, jika seseorang memiliki ketidaksepahaman atau ketidakcocokan terhadap sesuatu, dalam hal ini lambang negara, maka seharusnya disampaikan dengan cara yang tepat, seperti berdiskusi atau berargumentasi.

"Tapi mungkin, mereka (pelaku penghinaan) tidak tahu caranya, atau tidak mau dengan cara seperti itu. Dianggapnya lebih 'aman' dengan bikin lucu-lucuan. Nah itu yang kemudian mendorong orang yang tidak suka untuk melakukan hal tersebut," kata Romi, begitu ia biasa disapa, seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (2/1/2021).

Baca juga: Seni Perlawanan Anak Muda di Balik Poster Lucu Pendemo

 

Saat disinggung terkait korelasi umur pelaku dengan pelecehan simbol negara, Romi menjelaskan masa remaja adalah fase ketika seseorang membentuk identitas diri.

Identitas tersebut didapat melalui umpan balik dan introspeksi yang remaja lakukan, terhadap persepsi yang diberikan orang lain terhadap dirinya.

"Umpan baliknya dari pergaulan. Kalau itu enggak ada, dia membentuk identitas dirinya dengan berselancar di dunia maya. Di sana dia kemudian mendapat orang yang mendukung jika dia melakukan sesuatu," ujar Romi.

"Sehingga, dia akhirnya merasa mendapat pengakuan di situ," imbuhnya.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Artis TikTok di Madiun, Mengapa Para Remaja Cenderung Abai Prokes Saat Kasus Covid-19 Terus Meningkat?

 

Oleh karena itu, menurut Romi, tugas perkembangan remaja adalah bergaul dan mencari teman.

Namun, jika mencari teman melalui dunia maya, Romi berpendapat bahwa hal itu kurang bisa memberikan umpan balik yang dibutuhkan untuk perkembangan identitas.

"Makanya orang yang diem, orang yang tidak banyak bergaul, itu biasanya lancar banget di medsos. Karena kan orangnya enggak kelihatan. Orang yang sulit bergaul kan rata-rata kurang percaya diri, harga dirinya kurang, nah kalau di dunia maya kan enggak kelihatan," kata Romi.

Baca juga: Ramai soal Kasus Eiger dan Mengenal Apa Itu Doxing...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi