KOMPAS.com - Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi bersama sejumlah tokoh senior Partai National League for Democracy (NLD) ditangkap dalam sebuah penggerebekan, Senin (1/2/2021).
Penangkapan ini terjadi setelah meningkatnya ketegangan antara pemerintahan sipil dengan militer dalam beberapa hari terakhir.
Pihak militer pun mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun untuk menjaga stabilitas negara. Selain itu, mereka juga menunjuk seorang jenderal sebagai pelaksana tugas Presiden Myanmar.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Ditahan, Ini Timeline Peristiwa Penting di Myanmar
Lantas, apa penyebab kudeta militer Myanmar dan ditangkapnya Aung San Suu Kyi?
Berawal dari pemilu
Melansir CNN, Minggu (31/1/2021), pangkal masalah ketegangan di Myanmar bermula dari Pemilu November 2020, pemilu demokratis kedua sejak negara itu keluar dari pemerintahan militer pada 2011.
Pihak militer menuduh adanya kecurangan dalam proses pemungutan suara, sehingga perolehan suara partai NLD jauh lebih besar dari yang diperkirakan banyak orang.
Sebelumnya pekan lalu, seorang juru bicara militer mengatakan, tak akan menutup kemungkinan adanya kudeta jika tuduhan itu tidak diselidiki dengan baik.
Pada Senin (1/2/2021), mereka kemudian bergerak untuk menindaklanjuti klaim itu dan menegaskan kembali otoritasnya dengan penangkapan sejumlah pemimpin partai politik karena dianggap gagal mengambil tindakan.
Komisi pemilihan Myanmar sebelumnya telah menolak tuduhan manipulasi pemilih.
Mereka menyebut, kesalahan seperti nama yang digandakan pada daftar pemilih, tak cukup untuk memengaruhi hasil pemungutan suara.
Baca juga: Pemilu Myanmar Jadi Pangkal Kudeta Militer, Begini Ceritanya Tahun Lalu...
Kudeta militer
Kudeta yang dilakukan secara tiba-tiba ini pun mengejutkan beberapa pengamat, dan menunjukkan bahwa militer telah memegang kekuasaan secara signifikan.
Pada 2008, pihak yang berkuasa merancang sebuah konstitusi dengan mengalokasikan 25 persen kursi legislatif untuk militer.
Militer juga memiliki wewenang untuk mengontrol kementerian utama, seperti pertahanan dan urusan dalam negeri, serta hak veto pada masalah-masalah konstitusional.
Baca juga: Respons PBB soal Penahanan Suu Kyi, Kecam Militer Myanmar
Penyelidik Hak Asasi Manusia PBB untuk Myanmar Tom Andrews mengatakan, kudeta merupakan sebuah misteri nyata.
"Mereka menulis konstitusi yang baru saja mereka gulingkan. Itu memberi mereka kekuatan yang sangat besar, kekuatan ekonomi, kekuatan politik," kata dia.
"Jadi bagaimana dan mengapa mereka membatalkan konstitusi mereka sendiri, itu sungguh luar biasa," tambahnya.
Baca juga: Deretan Kontroversi Min Aung Hlaing, Jenderal di Balik Kudeta Myanmar
Pandemi virus corona
Menurut dia, tindakan kudeta tersebut sangat merusak dan terjadi pada saat banyak warga Myanmar berada dalam kesulitan ekstrem akibat virus corona.
"Orang-orang Myanmar telah melalui begitu banyak hal. Mereka telah hidup melalui puluhan tahun pemerintahan militer yang brutal. Mereka sedang melalui pandemi," jelas dia.
"Perekonomian berada dalam kondisi yang sulit bagi banyak orang. Sangat tidak adil bagi mereka untuk harus melewatinya sekarang," lanjutnya.
Baca juga: Imbas Lockdown, Warga Miskin Myanmar Konsumsi Tikus dan Ular
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.