Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Sebut PPKM Mikro Sulit Kendalikan Pandemi, Ini Alasannya

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.COM/MUHAMMAD NAUFAL
Petugas gabungan dari TNI, Polri, Polisi Pamong Praja dan Dishub DKI Jakarta melakukan imbauan kepada pengendara motor untuk dapat mematuhi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan Penjernihan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (13/4/2020). Imbauan ini dilakukan agar masyarakat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama 14 hari, yang salah satu aturannya adalah pembatasan penumpang kendaraan serta anjuran untuk menggunakan masker jika berkendara.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Pemerintah secara resmi akan menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro mulai Selasa (9/2/2021) ini, hingga 22 Februari 2021.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021.

Sama seperti dua kali PPKM sebelumnya, PPKM Mikro juga diterapkan di 7 provinsi, yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali.

Berbeda dari kebijakan PPKM sebelumnya, pada PPKM mikor ini penerapan Work From Home (WFH) ditambah menjadi 50 persen dan jam operasional pusat perbelanjaan diperpanjang hingga pukul 21.00.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: PPKM Mikro Dimulai Besok, Berikut Aturan Terkait Zonasi Daerah

Epidemiolog: Tidak berbasis data

Menanggapi penerapan PPKM mirko, epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, penerapan kebijakan tersebut tidak berbasis data terkini dan merespons situasi saat ini.

Karena itu Dicky berani menyebut, efektivitas kebijakan tentu tidak akan bermakna dalam pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia.

Menurut dia, pemerintah tak belajar dari pengalaman setahun pandemi ini, karena masih tetap mengeluarkan kebijakan yang setengah-setengah.

"Ini sekali lagi kita tidak belajar dari pengalaman setahun pandemi, bahwa ketika kita setengah-setengah dan tidak fokus pada pengendalian pandemi di sektor kesehatan, maka yang terjadi adalah masalah itu membesar," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (7/2/2021).

"Sekali lagi bau-bau fokus pada selain kesehatan itu lebih kuat, terutama di ekonomi," tambahnya.

Baca juga: PPKM Skala Mikro Dimulai 9 Februari, Epidemiolog: Konsep Belum Jelas

3T belum mengalami perbaikan

Dicky menuturkan, masalah 3T (testing, tracing, treatment) sampai saat ini pun belum mengalami perbaikan secara signifikan.

Jika masalah pandemi ini akan semakin membesar, maka efeknya akan seperti bola salju.

"Semakin besar masalah, yang terjadi semakin besar effort yang harusd dilakukan, ketika itu terjadi, negara belum tentu siap," jelas dia.

Ia menuturkan, kondisi pandemi di Indonesia saat ini sebenarnya bisa dihindari jika respons awal dilakukan dengan cepat.

Untuk kondisi Indonesia saat ini, Dicky menyebut respons yang paling tepat adalah lockdown atau PSBB sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Agar lebih efektif, PSBB juga harus dilakukan secara serentak.

Baca juga: Rapat dengan Luhut, Apa Masukan yang Diberikan Para Epidemiolog?

Maksimalkan testing

Seandainya PSBB sulit dilakukan, pemerintah bisa memaksimalkan upaya 3T, khususnya testing atau pengujian.

"Kalau pun tidak lockdown ya 3T masif sekali, minimal 300.000 tes Covid-19 sehari," ujarnya.

"Opsinya itu saja, testing masif di Jawa bersama dengan vaksinasi itu, jadi akan melindungi dan mengendalikan pandemi, itu yang belum dilakukan. Tidak ada pelonggaran, WFH kalau tidak 100 persen ya minimal 75 persen," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi