KOMPAS.com - Tahun ini, perayaan Tahun Baru Imlek jatuh pada Jumat (12/2/2021). Di masyarakat, ada keyakinan bahwa saat hari perayaan Imlek tiba, maka akan diikuti pula dengan turunnya hujan pada hari itu.
Adapun hujan yang turun saat perayaan Imlek, dipercaya sebagai sesuatu yang harus disyukuri, karena menandakan keberuntungan yang akan datang.
Ternyata, ada alasan ilmiah di balik turunnya hujan saat hari raya Imlek.
Hal tersebut diungkapkan oleh tim Variabilitas Iklim dan Awal Musim (TIVIAM) dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
"Hari Raya Imlek, seperti yang diketahui, memang selalu jatuh pada bulan Januari-Februari," demikian pernyataan Lapan, dikutip dari unggahan Instagram @lapan_ri, Sabtu (13/2/2021).
Berdasarkan pantauan Lapan, pada bulan Januari 2021 terdapat peningkatan hujan secara merata di sebagian besar wilayah selatan Indonesia, yaitu:
- Sumatera bagian selatan
- Jawa
- Kalimantan bagian selatan
- Sulawesi bagian selatan
- Bali
- Lombok
- Nusa Tenggara dan sekitarnya.
Baca juga: Imlek 2021: Ucapan, Kue Keranjang, Angpao, dan Makna Warna Merah
Intensitas hujan
Lapan menyebutkan, peningkatan hujan, yang secara maksimum terjadi pada dasarian III Januari, dipengaruhi oleh penguatan angin monsun Asia karena beberapa faktor, yaitu:
- Pendinginan suhu permukaan laut di Laut Tiongkok Selatan (LTS)
- Seruak dingin yang memicu pembentukan angin utaraan kuat di sekitar Selat Karimata (CENS)
- Pembentukan vorteks Borneo dan vorteks lainnya di Belahan Bumi Selatan (BBS) di Samudra Hindia dan dekat Australia
Menurut Lapan, berdasarkan prakiraan hujan dan angin bulan Februari 2021, hujan masih akan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia dengan intensitas sedang hingga tinggi.
Akan tetapi, terdapat kecenderungan terjadi pengurangan hujan pada 10-28 Februari 2021. Sementara itu, musim hujan diprediksi akan berkepanjangan hingga April 2021.
"Potensi kejadian ekstrem berupa hujan deras diprediksi terjadi di sebagian besar Jawa hingga Maret 2021 sedangkan Papua dan Sulawesi dapat terjadi hingga Mei 2021," demikian Lapan.
Potensi cuaca ekstrem
Lapan menyebutkan, kejadian ekstrem yang dipicu oleh angin kencang diprediksi berlangsung hingga Maret 2021.
Kejadian ekstrem tersebut diperkirakan akan melanda kawasan Laut Tiongkok Selatan, dan juga Laut Jawa.
"Kondisi ini patut diwaspadai, karena hingga Mei 2021, potensi kejadian cuaca ekstrem masih tinggi di wilayah Indonesia," kata Lapan.
Baca juga: Mengapa Imlek Identik dengan Warna Merah?
Penamaan Imlek
Lapan mengatakan, kalender Imlek dinamai Imlek karena berasal dari frasa “Yin-li” dalam Bahasa Mandarin yang secara harfiah bermakna Kalender Bulan/Candrakala/Lunar/Kamariah.
Meski demikian, pada kenyataannya, kalender Imlek adalah kalender Lunisolar (Surya-Candrakala, Syamsi-Kamariah) karena harus menyesuaikan dengan jatuhnya musim.
Awalnya, kalender Imlek justru berbasis peredaran semu tahunan Matahari atau Suryakala/Solar/Syamsiah.
Dalam satu tahun, dibagi ke dalam lima fase sesuai dengan jumlah unsur dalam Wuxing (secara harfiah bermakna lima unsur) yakni Kayu, Api, Tanah, Logam dan Air.
Setiap fase berumur 72 hari dan dibagi kembali menjadi dua bulan berumur 36 hari, sehingga dalam satu tahun mengandung 10 bulan dan 360 hari.
Selanjutnya, kalender mengalami perubahan dari masa ke masa sehingga pada akhirnya pada perubahan zona waktu dari waktu tolok Shanghai (UT+8.05.43) ke waktu tolok Tiongkok (UT+8) sejak 1901 memengaruhi perhitungan 24 chi dan fase Bulan baru.
Hingga tahun 1949, Tiongkok menerapkan waktu musim panas (daylight saving time) dengan menambahkan 1 jam ketika musim semi dan musim panas (menjadi UT+9) dan mengembalikan waktu ke semula ketika musim gugur dan dingin (menjadi UT+8).
Sejak 1949 hingga 1985, Tiongkok tidak menetapkan waktu musim panas. Sedangkan, sejak 1985 hingga 1991, Tiongkok menerapkan kembali waktu musim panas.
Tiongkok menghapus waktu musim panas sejak 1992 dan berlaku hingga saat ini.