KOMPAS.com - Ikan Kakatua jadi perbincangan warganet. Perbincangan soal ini muncul setelah sebuah unggahan menyebutkan bahwa ikan tersebut penting untuk menjaga ekosistem, sehingga tidak boleh dikonsumsi.
Keramaian bermula dari unggahan akun Twitter @ZOO_FESS. Hingga Senin (15/2/2021) pukul 14.30 WIB, unggahan ini sudah mendapat 24 ribu tanggapan dan 8,6 ribu retweet.
Lantas, betulkah ikan Kakatua tidak boleh dikonsumsi dan apa pengaruhnya bagi ekosistem laut?
Baca juga: Daftar 20 Jenis Ikan Bersirip yang Dilindungi, dari Pari Sungai Tutul hingga Arwana Irian
Ciri umum
Parrotfish atau ikan Kakatua tersebar di perairan Pasifik, termasuk Indonesia, Samudera Atlantik, dan Laut Mediterania.
Dalam jurnal Osena, mengenai Aspek Biologi Ikan Kakatua (Suku Scaridae), ikan ini digemari dan populer di restoran makanan laut.
Adapun ciri umum yang dapat dikenali dari ikan Kakatua, meliputi:
- Tubuh agak lonjong pipih, bentuk moncong membundar dan kepala tumpul
- Sirip punggung bergabung antara 9 duri keras dan 10 duri lemah
- Susunan gigi bergabung membentuk semacam flat di rahang atas dan bawah
- Hanya sedikit yang aktif di malam hari, ikan Kakatua lebih banyak di siang hari
- Perubahan kelamin pada ikan kakatua mempengaruhi warna. Pada ikan muda (betina) berwarna keabu-abuan atau kecoklatan, ketika dewasa (jantan) corak warna jadi lebih berwarna kontras
Sementara itu, mengenai apakah bisa dikonsumsi atau tidak, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Femmy D. Hukom tidak meyebutkan adanya pelarangan konsumsi ikan Kakatua.
Akan tetapi, Femmy mengingatkan pentingnya memerhatikan populasi ikan agar menjaga kelesatarian.
"Berkurangnya populasi ikan di perairan terjadi karena ikan yang tertangkap adalah ikan yang akan memijah atau yang belum memijah, sehingga diperlukan upaya pengelolaan dalam menjaga keberlangsungan kelestarian sumberdaya ikan," kata Femmy, saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/2/2021).
Baca juga: Kembali Diizinkan untuk Menangkap Ikan, Apa Itu Cantrang?
Ikan herbivora
Ikan kakatua dalam kebiasaan makannya dikenal sebagai ikan Herbivora. Kelompok ikan ini memainkan peran penting dalam interaksi antara karang dan makroalgae.
Kelompok ikan herbivora berperan dalam resiliensi terumbu karang, karena mampu mengontrol atau membatasi perkembangan dan pertumbuhan komunitas alga yang kemudian memberikan ruang substrat penempelan bagi larva karang.
Oleh karena itu, Femmy sepakat bahwa ikan ini berperan penting dalam menjaga ekosistem.
"Oleh karena itu, kelompok ikan ini perlu menjadi perhatian dalam pengelolaan perikanan, karena perubahahn rezim herbivora dalam terumbu dapat berpengaruh nyata pada perubahan substrat karang," kata Femmy.
Kecuali itu, kelompok ikan ini menjadi pelaku bioerosi pada karang dan mampu menciptakan pergantian fase pertumbuhan antara karang dan makro alga.
"Hilangnya atau ketiadaan ikan herbivora pada satu ekosistem terumbu karang dapat menyebabkan pertumbuhan makroalga tak terkendali sehingga menekan tingkat pertumbuhan, rekruitmen dan kelangsungan hidup terumbu karang," kata Femmy, berdasarkan penelitian Trane P. Hughes pada 2007.
Adapun dalam ekosistem terumbu karang yang sehat, ikan herbivora mampu memelihara substrat keras 50-65 persen bebas dari alga.
Penangkapan ikan
Selain memiliki peran ekologis yang penting, ikan Kakatua juga memiliki nilai ekonomi apabila sudah diolah menjadi ikan asin untuk dikonsumsi.
Ikan yang berukuran kecil biasanya dipasarkan dalam kondisi hidup untuk
akuarium air laut.
Dalam hal penangkapan, biasanya menggunakan jaring dan alat tangkap sederhana.
Akan tetapi, Femmy mengingatkan, penangkapan yang memengaruhi struktur
populasi ikan dipengaruhi oleh ukuran panjang dan bobot, jumlah hasil tangkapan nelayan,
dan habitat ikan tersebut.
Oleh karena itu, penting untuk tidak mengekspoitasi atau menangkap besar-besaran ikan Kakatua.
"Hal ini dapat mengakibatkan ikan-ikan yang ada di perairan menjadi
berkurang dan dapat punah, sehingga akan berpengaruh pada kehidupan terumbu karang," kata Femmy.
Pencegahan
Femmy menjelaskan, pencegahan terhadap penangkapan besar-besaran dapat dilakukan dengan membatasi intensitas dan memperkecil ukuran mata jaring agar ikan-ikan memiliki kesempatan untuk bereproduksi.
Ia menyebutkan, penangkapan semacam ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu growth overfishing dan recruitment overfishing.
Growth overfishing terjadi apabila hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan yang belum dewasa atau kecil.
Sedangkan recruitment overfishing terjadi apabila kegiatan eksploitasi lebih banyak
menangkap ikan yang siap memijah (spawning stock) atau ikan dewasa matang gonad.
Keduanya dapat berpengaruh pada pasokan ikan dan populasi ikan di perairan. Maka, penting untuk tidak mengeksploitasi dan memperhatikan golongan ikan.
"Beberapa jenis ikan-ikan kakatua matang gonad pada ukuran panjang 24 – 32 cm," tambah Femmy.