Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Hal yang Perlu Diketahui tentang Vaksin Nusantara

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA
Pelayanan laboratorium di RSUP Kariadi Semarang, Rabu (17/2/2021).
|
Editor: Sari Hardiyanto

 

KOMPAS.com - Indonesia saat ini diketahui tengah mengembangkan vaksin yang disebut dengan Vaksin Nusantara.

Vaksin yang juga dikenal dengan nama AV-Covid-19 tersebut dikembangkan melalui kerja sama antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), RSUP dr. Kariadi Semarang, dan Universitas Diponegoro (Undip).

Vaksin tersebut telah menyelesaikan uji klinis tahap pertama dan kini mulai menyelesaikan uji klinis tahap kedua.

Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikut ini sejumlah hal yang perlu diketahui mengenai Vaksin Nusantara:

1. Telah diuji klinis fase 1

Melansir Kompas.com, Kamis (17/2/2021) uji klinis fase satu untuk Vaksin Nusantara telah selesai dengan melibatkan 27 relawan.

Tim saat ini akan melanjutkan ke uji klinis fase 2.

Tahap uji klinis fase 2 akan melibatkan 180 relawan.

Selanjutnya nantinya jika sudah melakukan uji klinis fase 2 rencananya uji klinis fase III akan dilakukan kepada 1.600 orang.

Baca juga: Kondisi Kesehatan yang Dapat Meningkatkan Risiko Terkena Covid-19

2. Proses pembuatan

Berbeda dengan vaksin lainnya, Vaksin Nusantara dibuat menggunakan pendekatan sel dendritik (sel pertahanan, bagian dari sel darah putih) vaksin juga tidak memasukkan virus corona non aktif ke tubuh penerima.

Anggota Tim Peneliti Vaksin Nusantara FK Undip/RSUP dr Kariadi, Yetty Movieta Nency menyebut, vaksin dibuat melalui sejumlah tahap.

Awalnya darah seorang subjek diambil yang kemudian darah dibawa ke laboratorium.

Darah tersebut kemudian dipisahkan antara sel darah putih dan sel dendritik.

Baca juga: Melihat Perbedaan Vaksin Buatan AS dengan Vaksin Buatan China, Ini Rinciannya...

Nantinya sel dendritik dipertemukan dengan rekombinan antigen di laboratorium sehingga memiliki kemampuan untuk mengenali virus SARS-CoV-2.

Setelahnya sel dendritik yang sudah diperkenalkan tersebut akan kembali disuntikkan ke tubuh subjek dalam bentuk vaksin.

Maka ketika disuntikkan sel dendritik bisa memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap virus penyebab Covid-19 sehingga penerima vaksin dapat terlindungi di masa yang akan datang.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Tahap 2 Dimulai Hari Ini, Berikut Sasaran Penerima hingga Mekanisme Pendaftarannya

3. Pertama di dunia 

Yetty mengklaim Vaksin Nusantara merupakan vaksin pertama di dunia yang menggunakan pendekatan dendritik tersebut.

"Penelitian vaksin Covid-19 di dunia ini kan ada sampai 200-an kelompok penelitian ya. Tapi setahu saya vaksin dengan pendekatan dendritik, ini adalah yang pertama di dunia," kata dia.

Baca juga: 3 Gejala Varian Baru Covid-19 Afrika Selatan dan Brasil yang Muncul di India

4. Bersifat personal

Vaksin Nusantara bersifat personal menyesuaikan kondisi komorbid setiap individu.

"Prosesnya simpel, mengalami inkubasi dan seminggu kemudian sudah menjadi vaksin individual dan disuntikkan ke dalam tubuh si pasien penerima vaksin dan pembuat vaksin itu sendiri. Dampaknya apa, tentu akan memberikan kekebalan terhadap Covid-19, karena ini sifatnya menjadi imunitas yang seluler, tentunya akan bertahan lama," Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang ikut memperkenalkan Vaksin Nusantara dikutip dari Kompas.com, Rabu (17 Februari 2021).

Dengan penyuntikan ini pasien hanya menerima suntikan vaksin berasal dari sel darahnya sendiri dan bukan orang lain.

Baca juga: Varian Baru Virus Corona B1525 Ditemukan di Inggris, Berpotensi Mengkhawatirkan

5. Kelebihan Vaksin Nusantara

Terdapat sejumlah klaim kelebihan vaksin nusantara yakni:

  • Vaksin ini dibuat di dalam negeri, kit dirakit dan didistribusikan oleh perusahaan lokal
  • Lebih dari 90 persen komponen kit dibuat perusahaan lokal
  • Produksinya tidak membutuhkan biaya peningkatan skala, karena bisa dibuat tanpa memerlukan pabrik, cukup dibuat di tempat pelayanan, misalnya rumah sakit, klinik, atau lab
  • Harga murah dan bersaing, diperkirakan sekitar 10 dollar AS atau sekitar Rp 140.000
  • Tidak ada vaksin cadangan yang terbuang, karena dibuat dari sel darah seseorang yang akan kembali diterima oleh orang yang sama ketika sudah menjadi vaksin
  • Biaya pengiriman rendah, karena tidak membutuhkan alat penyimpanan dengan suhu -80 C dan sebagainya
  • Cocok untuk kondisi medis yang vaksin lain tidak bisa mencakupnya
  • Mudah diadaptasikan untuk patogen yang baru, misalnya virus mengalami mutasi.

Baca juga: Penjelasan Kemenkes soal Laporan Pasien Covid-19 yang Diminta Bayar Ratusan Juta

6. Metode rumit

Ahli Biologi Molekuler Indonesia, Ahmad Utomo menilai metode pembuatan vaksin nusantara berbasis sel dendritik ini rumit.

Butuh pegecekan berulang kali dalam pengerjaannya untuk memastikan apakah antibodi muncul dan untuk memastikan apakah proses sudah benar.

Setelahnya ahli juga harus menunggu dan memastikan apakah antibodi muncul.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Kak Seto, Berikut Gejala, Penyebab, hingga Pencegahan Kanker Prostat

Pendekatan sel dendritik menurutnya sebenarnya sudah dipakai pada imunoterapi kanker.

Metode ini menurutnya juga akan mahal karena proses kultur tak mudah dan rumit.

Meski demikian, diberitakan Kompas.com sebelumnya. Vaksin Nusantara dipatok harga Rp 140.000.

"Ini menarik sekali. Saat teman-teman ilmuwan mengetahui harga ini, mereka cuma bisa bilang W-O-W. Karena amazing, kecuali ada yang subsidi," ungkapnya tertawa.

Baca juga: Mengenal Apa Itu GeNose, Alat Pendeteksi Covid-19 UGM yang Akurasinya Disebut Capai 75 Persen

(Sumber: Kompas.com/Rosy Dewi Arianti Saptoyo, Luthfia Ayu Azanella, Riska Farasonalia | Editor Rizal Setyo Nugroho, Gloria Setyvani Putri, Rendika Ferri Kurniawan, Khairina)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Tahapan Pemeriksaan Covid-19 Menggunakan GeNose

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi