Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir di Beberapa Wilayah, Ini Catatan untuk Pemerintah

Baca di App
Lihat Foto
DOKUMENTASI BNPB
Tampilan banjir Jakarta dari helikopter yang mengangkut Kepala BNPB Doni Monardo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, saat mereka meninjau kondisi banjir terkini pada Rabu (1/1/2020).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Bencana banjir terjadi di berbagai wilayah Tanah Air, mulai dari DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Timur, dan beberapa wilayah yang lainnya.

Dari faktor alam, Indonesia kini tengah berada pada puncak musim hujan.

Dari faktor non-alam, organisasi lingkungan, Greenpeace, menilai, terjadinya bencana banjir tak lepas dari peran pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan yang tak mempertimbangkan kelestarian lingkungan.

Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap semakin memperparah kondisi perubahan iklim yang saat ini terus berlangsung dan menjadi ancaman besar bagi umat manusia, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal ini disampaikan oleh Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika.

Ia mengatakan, secara makro, Indonesia belum melakukan langkah mitigasi perubahan iklim yang signifikan dan serius.

"Justru kami lihat program-program yang diprioritaskan pemerintah dengan dalih ekonomi, mengorbankan lingkungan, dan mencederai komitmen iklim," kata Hindun saat dihubungi Kompas.com, Minggu (21/2/2021).

Contohnya, kata dia, kebijakan pemerintah untuk memberikan diskon pajak 0 persen pada pembelian produk mobil baru.

"Negara lain memanfaatkan momentum pandemi dengan membenahi mobilitas yang sustainable and less carbon, Pemerintah Indonesia justru berusaha menambah lebih banyak mobil pribadi di jalanan yang menjadi penyebab utama polusi dan emisi," ujar dia.

Baca juga: Pajak Mobil Baru 0 Persen Berlaku 3 Bulan, Enam Bulan Berikutnya Didiskon

"Komitmen mitigasi perubahan iklim juga banyak dicederai oleh kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dengan terus mendorong sektor industri ekstraktif tinggi karbon," lanjut Hindun.

Hindun menyebutkan, curah hujan dari tahun ke tahun terpantau mengalami peningkatan secara signifikan.

Hal ini akan terus berlanjut hingga waktu-waktu yang akan datang.

"Kita saat ini sedang berpacu dengan kondisi iklim ekstrim yang bertahun-tahun ke depan akan semakin buruk kondisinya. Kondisi cuaca ekstrim ini tidak didukung oleh daya tahan/daya dukung lingkungan yang baik," jelas dia.

Menurut dia, intensitas hujan akan terus bertambah tinggi. Di sisi lain, kemampuan lingkungan untuk menyerapnya  air hujan semakin menurun.

"Banjir Kalimantan, selain karena alih fungsi lahan yang menurunkan daya dukung lingkungan, tapi curah hujan tinggi tentu saja akan menjadi bencana serius pada saat ekosistem sekitar sudah rusak oleh tambang dan kelapa sawit," ujar Hindun.

Demikian pula dengan banjir yang selalu terjadi di Jakarta. Menurut dia, salah satunya karena tidak adanya area serapan yang memadai baik di wilayah itu maupun di hulu akibat adanya alih fungsi lahan.

Baca juga: Mungkinkah Jakarta Bebas Banjir?

Hindun menyebutkan, ruang terbuka hijau di Jakarta saat ini kurang dari 15 persen. Idealnya, sebuah kota memiliki RTH seluas 30 persen.

"Di daerah Puncak juga catchment area-nya rendah, ya jelas air akan mengalir ke Jakarta dengan volume yang tidak terbendung dengan kondisi yang ada saat ini," kata dia.

Krisis iklim ini bersifat global dan tidak mengenal batas wilayah negara.

Semua pihak harus terlibat untuk menunjukkan komitmennya secara serius, termasuk Indonesia.

Ia mengatakan, dunia harus mencapai zero carbon pada tahun 2050, dan untuk itu dibutuhkan revolusi dalam sektor industri juga energi.

"Pemerintah Indonesia tidak datang dengan langkah revolusioner untuk memitigasi ini, justru penggundulan hutan terus terjadi, batu bara terus dikeruk dan dibakar, dan di sektor transportasi- penggunaan mobil pribadi didorong dan diberikan insentif pajak," ujar Hindun.

Baca juga: Banjir Landa Jakarta, Apa yang Harus Dilakukan Saat Banjir?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi