Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kolumnis
Bergabung sejak: 16 Mei 2017

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Bertemu Jusuf Kalla pada Sebuah Sore

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/MUTIA FAUZIA
Wakil Presiden RI Periode 2014-2019 Jusuf Kalla fi Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Editor: Heru Margianto

KAMIS, pukul 14.00 wib, hujan deras di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Setelah menjalani swab antigen dan menungu beberapa saat, saya masuk ke ruang tamu salah satu rumah di Jalan Brawijaya, bertemu Wakil Presiden 2004-2009 dan 2014-2019 Muhammad Jusuf Kalla (JK).

Pak JK nampak segar dan sehat. Senang sekali saya jumpa JK sore itu. Karena dua buku saya, Sisi Lain Istana Jilid I (Dari Zaman Bung Karno sampai SBY) dan Sisi Lain Jilid II (Andaikan Obama Ikut Pilpres Indonesia) diluncurkan oleh beliau.

Pembicaraan kami berdua langsung ke masa-masa yang belum lama berlalu. Orang-orang atau tokoh-tokoh yang kami bicarakan antara lain almarhum Jakob Oetama, Buya Safi’i Maarif, Kwik Kian Gie, Muhammad Lutfi, Erick Tohir, Airlangga Hartarto, Anies Baswedan dan seterusnya. Pembicaraan kami dalam nuansa positif.

Kami membicarakan tentang harapan Jakob Otama (JO) dan Safi’i Maarif (Buya) yang menginginkan JK jadi presiden.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Pak Buya Safii Maarif bilang ke publik, JK the real president, waduh ini membuat saya sedikit repot,” ujar JK sore itu.

Almarhum JO pun punya keinginan yang mirip seperti apa yang dikatakan Buya, tapi tidak begitu gamblang dan terbuka.

Rugi, tidak beri kesempatan JK

Saya jadi ingat tulisan Buya dalam buku Mereka Bicara JK, di bawah subjudul M. Syafi’i Maarif: JK The Real President.

“Sebenarnya bangsa ini rugi tidak memberi kesempatan kepada JK untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini. Tapi memang bangsa ini belum siap menerima sosok seperti JK untuk memimpin negeri karena memang kondisi sosial politik dan demokrasi kita masih berada pada tahapan demokrasi citra,” ujar Ketua PP Muhammadiyah 1998-2003 itu dalam buku terbitan Oktober 2009, saat JK lengser dari kursi wakil presiden.

“......Selain itu, masyarakat kita memang masih belum sepenuhnya memahami sosok JK. Bagi pemilih JK dalam pemilihan presiden 2009, kekalahannya bukan suatu persoalan, pemilihnya merasa bangga dengan mencontreng dia karena ada harapan yang muncul dari sosok beliau jika ia berhasil memimpin negeri ini,” lanjut Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah 12 tahun lalu itu.

Lain halnya dengan apa yang dikatakan salah seorang pendiri harian umum Kompas, Jakob Oetama. Ia bersahabat dengan JK. Mereka sering bertemu dalam saat tidak formal. Beberapa kali saya ikut dalam pertemuan itu.

Beberapa pekan setelah JK terpilih kembali jadi Wapres pada Oktober 2014, saya bersama teman-teman dari redaksi Kompas menemani JO makan siang di kediaman pribadi JK di Jalan Brawijaya.

Sambil menikmati soto ayam kesukaan JO, almarhum berkesempatan mengusulkan agar JK banyak berperan dalam pemerintahan bersama Presiden Joko Widodo.

Dalam pemakaman jenazah almarhum Jakob Oetama, Kamis, 10 September 2020 (wafat hari Rabu, 9 September 2020), di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, JK bertindak sebagai inspektur upacara.

Di bawah subjudul, Kita Melihat Kedewasaan dan Kebijakan Politik dari Keduanya, JO antara lain mengatakan ,”......SBY dan JK, dua sosok yang berbeda kepribadian dan kecenderungannya.”

“Yang satu pemikir, reflektif, serius, sedangkan yang lainnya adalah man in action - karena latar-belakangnya yang usahawan dan entrepreneur itu. Mantan PM Singapura, Lee Kuan Yew, termasuk yang berpendapta demikian.Waktu beliau menyatakan begitu, saya berkomentar, ‘yes excellency, tapi juga jadi mudah untuk di-intrik’. Tapi saya ngomong sambil setengah joke,” lanjut almarhum Jakob Oetomo tahun 2009.

Ketika itu JO juga berkomentar ketika JK lengser dari kursi wapres tahun 2009.

”Mungkin masih terbuka untuk beliau tentunya, peran-peran sebagai salah seorang pemimpin bangsa, karena Pak JK itu orang yang luwes, fleksibel, sehingga masuk ke lingkungan-lingkungan baru itu relatif akan lebih mudah. Mari kita tunggu gebrakan apa yang akan dilakukan JK,” demikian ujar JO saat itu.

Cahaya bagi sekelilingnya

Hal yang agak mirip dan senada apa yang dikatakan oleh JO adalah apa yang disampaikan oleh Muhammad Lutfi (mantan Ketua Badan Koordinator Penanaman Modal waktu itu).

“Saya yakin di masa-masa yang akan datang, ke mana pun beliau pergi, beliau akan menjadi panutan.......Saya yakin ke mana pun beliau pergi, beliau akan menjadi cahaya tersendiri untuk orang-orang di sekelilingnya,” ujar Lutfi yang pernah menjadi Menteri Perdagangan di masa pemerintahan SBY periode kedua dan kini menjadi Menteri Perdagangan lagi.

Cukup menarik pula apa yang dikatakan Tufiq Kiemas (TK) tahun 2009 itu, ketika JK lepas dari kursi Wapres.

“Ke mana Pak Kalla setelah tidak menjabat Wakil Presiden? Saya kira, selalu akan ada tempat bagi seorang dengan reputasi tinggi seperti Jusuf Kalla. Tenaga dan pikirannya masih diperlukan bangsa ini....Saya kira bangsa ini masih memerlukan tenaga dan pikirannya,” ujar TK (almarum) waktu itu.

“Sekiranya Pak Kalla memerlukan teman kerja dalam membangun bangsa ini ke depan, dengan kerendahan hati saya ingin melamar sebagai mitra kerjanya,” demikian kata Ketua MPR 2009-2014 yang wafat 8 Juni 2013 tersebut.

Lalu, sekarang setelah lengser dari kursi Wapres 2014 - 2019, JK akan melakukan gebrakan apa?

“Dua atau tiga kali dalam satu minggu saya rutin main golf. Atau kadang-kadang jalan kaki sekeliling rumah-rumah kediaman di Kabayoran Baru, Jakarta itu. Saya juga sering jalan kaki di dalam air,” ujarnya.

Kembali ke pertemuan saya dengan JK, sore itu banyak hal yang kami bicarakan. Masalah covid-19, vaksinasi, masalah offshore dan onshore proyek Blok Masela, jalan layang di Jakarta, banjir di wilayah pantura (wilayah sawah), dan soal penyediaan beras menjelang April dan Mei 2021 ini.

Pesan JK antara lain, perlu diwaspadai terus masalah covid-19 ini (termasuk vaksinasi) dan masalah beras (termasuk kesulitan impor saat-saat ini dari Thailand dan Vietnam).

“Cukup berat, “katanya.

Ketika saya sebut dengan meminjam ucapan salah seorang mantan direktur utama salah satu perusahaan BUMN, bahwa kabinet sekarang ini boleh disebut sebagai “kabinet kasihan”, Pak JK hanya berucap ya, ya sambil tersenyum.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi