KOMPAS.com - Pandemi virus corona Covid-19 bisa berdampak pada siapa saja. Termasuk gerak tangan para seniman.
Mereka yang dulu karyanya biasa hilir mudik di lorong-lorong galeri seni, kini terpaksa harus duduk diam di pojok-pojok studio lukis.
Sejak pandemi membatasi ruang gerak masyarakat dan kewajban social distancing diberlakukan, ekonomi masyarakat kecil memang tersendat.
Tak terkecuali, ekonomi para seniman yang menggantungkan hidupnya dari menjual beragam karya seni.
Alih-alih putus asa dan meratapi nasib, pekerja seni justru saling berlomba berpikir kreatif demi terus menggerakkan roda ekonomi.
Mengubah media lukis
Erny Yudha Wastuti sebelum pandemi kerap berkarya di media kanvas, kain juga kulit. Namun sejak Covid-19 datang, penjualannya menurun pelan-pelan.
Kepada Kompas.com ia memaparkan bahwa semenjak April 2020 omzetnya menurun hingga hampir 50 persen.
Erny yang memiliki brand Er'd Paintingart ini kemudian beralih media yaitu melukis masker.
"Awalnya saya iseng melukis masker untuk saya pakai sendiri, tapi ternyata banyak yang suka dan meminang masker-masker saya," paparnya.
Praktis mulai April 2020, Erny memiliki jenis dagangan baru. Masker lukisnya yang bergambar bunga-bunga meriah laris manis di pasaran.
Tak berhenti di situ, ia juga berkolaborasi dengan sang anak, Abhista, mempromosikan pelengkap masker yaitu strap dan connector untuk perempuan yang berhijab.
Tembus ribuan item
Kondisi serupa juga dilakukan Noer Aida dan Wiwik Soesmono. Kedua perupa asal Semarang ini sama-sama jeli melihat pasar.
Mereka sebelumnya berjualan tas dan kerudung lukis, namun kedua item tersebut semakin sepi permintaan semenjak Covid-19 datang.
"Hal itu karena pembatasan sosial, jadi jarang orang membutuhkan tas dan kerudung karena memang jarang keluar rumah," ungkap Wiwik kepada Kompas.com, Senin (1/3/2021).
Wiwik pun memeras otak, tentang barang seni apa yang masih dibutuhkan ketika masa pandemi seperti sekarang ini.
Pilihannya akhirnya jatuh juga pada masker lukis. Ia pun menebar jala. Mempromosikan masker lukis goresan tangannya.
Dalam sehari Wiwik bisa menyelesaikan 20 hingga 40 buah pesanan masker lukis.
Jika dihitung cermat, dari April hingga Desember 2020, ia sudah melepas sekitar 1400 masker lukis ke pasaran.
Sedangkan Noer Aida yang mengusung brand Panitih Handmade, menjual masker lukis demi bisa terus berkesenian di masa pandemi, sekaligus terus menjaga kepulan asap dapurnya.
Dari kanvas ke coaster kayu
Menurunnya kunjungan wisata berimbas pula pada vakumnya belasan bahkan puluhan galeri seni di sekitaran Bali.
Budi lantas mengubah media lukis. Semata agar bisa tetap survive tanpa perlu meninggalkan passion-nya di dunia seni. Dari kanvas, Budi kini melajukan kuasnya di atas media kain dan juga kayu.
"Saya memproduksi kaus dan totebag lukis. Baru-baru ini saya juga memproduksi coaster dari kayu yang di atasnya saya lukis menggunakan cat akrilik," ujarnya kepada Kompas.com.
Trik Budi ini membuahkan hasil. Sama seperti langkah yang diambil Erny, Wiwik dan Noer Aida. Orderan kaus dan coaster kayu milik Budi, mengalir terus dari seberang selat Bali.
Pandemi Covid-19 memang berpengaruh besar pada perekonomian banyak orang. Namun ide-ide kreatif seniman ini membuat mereka bertahan selama hampir satu tahun pandemi di Indonesia ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.