Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Corona di RI, Tren Kasus Harian Turun, Ini Kata Epidemiolog

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Sejumlah pekerja menggunakan masker berjalan kaki setelah meninggalkan perkantorannya di Jakarta, Rabu (29/7/2020). Klaster perkantoran penularan Covid-19 di Jakarta kini menjadi sorotan. Data resmi hingga Selasa (28/7/2020) kemarin, ada 440 karyawan di 68 perkantoran di Ibu Kota yang terinfeksi virus corona.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Satu tahun yang lalu, tepatnya 2 Maret 2020, Indonesia pertama kali melaporkan kasus Covid-19.

Per Senin (1/3/2021), total kasus Covid-19 di Indonesia sebanyak 1.341.314 kasus dengan total kematian akibat Covid-19 yakni 36.325 orang.

Selama beberapa hari terakhir tren kasus harian Covid-19 yang dilaporkan menurun.

Baca juga: Setahun sejak Kasus Corona Pertama, Ini Kondisi Pandemi di Indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana tanggapan epidemiolog?

Pengaruh testing

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengungkapkan bahwa dalam setahun ini pemerintah belum berhasil mengendalikan pandemi.

Selain itu, terkait menurunnya kasus harian, dia menjelaskan itu bukan berarti hal baik, karena testing yang dilakukan juga menurun.

"Kalau dalam seminggu ini seolah-olah ada penurunan kasus itu karena testing kita melemah. Testing kita dalam seminggu terakhir melemah," katanya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/3/2021).

Dia melanjutkan, kemarin testing yang dilakukan hanya sekitar 18.000 dan itu merupakan yang terendah dalam 4 bulan terakhir (sejak 1 November).

Testing di Indonesia walaupun sempat naik, tapi bukan sebuah prestasi karena tidak pernah mencapai batas minimum yang ditetapkan oleh WHO. Adapun target minimal testing harian dari WHO sekitar 40.000.

Baca juga: Optimalkan Testing Covid-19, Pemerintah Siap Kirimkan 724.000 Alat Tes ke Daerah-daerah

Perbaiki fokus

Windhu berharap pemerintah bisa memperbaiki fokus penanganan pandemi. Menurutnya, bidang kesehatan seharusnya menjadi yang utama, bukan ekonomi atau hal lainnya.

"Jangan lagi seperti sekarang yang membingungkan, yang masih berbicara masalah keseimbangan ekonomi dan kesehatan. Kalau kita mau betul kembali ke fokus kesehatan. Di dunia, pandemi ditangani dengan fokus kesehatan. Ekonomi dan sektor lain itu pendamping," ungkapnya.

Selain itu dia berharap pemerintah bisa menjadikan Menteri Kesehatan sebagai leading sector, bukan dari kementerian lainnya.

Dengan begitu, strategi mengatasi pandemi yang digunakan akan mengutamakan kesehatan.

Baca juga: Menkes Terbitkan Aturan Vaksin Mandiri, Ini Bedanya dengan Vaksinasi Prioritas Pemerintah

Test dan tracing

Terkait strategi untuk menghentikan pandemi dengan segera, Windhu mengatakan bisa menggunakan Trisula, yaitu testing, tracing, dan mendisiplinkan protokol kesehatan.

Terkait testing, Indonesia masih lemah. Sementara itu tracing bahkan hampir tidak dilakukan.

"Kita lemah dalam testing dan tracing. Bahkan akhir-akhir ini contact tracing hampir tidak dilakukan, karena fokusnya vaksinasi sepertinya, padahal vaksinasi waktunya panjang, sekitar 3,5 tahun diperkirakan baru bisa selesai," kata Windhu.

Lalu, penting juga untuk membuat masyarakat menaati protokol kesehatan. Saat ini masyarakat makin abai terhadapnya.

"Saya membaca hasil survei, yang mau jaga jarak tinggal 34 persen, bayangkan," tuturnya.

Dia mengingatkan supaya tidak lengah dengan vaksinasi. Selain itu testing perlu dimassifkan lagi.

Baca juga: Mengapa Setelah Vaksinasi Masih Perlu Disiplin Protokol Kesehatan?

Dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak boleh lengah terhadap penurunan kasus harian.

Dia menjelaskan menurut studi yang dipublikasikan di Jurnal Lancet, kasus harian tidak bisa dijadikan patokan untuk pengendalian pandemi.

"Negara-negara tidak boleh dan tidak bisa merujuk pada kasus harian dalam melihat performa atau tren pengendalian pandemi," ujarnya pada Kompas.com, Selasa (2/3/2021).

Hal itu karena kasus harian tidak valid, apalagi melihat jumlah testing yang dilakukan Indonesia. Dicky mengatakan cakupan testing Indonesia rendah.

"Itu berbahaya, bisa menyebabkan miss leading, miss interpretasi, dan miss ekspektasi," kata Dicky.

Baca juga: Segera Registrasi Akun LTMPT, Ini Jadwal Penutupan Pendaftaran SBMPTN

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi