Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Fesyen Sarung Masih Panjang, dari Kesan Formal Menuju Kasual

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo
Koleksi-koleksi kain yang dipamerkan di Museum La Galigo, Kota Makassar, Rabu (11/2/2015). Di sebelah kiri terlihat kain tenun dari Toraja dan di sebelah kanan merupakan kain sarung.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Hari Sarung Nasional telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dan diperingati setiap tanggal 3 Maret.

Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, pada masa pandemi ini peringatan sepi dari perayaan fesyen.

Namun meskipun demikian, sejumlah desainer masih banyak yang menggunakan kain sarung untuk karya-karya mereka. 

Mengangkat sarung dari bahan jeans

Salah satu desainer yang konsen pada bahan kain sarung adalah Sudarna Suwarsa.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desainer asal Semarang ini berkecimpung dengan bahan kain sarung sebagai inspirasi karyanya sejak tahun 2016. Meski awalnya merasa aneh mengolah sarung, namun akhirnya ia bisa menemukan celah kecocokkan ketika mendesain maupun mengenakan sarung.

Ia kini sudah tak segan mengenakan sarung kemana saja. Baik ketika mengikuti agenda Indonesian Fashion Chamber (IFC), memberi pelatihan bersama kementerian, maupun ketika melenggang ke pesta atau acara-acara pribadi. 

Baca juga: Bupati-Wabup Jember Terpilih Pakai Sarung ke Sidang Paripurna, Ini Alasannya

Menolak bentuk konvensional, Sudarna menciptakan sarung modern yang terbuat dari bahan tenun, batik, ataupun bahan denim. Bahkan, celana jeans usang miliknya, ia rombak habis-habisan.

"Saya lepas jahitannya, kemudian saya sambung-sambung menjadi bentuk sarung," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (3/3/2021).

Sudarna sendiri tak membatasi jenis bahan yang akan ia jahit menjadi sarung. Menurutnya, sarung sudah masuk ranah fesyen modern, sehingga tak lagi ada batasan kaku di dalamnya.

Dari formal ke kasual

Sarung awalnya hanya dipakai pada acara-acara keagamaan atau upacara adat. Lebih jauh ke belakang, konon katanya di masa penjajahan Belanda, sarung digunakan sebagai simbol untuk melawan masuknya arus budaya barat.

Meski kini sarung identik dengan identitas agama Islam, namun penggunaan sarung sudah menerobos sekat-sekat di masyarakat. Salah satu pelopornya adalah para desainer Nusantara yang mulai mengusung sarung dari waktu ke waktu.

Indonesia sendiri memiliki beragam jenis sarung tenun daerah, baik dari NTT, NTB, Bali dan Sulawesi.

Sedangkan daerah Palembang dan sekitarnya menggunakan sarung yang terbuat dari songket. Ada pula tapis, yaitu sarung khas daerah Lampung yang kaya akan motif flora.

Sarung mulai naik kelas, dari yang dulunya hanya bermain di ranah formal, kini menjarah area fesyen kasual.

 

Padu-padan sarung

Salah satu desainer yang mengangkat sarung ke sekat santai dan asik ini adalah Priscilla Margie. 

Lewat brand-nya Santoon Official, ia melahirkan sarung-sarung kasual yang bisa dipadupadankan dengan jeans dan sepatu boot.

Sarung kasualnya ini terbuat dari tenun juga lurik. Dengan teknik ikat dan lipit, sarungnya bisa dipadukan dengan blus semi kasual atau malah kaus kekinian.

Priscilla sendiri mengaku merambah bahan sarung sejak dua tahun yang lalu. Kala itu, produk sarungnya laris manis di pasaran. Hampir 70 persen karyanya menggunakan sarung.

Namun ketika Covid-19 datang, pesanan sarung kasual miliknya menurun drastis. Ia kini bertahan di desain sarung semi formal, yang masih banyak dipesan oleh para ibu Dharma Wanita baik di area Jawa Tengah, Jawa Barat maupun Jawa Timur.

Pandemi memang menghambat laju fesyen. IFC yang biasanya menggelar fashion show atau parade untuk merayakan hari sarung nasional, sudah dua kali ini vakum dari kegiatan.  

Meski begitu, sebagian besar anggota dan pengurus IFC masih tetap optimis tren sarung bisa bertahan lama meski sempat tergilas pandemi.

Baca juga: Menelisik Sejarah Sarung, Pakaian yang Kini Identik dengan Maruf Amin

Sudarna mengatakan, sarung tak akan dengan mudahnya surut dari dunia fesyen nasional mengingat sejarah sarung yang teramat panjang di Indonesia.

"Sarung datang ke Nusantara kemudian menjadi bagian dari sejarah, adat dan budaya kita. Jadi tren sarung ini saya rasa akan berlangsung lama," paparnya.

Hal senada juga diyakini Priscilla, menurutnya tren sarung akan bertahan lama di dunia fesyen Nusantara. 

"Meski di masa pandemi sarung sedikit redup, tapi pencintanya tetap masih ada. Yaitu mereka yang senang tampil semi formal, atau mereka yang doyan berdandan sedikit kontemporer," tuturnya.

Baca juga: Cerita Kain Pinawetengan, Wastra Nusantara dari Minahasa

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi