Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manuver Politik Moeldoko dari Kacamata Pengamat dan Peneliti

Baca di App
Lihat Foto
ANTARAFOTO/M RISYAL HIDAYAT
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko melambaikan tangan usai memberi keterangan pers di kediamannya kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Moeldoko membantah tudingan kudeta kepemimpinan Partai Demokrat di bawah Agus Harimurti Yudhyono (AHY) demi kepentingannya sebagai calon presiden pada pemilihan umum tahun 2024 mendatang. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Kancah perpolitikan Indonesia tengah hangat dengan masalah kepemimpinan yang terjadi di tubuh Partai Demokrat.

Suara partai berlambang bintang Mercy terpecah, yakni kubu yang mendukung Agus Harimurti Yudhoyono maupun kubu di belakang Moeldoko.

Moeldoko sendiri dipilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar pada Jumat (5/3/2021) di Deli Serdang.

Langkah politik Moeldoko pun menuai banyak sorotan dari para pengamat dan peneliti politik.

Baca juga: 7 Hal tentang Sosok Moeldoko, Ketum Demokrat Versi KLB

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Preseden buruk

Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto mengatakan, perpecahan dan pengambilalihan kekuasaan di Partai Denokrat merupakan preseden yang buruk bagi demokrasi.

Menurut dia, konflik di tubuh Partai Demokrat lebih ekstrem daripada dua konflik sebelumnya, yang melibatkan Partai Golkar dan PPP.

"Yang terjadi justru partai-partai yang pecah akhirnya kalah oleh mereka yang menang dengan KLB dan dekat dengan kekuasaan," kata dia.

"Nah ini menurut saya menjadi preseden yang sangat buruk, dengan begitu habis sudah oposisi, meskipun selama ini demokrat tidak bisa juga disebut oposisi," tambahnya.

Bagi Wijayanto, apa yang terjadi pada Partai Demokrat ini semakin membuat tren buruk bahwa partai sangat mudah diremukkan oleh penguasa.

Baca juga: Apa yang Memicu Api Konflik di Partai Demokrat?

Pertaruhan sikap Istana

Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, Presiden Joko Widodo mesti angkat bicara atas masalah di tubuh Partai Demokrat.

Ia menuturkan, keterlibatan Moeldoko tidak bisa dilepaskan dari profil salah satu orang di lingkaran terdekat Jokowi.

Menurutnya, manuver Moeldoko akan mempertaruhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, pihak Istana, maupun Jokowi sendiri.

Ia menegaskan, keterlibatan pejabat aktif pemerintahan dalam konflik yang tengah mendera sebuah partai merupakan tindakan yang tidak etis.

Oleh sebab itu, Siti Zuhro menilai, dalam isu ini, Jokowi harus angkat bicara dan tidak bisa diam begitu saja.

Baca juga: Perpecahan Partai Demokrat dan Catatan Buruk dalam Perpolitikan Indonesia

Anomali politik dan demokrasi

Siti Zuhro juga menyebut, KLB yang digelar oleh kubu kontra-AHY merupakan anomali politik dan demokrasi.

Meski konflik semacam ini bukan hal baru, tetapi KLB Partai Demokrat tidak lazim karena penyelenggaraannya tidak sesuai AD/ART.

Kemudian, KLB menghasilkan pihak eksternal sebagai ketua umum.

"Partai dan ketua umum bahkan yang dimunculkan bahkan bukan kader, ini untuk tentu pegiat politik, pegiat demokrasi, intelektual, akademisi yang belajar demokrasi, ini membingungkan," ujar Siti Zuhro.

Ia menilai kehadiran Moeldoko menandakan nilai-nilai, moral, dan etika berpolitik sudah dipinggirkan.

Terlebih lagi, Moeldoko merupakan seorang pejabat aktif di lingkaran pemerintahan.

Baca juga: Memaknai Unggahan Ngopi Moeldoko, Sindirian untuk Demokrat?

Mengevaluasi Moeldoko

Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan, Jokowi harus mengevaluasi Moeldoko atas pengambilalihan ketua Partai Demokrat.

Sebab, Moeldoko dinilai telah menunggangi Partai Demokrat yang tengah berkonflik untuk kemudian menduduki posisi ketua umum lewat KLB.

Ia menilai aksi poltik Moeldoko bisa dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh dan jaringannya di sekitar kekuasaan.

Jika Jokowi membiarkan, hal itu ditafsirkan bahwa Presiden merestui langkah politik Moeldoko.

Sumber: Kompas.com (Rakhmat Nur Hakim/Ardito Ramadhan | Editor: Rakhmat Nur Hakim/Kristian Erdianto)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi