Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Sebut 1 dari 3 Perempuan di Dunia Pernah Mengalami Kekerasan

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Askarim
Ilustrasi WHO
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerja sama dengan lembaga global lainnya mengumumkan data kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia, pada Selasa (9/3/2012).

Hasilnya, 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan.

Data ini dipaparkan dalam konferensi pers virtual WHO, pada Selasa pukul 22.21 WIB.

“Kekerasan terhadap perempuan mewabah di setiap negara dan budaya, menyebabkan kerugian bagi jutaan perempuan dan keluarga mereka, dan diperburuk oleh pandemi Covid-19,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi tersebut.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: WHO: Orang yang Konsumsi Alkohol Lebih Berisiko Terinfeksi Covid-19

736 juta perempuan alami kekerasan

Terdapat sekitar 736 juta perempuan tercatat pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan atau kekerasan seksual dari non-pasangan. Ini merupakan pembaruan data yang dihimpun mulai 2000 sampai 2018.

Dari data terbaru yang disampaikan WHO, menyebutkan 1 dari 3 perempuan pernah mengalami kekerasan. Jumlah ini sebagian besar tetap tidak berubah selama satu dekade terakhir.

Kekerasan terhadap perempuan bahkan menyasar golongan usia yang dikategorikan muda.

Terdapat 1 dari 4 perempuan muda, dengan rentang usia 15 sampai 24 tahun pernah mengalami kekerasan, yang telah menjalin hubungan dan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya pada saat mereka mencapai usia pertengahan 20-an.

Baca juga: WHO: Terlalu Dini Berpikir Pandemi Covid-19 Selesai Akhir 2021

Dampak pandemi

Dalam konferensi itu, hadir pula Direktur Eksekutif Wanita PBB Phumzile Mlambo-Ngcuka.

WHO dan mitranya memperingatkan bahwa pandemi Covid-19 telah semakin meningkatkan keterpaparan perempuan terhadap kekerasan, sebagai akibat dari tindakan seperti penguncian dan gangguan pada layanan dukungan vital.

"Kami tahu bahwa berbagai dampak Covid-19 telah memicu 'pandemi bayangan' dari segala jenis kekerasan yang dilaporkan terhadap wanita dan anak perempuan," kata PBB Phumzile.

Ia berharap pemerintah di berbagai negara dapat mengambil langkah proaktif untuk mengatasi tingginya angka kekerasan terhadap perempuan.

Baca juga: WHO Sebut Covid-19 Bisa Jadi Penyakit Endemik, Ini Bedanya dengan Epidemi, dan Pandemi

Penyebab kekerasan

Kekerasan terhadap perempuan lebih rentan terjadi di negara berpenghasilan rendah atau menengah ke bawah.

WHO menyebutkan, sekitar 37 persen perempuan yang tinggal di negara miskin pernah mengalami kekerasan.

Mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual dari pasangan mereka. Beberapa negara bahkan memiliki prevalensi sampai 1 dari 2 perempuan mengalami kekerasan.

Adapun angka prevalensi kekerasan terhadap perempuan dirangkum berdasarkan wilayah, yaitu:

  • Wilayah Oseania, meliputi Melanesia 51 persen, Mikronesia 41 persen dan Polinesia 39 persen
  • Asia Selatan 35 persen
  • Afrika Sub-Sahara 33 persen
  • Afrika Utara 30 persen
  • Asia Barat 29 persen
  • Amerika Utara 25 persen
  • Australia dan Selandia Baru 23 persen
  • Amerika Latin dan Karibia 25 persen
  • Eropa Utara 23 persen
  • Asia Tenggara 21 persen
  • Eropa Barat 21 persen
  • Asia Timur 20 persen
  • Eropa Timur 20 persen
  • Asia Tengah 18 persen
  • Eropa Selatan 16 persen

Dari data di atas, perempuan yang telah berpasangan memiliki tingkat kekerasan tertinggi yaitu 16 persen dalam 12 bulan terakhir.

Angka ini terjadi di kalangan perempuan berusia antara 15 dan 24 tahun.

Baca juga: Kementerian PPPA: Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Meningkat Tajam Saat Pandemi

Kaitannya dengan kesehatan

WHO angkat bicara soal kekerasan terhadap perempuan karena ada pengaruhnya pada bidang kesehatan.

WHO menyebutkan kekerasan dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan perempuan sepanjang sisa hidupnya.

Adapun gangguan kesehatan yang rentan dialami, meliputi:

  • Risiko cedera
  • Depresi
  • Gangguan kecemasan
  • Kehamilan yang tidak direncanakanIinfeksi menular seksual termasuk HIV dan lainnya.

Hal ini juga berdampak pada masyarakat secara keseluruhan. WHO menyarankan ada pencegahan kekerasan terhadap perempuan, yaitu:

  • Menjamin kesetaraan ekonomi dan sosial yang sistemik
  • Memastikan akses ke pendidikan dan pekerjaan yang aman
  • Mengubah norma dan lembaga gender yang diskriminatif.

Baca juga: Direktur WHO Eropa Sebut Pandemi Corona Akan Berakhir Awal 2022

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi