Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi
Bergabung sejak: 7 Okt 2019

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Pentingnya Pendekatan Budaya dalam Vaksinasi Covid-19 di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA ACHMAD
Pedagang Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, mulai menjalani vaksinasi Covid-19. Foto diambil pada Selasa (9/3/2021).
Editor: Heru Margianto

MEMASUKI tahun 2021 virus Covid-19 masih merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Setahun lebih sudah pandemi ini terjadi, namun kasus positif dan angka kematian masih terus saja bertambah.

Dilansir dari Worldometers, Kamis (11/3/2021), secara global terdapat setidaknya 188.607. 029 kasus terkonfirmasi positif Covid-19, dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 2.630.898 dan sekitar 94.221.177 orang telah dinyatakan sembuh.

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan RI, Jumat (12/3/2021), terdapat penambahan sekitar 6.412 kasus baru. Jumlah kasus total terkonfirmasi positif sebanyak 1.410.134 orang dengan total kasus sembuh sebanyak 1.231.454 dan angka kematian sebesar 38.229 kasus.

Berdasarkan data tersebut, pemerintah dan masyarakat masih harus waspada terhadap penularan virus Covid-19 karena hingga saat ini pandemi ini telah melumpuhkan berbagai sektor penting yang berdampak buruk kepada negara dan masyarakat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Preventif 

Selain aktif menyebarkan infomasi kesehatan dan menggalakkan penerapan protokol kesehatan secara ketat, salah satu langkah dan upaya preventif yang dilakukan pemerintah adalah vaksinasi nasional untuk memutus mata rantai penularan virus ini.

Hingga saat ini, pemerintah melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah mengambil langkah kerja sama dengan lima negara yang menyediakan vaksin Covid-19 antara lain Korea Selatan dan India untuk vaksin AstraZeneca, Jerman untuk vaksin Pfizer, Amerika untuk vaksin Novavax, dan Cina untuk vaksin Sinovac.

Vaksinasi pun dilakukan secara bertahap sejak Februari 2021 lalu hingga saat ini dengan sasaran kelompok prioritas penerima vaksin yang merujuk pada peta jalan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE), dan didukung dengan kajian dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional.

Dilansir dari https://www.kemkes.go.id hingga 12 Maret 2021, secara akumulatif sejumlah 3.769.174 orang telah divaksin dosis pertama dan 1.339.362 orang telah divaksin dosis kedua, adapun kelompok prioritas masyarakat yang telah divaksin meliputi SDM Kesehatan, petugas publik, dan lansia.

Cakupan vaksinasi hingga saat ini telah mancapai 9,34 persen pada tahap 1 dan 3,32 persen pada tahap 2 dari total target sasaran vaksinasi sebanyak 40.349.051 orang.

Status SDM Kesehatan yang telah divaksin pada tahap 1 sebesar 95,64 persen dan 78,54 persen pada tahap 2.

Sementara itu dua kelompok prioritas berikutnya telah melakukan vaksinasi tahap 1, antara lain petugas publik (10,50 persen) dan (2,53 persen).

Kendala Vaksinasi 

Meskipun vaksinasi Covid-19 secara nasional telah mulai dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu langkah efektif memutus rantai penularan virus, sosialisasi vaksin tidak selalu berjalan mulus dan masih mengalami kendala.

Kesiapan masyarakat yang siap untuk divaksin belum mencapai 70 persen dari populasi keseluruhan yang diperlukan untuk mendapatkan herd immunity. Lembaga Survey Indikator Politik Indonesia (IPI) merilis data bahwa sekitar 41 persen masyarakat enggan divaksinasi.

Penolakan tersebut terjadi karena beberapa alasan tertentu, antara lain perihal keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19, berkembangnya dugaan atas tidak halalnya vaksin, terutama jenis Sinovac, adalah karena kandungan Vero cell dari ginjal Kera Hijau Afrika yang dianggap tidak aman dan haram bagi manusia.

Kendala berikutnya adalah aanggapan bahwa vaksin Covid-19 yang akan diberikan secara massal adalah program vaksinasi yang hanya ditujukan untuk uji klinis semata.

Belum lagi ada kelompok masyarakat kita yang masih memiliki pola pikir yang fatalis sehingga bukan hanya menolak divaksinasi, mereka bahkan banyak tidak percaya bahwa Covid-19 itu nyata.

Tangkal hoaks dan disinformasi 

Derasnya hoaks dan disinformasi yang beredar di berbagai lini massa bukan hanya menimbulkan keresahan dan ketakutan di masyarakat, tetapi juga berdampak pada terhambatnya program vaksinasi nasional.

Untuk menanggulangi hal ini, pemerintah telah melakukan upaya klarifikasi dengan menggulirkan informasi penyeimbang terkait keamanan vaksin. Masyarakat dapat mengaksesnya melalui kanal informasi Kementrian Kominfo baik di situs resmi https://komin.fo/inihoaks maupun akun jejaring sosial.

Tidak hanya itu saja, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, Komisi Fatwa MUI juga telah menerbitkan fatwa No 02 Tahun 2021 tentang Produk Vaksin Covid-19 dari Sinovac Life Science Co. Ltd China dan PT Bio Farma (Persero) dan menjamin kehalalan vaksin Covid-19, khususnya jenis Sinovac.

Pemerintah juga didukung oleh banyak organsisasi independen, salah satunya MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), yang secara aktif melawan dan mencegah berkembangnya hoaks dan disinformasi, terutama di media sosial.

Pendekatan sosial-kultural 

Meskipun berbagai upaya dan strategi preventif telah dilakukan oleh pemerintah untuk memutus mata rantai penularan virus, berbagai kendala yang menghambat vaksinasi masih banyak ditemukan di beberapa wilayah.

Salah satu contohnya adalah yang terjadi di salah satu kecamatan di Sumatera Barat. Seluruh penduduknya menolak imunisasi karena vaksin dianggap haram. Belum lagi kelompok fatalis dan masyarakat yang kerap abai terhadap protokol kesehatan.

Terkait dengan ini, di luar aspek medis, pendekatan kultural perlu diambil oleh pemerintah mengingat karakteristik masyarakatnya yang beragam secara sosial-budaya. Selain itu literasi teknologi mereka dalam mengakses informasi kesehatan juga bervariasi.

Alasan lain mengapa pendekatan sosial budaya harus dilakukan adalah terdapatnya berbagai catatan historis yang menunjukkan bahwa penanganan wabah tidak cukup hanya dengan melibatkan aspek medis saja.

Terdapat asumsi bahwa aspek sosial budaya memiliki keterkaitan erat dengan meluasnya wabah penyakit atau paling tidak suatu penyakit bisa berkembang menjadi wabah atau pandemi karena perilaku budaya masyarakatnya. Contohnya adalah wabah Kolera yang berkembang luas karena perilaku budaya penggunaan sanitasi yang buruk.

Hal serupa juga terjadi saat ini, meluasnya penularan virus Covid-19 dikarenakan masih banyak masyarakat yang abai dengan protokol kesehatan sehingga wabah berkembang menjadi pandemi nasional maupun global.

Oleh karena itu, pendekatan budaya yang bersifat kolaboratif dan melibatkan tokoh masyarakat atau pemuka agama sebagai agen kesehatan perlu dilakukan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya virus dan efektivitas vaksin.

Salah satu contoh kegiatan ini akan diselenggarakan oleh Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI) DKI Jakarta pada 19 Maret 2021.

Kegiatan rutin dan berkelanjutan yang melibatkan kelompok masyarakat ini bertujuan untuk memberikan edukasi vaksinasi kepada kader dasa wisma untuk membantu percepatan kegiatan vaksinasi Covid-19, terutama terkait kebijakan vaksin, penerapan protokol kesehatan, dan strategi menangkal hoaks di level masyarakat.

Melalui budaya komunikasi getok tular (word of mouth) ini pemerintah dan masyarakat secara mutual dapat menyukses percepatan vaksinasi guna memutus rantai penularan virus dan mencapai tingkat kesehatan masyarakat Indonesia secara efektif.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi