KOMPAS.com – Megawati Soekarnoputri merupakan sosok Presiden ke-5 Indonesia pada periode 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004.
Ia adalah presiden perempuan pertama di Indonesia, dan satu-satunya presiden perempuan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini.
Megawati, dikenal sebagai tokoh politik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Berikut ini profil dari Megawati Soekarnoputri:
Melansir Kompas.com (23/1/2019), Megawati merupakan putri kedua Soekarno dari istrinya Fatmawati.
Megawati lahir pada 23 Januari 1947 di Kampung Ledok Ratmakan, Yogyakarta.
Sosok Mega, begitu ia akrab disapa, lahir bertepatan dengan adanya Agresi Militer Belanda dan ia terlahir saat Soekarno diasingkan di Pulau Bangka.
Saat Indonesia telah merdeka secara penuh, sosok Megawati kemudian pindah ke Jakarta dan tumbuh di sana.
Baca juga: Profil Presiden Pertama RI: Soekarno
Kehidupan pribadi
Megawati menikah pada 1 Juni 1968 dengan Letnan Satu AURI Surindro Supjarso di kediaman Fatmawati di Jalan Sriwijaya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Setelah menikah, Megawati tinggal jauh dari Jakarta. Mereka tinggal di kompleks Angkatan Udara, Madiun, Jawa Timur.
Dari pernikahannya itu, ia dikaruniai dua orang putra yakni Mohammad Rizki Pratama dan Mohammad Prananda.
Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Namun suaminya kemudian meninggal akibat kecelakaan penerbangan saat pesawat yang dikemudikannya terempas ke laut di sekitar perairan Pulau Biak, Irian Jaya tepat sehari sebelum ulang tahun Megawati ke-23.
Megawati kemudian menikah dengan diplomat Mesir yang bertugas di Jakarta, Hassan Gamal Ahmad Hasan.
Namun pernikahan itu hanya bertahan tiga bulan.
Pernikahan selanjutnya adalah dengan Taufiq Kiemas, yang merupakan temannya saat menjadi aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Dari pernikahan inilah Puan Maharani terlahir.
Baca juga: Jalan Panjang Puan Maharani Menuju Kursi Ketua DPR RI
Partai politik
Mengutip Kompas.com (26/7/2019), masuknya Megawati ke dalam partai politik bermula dari pertemuannya dengan Sabam Sirait.
Sebelum bergabung ke partai, Megawati beserta suaminya Taufik Kiemas adalah pengelola SPBU di Jakarta.
Sabamlah yang kemudian mengajak Mega terjun ke dunia politik.
Hal tersebut terjadi sekitar 1980-an, saat tak satu pun keluarga Soekarno tampil di dunia politik.
Baca juga: Mengapa Indonesia Tak Memiliki Partai Buruh?
Awalnya Mega menolak, namun Sabam kemudian membujuk Megawati melalui suaminya.
Hingga kemudian pada 1987, Megawati dan adiknya Guruh Soekarnoputra masuk dalam daftar calon anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Setelah masuknya Megawati ke PDI, popularitasnya semakin meningkat.
Inilah yang kemudian dikahawatirkan sejumlah orang di PDI.
Rekayasa dan konflik internal pun kemudan tak bisa dihindarkan.
Baca juga: Jadi Trending Topic, Berikut Sejarah Partai Demokrat...
Pada 1993, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI di Surabaya.
Soeradji yang sebelumnya adalah Ketua Umum PDI kemudian tidak mau kalah.
Soeradji dan kelompoknya kemudian membuat kongres PDI di Medan dan Soeradji disepakati terpilih jadi Ketua Umum 22 Juni 1996.
Akibatnya terjadi dualisme kepemimpinan yang berujung bentrok pada masing-masing pendukung di Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1966 yang disebut peristiwa Kudatuli.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Peristiwa Kudatuli, Sabtu Kelam 27 Juli 1996...
Kalah dari SBY
Akibat kerusuhan pada 27 Juli tersebut, setidaknya 22 bangunan rusak, 91 kendaraan dibakar termasuk lima bus kota dan dua motor.
Megawati beserta pendukungnya akhirnya mendeklarasikan PDI Perjuangan (PDI-P) pada 14 Februari 1999.
Meski PDI-P memenangkan Pemilu pada 1999, Megawati tidak bisa langsung menjadi Presiden, karena pemilihan saat itu dilakukan oleh MPR.
Baca juga: Artis Masuk Politik, Haruskah Miliki Bekal Ilmu dan Pengalaman?
MPR dalam sidang istimewa Oktober 1999 sepakat mendudukkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang saat itu memimpin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai Presiden, dan Mega menjadi Wakil Presiden (Wapres).
Pada 2001, manuver politik menyebabkan Gus Dur kemudian dijatuhkan dari kursi presiden dan Megawati kemudian ditunjuk sebagai presiden untuk menggantikan Gus Dur.
Saat menjadi presiden, Megawati berpasangan dengan Hamzah Haz.
Pada pemilu 2004, Mega kembali menyalonkan dirinya dengan berpasangan dengan Ketua Umum NU Hasyim Muzadi.
Namun ia kemudian kalah dari presiden SBY.
Berulang, Mega juga kembali maju nyapres berpasangan dengan Prabowo Subianto. Namun saat itu ia kembali kalah dari SBY-Boediono.
Baca juga: Kasus Jiwasraya, dari Bermasalah sejak Era SBY hingga Bungkamnya Erick Thohir