Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Belajar di Rumah, Catatan UNICEF soal Pendidikan Saat Pandemi

Baca di App
Lihat Foto
UNICEF
Catatan UNICEF terkait pendidikan selama pandemi Covid-19.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Tepat setahun lalu, 15 Maret 2020, Presiden Joko Widodo meminta  masyarakat untuk mulai beraktivitas dari rumah, bekerja, beribadah, dan belajar.

Hal ini dilakukan untuk menekan penyebaran dan penularan virus corona.

"Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, pada 15 Maret 2020.

Sekolah dari rumah tidak hanya diterapkan di Indonesia. Berbagai negara di belahan bumi lainnya pun menghadapi situasi yang sama karena dihantam pandemi Covdi-19.

Dalam rangka setahun penerapan kebijakan sekolah dari rumah, United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) merilis data pelaksanaan belajar-mengajar selama pandemi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Simak, Berikut Panduan Belajar dari Rumah Sesuai Edaran Kemendikbud

Apa saja isi laporannya?

Sekolah yang ditutup

Dalam laporan UNICEF, sekolah untuk lebih dari 168 juta anak di seluruh dunia telah ditutup selama hampir satu tahun penuh.

Data ini mencatat, penutupan sekolah dari 11 Maret 2020 hingga 2 Februari 2021 dilakukan di lebih dari 200 negara dan wilayah.

UNICEF mengandalkan data dari pelacak penutupan sekolah UNESCO dan database UIS soal daftar sekolah.

Negara-negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia paling terpengaruh dengan rata-rata penutupan sekolah penuh selama 158 hari, diikuti oleh negara-negara di Asia Selatan dengan 146 hari.
Adapun negara-negara di kawasan Afrika Timur dan Selatan berada di urutan ketiga paling parah terkena dampak dengan rata-rata 101 hari.

Di antara 20 negara teratas dengan penutupan sekolah penuh terlama selama periode ini, lebih dari setengahnya berada di wilayah Amerika Latin dan Karibia.

Baca juga: Belajar dari Rumah, Kurikulum Darurat dan Anjuran Kak Seto...

Waktu pelajaran yang terlewatkan

Secara global, 214 juta siswa dari pendidikan pra-sekolah dasar hingga menengah atas di 23 negara telah melewatkan setidaknya tiga perempat waktu pelajaran di kelas sejak Maret 2020.

Dari 214 juta siswa ini, 168 juta di 14 negara melewatkan hampir semua waktu pelajaran di kelas karena penutupan sekolah.

UNICEF mencatat, negara dengan durasi penutupan sekolah terlama cenderung memiliki prevalensi anak usia sekolah yang rendah dengan sambungan internet stabil di rumah.

Akan tetapi, ada risiko yang parah bagi siswa yang tertinggal karena tidak dapat mengakses pelajaran.

Meskipun tidak ada teknologi pembelajaran jarak jauh yang dapat sepenuhnya menggantikan pengalaman belajar di kelas, beberapa teknologi memiliki fitur yang memungkinkan mereka meniru pengaturan ruang kelas dengan lebih baik.

Alternatif selain belajar melalui ruang virtual online, adalah melalui televisi dan radio, meski kurang interaktif.

Disrupsi pendidikan

Setelah setahun belajar di rumah, anak-anak yang tidak mendapatkan akses akan semakin tertinggal dan jadi yang paling rentan akan dampaknya.

Bank Dunia memperkirakan, penutupan sekolah secara global dapat mengakibatkan hilangnya setidaknya 10 triliun dollar AS dari pendapatan seumur hidup untuk generasi ini.

Kerentanan lain pada anak, yang terjadi selama pandemi adalah adanya peningkatan pernikahan dini dan kekerasan seksual di beberapa negara, ada pula negara yang melaporkan peningkatan keterlibatan anak dalam pekerjaan rumah tangga.

Di Indonesia sendiri, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam Catahu mencatat adanya peningkatan pernikahan anak sepanjang 2020 sampai 3 kali lipat.

Pada 2019 terdapat 23.126 kasus pernikahan anak, kemudian pada 2020 jumlahnya naik sebesar 64.211 kasus.

Baca juga: Berikut Cara Dapatkan Internet Gratis dari XL, Telkomsel dan Indosat untuk Bekerja dan Belajar dari Rumah

Sekolah berangsur dibuka

Sebagian besar negara telah membuka sekolah sepenuhnya, yaitu sebanyak 53 persen. Hampir seperempat negara di dunia telah membuka sebagian sekolah.

Hanya tersisa 96 juta siswa di 27 negara atau sekitar 13 persen secara global yang masih menutup penuh sekolah pada 2 Februari, 2021.

Di Indonesia sendiri, sekolah tatap muka boleh dilaksanakan jika disetujui oleh tiga pihak, sejak Januari 2021.

Tiga pihak itu adalah pemda/kanwil/kantor Kemenag, kepala sekolah, dan perwakilan orangtua melalui komite sekolah.

Persetujuan ini harus memperhatikan tingkat penularan Covid-19 di suatu daerah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi