Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kolumnis
Bergabung sejak: 16 Mei 2017

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Ketika HB IX Berkisah tentang Penampakan Sultan Agung

Baca di App
Lihat Foto
DOK. KOMPAS
Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Editor: Heru Margianto

SEJARAH Indonesia sampai saat ini, dan sampai entah kapan, antara lain diwarnai oleh peristiwa bulan Maret tahun 1602 di Belanda.

Maret, 419 tahun lalu di Belanda terjadi penggabungkan perseroan-perseroan dagang yang sebelumnya saling bersaing menjadi Perserikatan Maskapai Hindia Timur, VOC atau Verenigde de Oost-Indische Compagnie.

Penggabungan ini terjadi setelah sekitar 4 atau 5 tahun sebelumnya, yakni 1598, Parlemen Belanda (Staten Generaal), mendesak agar persaingan antara kelompok usaha ini diakhiri.

Persatuan kumpulan badan usaha ini yang kemudian menjajah Nusantara selama 179 tahun, lebih lama dari usia RI bila dihitung sampai saat ini.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Minggu, 9 Juli 1995, saya bersama teman-teman wartawan dari Indonesia datang ke museum maritim nasional Belanda di tepi pelabuhan Amsterdam, Het Scheepvaart.

Ketika itu Kerajaan Belanda sedang mempersiapkan acara Internasional Sail 95 dan kunjungan Ratu Beatrik ke Indonesia.

Minggu itu di museum itu diadakan tonil atau drama di kapal VOC (replika) yang bernama “Batavia”. VOC dan kapal layar Batavia ini menjadi salah satu pameran utama festival maritim Sail 95 tersebut.

Para pemandu wartawan dari Indonesia mengatakan, VOC dan kapal ini adalah kebanggaan sejarah Belanda.

Penonton kebanyakan anak-anak Belanda yang sedang libur sekolah. Anak-anak Belanda masuk ke kapal itu sambil menyaksikan drama keberangkatan orang-orang VOC ke belahan bumi Asia.

Dalam sandiwara ini ditampilkan, orang-orang VOC itu dihantar sebagai para “pahlawan” Belanda menuju benua baru. Kepada teman-teman dari wartawan Indonesia saat itu saya mengatakan, “kita hadir di sini sebagai para duta Sultan Agung yang dulu memerangi dan berusaha mengusir VOC dari bumi Nusantara."

Spontan saya mengatakan hal itu karena teringat akan cerita dari Almarhum Sultan Hamengkubuwono IX tentang penampakan Sultan Agung di pertengahan tahun 1940-an (300 tahun setelah Sultan Agung wafat, tahun 1645).

Ketika itu, saat acara drama VOC itu berlangsung, saya mengatakan kepada salah seorang pemandu kami dari Kementrian Luar Negeri Belanda, Anneke M van der Mark, “Kebanggan Belanda ini adalah sejarah kelam bagi sejarah Nusatara.”

Anneke nampaknya tidak menghiraukan apa yang saya katakan. Ia hanya mengeluarkan suara dari kedua bibir merahnya, ya, ya, ya, tatkala saya bercerita tentang betapa gigihnya Sultan Agung (memerintah Mataram 1613- 1645), berusaha mengusir VOC dari tanah Jawa. Nampaknya Anneke tidak begitu tahu tentang sejarah Sultan Agung.

Anneke yang cantik dan ibunya pernah tinggal di Indonesia itu banyak mengrenyitkan jidatnya ketika saya bercerita tentang penampakan Sultan Agung kepada beberapa orang di Indonesia setelah puluhan tahun beliau wafat.

Anneke sedikit senyum ketika cerita saya ini berdasarkan kisah tertulis yang disampaikan oleh Sultan Hamengku Buwono IX.

HB IX sejak usia lima tahun sampai 28 tahun hidup dalam keluarga orang-orang Belanda di Indonesia dan selama menuntut ilmu di Universitas Leiden, Belanda.

“Ya, ya, ya saya sangat tahu tentang Sultan Hamengku Buwono IX. Dia orang hebat, orang yang lahir di alam feodal tapi berperilaku demokratis modern,” kata Anneke saat itu.

Kepada Anneke, saya juga mengatakan dalam sejarah Indonesia yang ditulis oleh para sejarahwan, termasuk yang dari Belanda, VOC berhasil berkuasa di Nusantara karena melakukan gerakan politik devide et impera (memecah belah atau mengadu satu sama lain kemudian menguasai).

Politik devide et impera VOC ini yang membuat pertikaian antar saudara dalam kerajaan Mataram dan kerajaan dipecah-pecah. Mataram terpecah setelah perjanjian Giyanti, 13 Frebuari 1755.

“Ya, ya, ya, ya,” itulah kata yang selalu muncul dari Anneke.

Seorang pejabat Kementrian Luar Negeri Belanda lainnya yang ikut mengantar para wartawan Indonesia, sempat berkata dalam canda, “Politik devide et impera itu adalah bagian dari strategi besar VOC menghadapi persaingan ketat di Hindia Belanda saat itu.

BUMN dan VOC

Selasa, 2 Maret 2021 lalu, ketika saya kontak telepon Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998 - 2005, Ahmad Syafii Maarif (Buya), kami antara lain membahas masalah korupsi saat ini di Indonesia.

Buya menghubungkan korupsi di sebuah anak perusahaan BUMN yang bergerak di bidang BBM sebagai warisan dari VOC.

Buya (83) yang tinggal di Sleman, Yogyakarta, antara lain juga mengatakan, seandainya Nusantara ini berada di dekat gurun Shara Afrika, udah “kukut” (bahasa Jawa artinya bubar) seperti VOC.

BUMN tentu tidak sama dengan VOC. BUMN, Badan Usaha Milik Negara terkait erat dengan pemerintah RI. Sedangkan VOC adalah perhimpunan kelompok-kelompok pedagang yang direstui oleh negara Belanda. VOC bubar pada akhir Desember 31 Desember 1799, antara lain karena korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Tapi VOC telah banyak menyumbang untuk kemakmuran Belanda. Oleh karena itu, Pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan penjajahan di Nusantara hingga tahun 1945 dan berusaha selama empat tahun untuk balik menguasai Indonesia (sampai 1949).

Kembali ke kisah penampakan dan kesaktian Sultan Agung setelah beliau wafat dan dimakamkan di Imogiri, sebagaimna diceritakan oleh HB IX.

Menurut HB X, suatu hari Gubernur Hindia Belanda untuk wilayah Yogyakarta Lucien Adam mengunjungi makam raja-raja Mataram di Imogiri. Sebelumnya, Sultan Hamengkubuwono ke-VIII (ayah HB IX) telah memberi tahu Gubernur Adam agar mengenakan pakaian adat keraton Jawa seperti aturan yang ada sejak lama.

Tapi Gubernur Adam tidak mengikuti tatacara berpakaian yang telah ditentukan. Ia tetap mengenakan pakaian gubernur Belanda.

Ketika ia sedang menaiki tangga untuk sampai ke pemakaman, seorang pegawainya memberi tahu bahwa putera gubernur mengalami kecelakaan. Sang Gubernur terpaksa turun tangga makam dan mendatangi tempat kecelakaan anaknya.

Penampakan Sultan Agung 

Suatu hari, setelah kemerdekaan RI tahun 1945, seorang komandan tentara minta izin mendapatkan tempat pertemuan “para orang pinter”.

Sultan HB IX menunjuk wilayah sekitar Ambarukmo. Salah seorang “pinter” itu mengatakan sesuatu kepada Sultan HB X.

Orang itu, kata Ngarso Dalem, memberi tahu, “....Menurut wisik (bisikan gaib) yang ia dapat, saya (Sultan HB IX) harus memberikan dua kali pengurbanan demi keselamatan Republik ini.”

Pengurbanan pertama, kata Ngarso Dalem, adalah tumbal dua ekor ayam jago kembar berjalu (susuh atau taji) kuning yang ditempatkan di barat daya keraton.

Pengurbanan kedua, kata “orang pinter” itu, harus menemukan seekor ayam hitam mulus (seluruhnya hitam) dan seekor ayam jantan putih mulus (seluruhnya putih) yang ada di kaki Gunung Wilis, Jawa Timur.

Menurut Sultan HB IX, “orang pinter” itu mendapat wisik dan penampakan dari orang yang berperawakan tinggi, berjubah hijau, mengenakan ubel-ubel cinde (kain tenun penutup kepala berwarna merah putih).

“Orang yang tampil dalam busana seperti itu, menurut kepercayaan kami adalah Eyang Sultan Agung,” kata Sultan HB IX dalam wawancara dengan para penulis buku Tahta Untuk Rakyat - Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX  yaitu Mohammad Roem, Mochtar Lubis, Kustitiniyati Mochtar, dan S Maimoen (terbit pertama 1982).

Dalam waktu 24 jam tiga ekor ayam bisa ditemukan dengan cara yang misterius di tempat-tempat yang ditunjukan Sultan HB IX.

Sehari kemudian, datang dua orang menemui Sultan HB IX di kantornya, di Kepatihan. Kedua tamu itu adalah seorang pengawas kehutanan dan seorang petani.

Kedua orang itu kebetulan bertemu di Stasiun kereta api Kediri, Jawa Timur. Mereka punya tujuan yang sama, yakni Keratton Yogyakarta.

Pengawas kehutanan menyerahkan bungkusan kain putih berisi ujung tombak berwarna putih terbuat dari campuran timah dan logam. Sedang Sang Petani datang hanya ingin memperlihatkan pucuk tombak berwarna hitam berbentuk tokoh wayang, Semar.

Ketika itu, Sang Petani tiba-tiba pingsan dan tidak bisa diangkat enam orang pegawai Sultan HB IX.

Kemudian, bungkusan ujungtombak hitam yang terselip di dada petani itu diambil Sultan HB IX. Setalah itu petani yang pingsan itu bisa diangkat.

Saat itu pula terjadi aksi pemboman RRI Yogyakarta oleh Belanda. Terpaksa Sultan HB IX meninggalkan kantornya untuk melihat tempat kerjadian pemboman itu. Sekitar 20 menit ketika kembali di kantornya, Sang Petani yang pingsan itu telah siuman.

Ketika ditanya kenapa pingsan, Sang Petani bercerita, tiba-tiba ia melihat seorang berbadan besar memakai jubah hijau dan ubel-ubel merah. Orang itu memegang petani itu sampai tidak bisa bernafas. Menurut Sultan HB IX, orang yang memegang petani itu adalah Eyang Sultan Agung.

Setelah peristiwa itu, Si Petani juga menyerahkan ujung tombak hitam itu ke HB IX. Karena peristiwa ini, maka HB IX minta agar Sang Petani dan pengawas kehutanan untuk ziarah ke makam Sultan Agung di Imogiri.

Sehari sebelumnya “orang pinter” yang menyampaikan “wisik” tentang tiga ekor ayam itu juga telah diminta untuk ke makam Sultan Agung. Ketiga orang itu bertemu di makam di Imogiri.

Adapun tentang dua ekor ayam kembar bertaji kuning itu, salah satunya diserahkan ke keluarga Sultan HB IX untuk “selamatan” karena salah satu anggota keluarga itu baru meninggal

Sedangkan seekor lainnya dipotong untuk dikubur di salah satu tempat di keraton. Sementara itu seekor ayam lainnya yang berwarna hitam dipelihara di dekat tempat menyimpan pusaka keraton.

Ketika itu Sultan HB IX baru punya beberapa anak perempuan dan belum punya anak laki-laki.

“Aneh sekali, tepat pada saat anak laki-laki saya pertama lahir, ayam hitam mulus itu mati, seakan-akan jiwanya berpindah ke anak saya,” demikian kata Sultan HB IX dalam buku itu (halaman 116).

Kini belum terdengar lagi kisah-kisah tertulis tentang penampakan Sultan Agung. Yang sering terdengar adalah berita kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang diwariskan di bumi Nusantara oleh VOC.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi