KOMPAS.com - Pembahasan penggunaan vaksin AstraZeneca yang berkaitan dengan kasus penggumpalan darah ramai menjadi pembicaraan.
Sejumlah negara di Eropa bahkan menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca.
Penghentian vaksinasi ini sembari menunggu dan mendalami lagi temuan penggumpalan darah yang diduga akibat efek samping dari vaksin.
Baca juga: Mengenal Vaksin AstraZeneca, dari Diproduksi Inggris hingga Efek Sampingnya...
Negara-negara yang menyetop penggunaan sementara vaksin ini, di antaranya Irlandia, Denmark, Norwegia, Islandia, dan Belanda.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Europe Medicine Agency (EMA) telah menegaskan bahwa kejadian pembekuan darah yang ditemukan tidak berhubungan dengan vaksin AstraZeneca.
Mungkinkah kandungan dalam sebuah vaksin menyebabkan terjadinya pembekuan darah?
Spesialis penyakit dalam sekaligus konsultan Hematologi dan Onkologi Medik, dr Cosphiadi Irawan menjelaskan, hal itu belum dapat dibenarkan.
"Kalau melihat datanya, saya sih tidak menghubungkan secara langsung vaksin dengan trombosis. Jadi harusnya dikaji lagi," ujarnya kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (16/3/2021).
Ia membandingkan temuan kasus dengan jumlah orang yang telah divaksin AstraZeneca, sangat kecil.
Baca juga: Disetujui WHO, Ini 5 Hal yang Perlu Diketahui dari Vaksin Covid-19 Johnson & Johnson
Belum ada laporan
Bahkan rasionya masih lebih rendah daripada kejadian pada populasi normal.
"Populasi normal juga mengalami trombosis, setiap hari muncul juga. Dari data negara-negara yang men-suspend, rasionya sih tidak lebih tinggi dari populasi normal," katanya lagi.
"Kalau kita mencoba me-review kejadian VTE (Venous thromboembolism) pada populasi normal, sejalan dengan makin bertambahnya umur, diabetesnya enggak terkontrol, hipertensi, muncul (VTE)," lanjutnya.
Baca juga: Tanggapan Epidemiolog dan Daftar Negara yang Menangguhkan Vaksin Covid-19 AstraZeneca...
Cosphiadi juga mengatakan sejauh ini belum ada laporan efek samping berupa penggumpalan darah dari pemberian suatu vaksin di luar vaksin Covid-19.
"Vaksin DPT, (vaksin pada) bayi-bayi, meningitis, enggak ada itu (VTE) dilaporkan," ungkap dokter yang menyelesaikan pendidikannya di Universitas Indonesia (UI) itu.
Ia mengarakan penggumpalan darah biasanya diawali dengan terjadinya radang yang signifikan.
"Kalau dari patofisiologi terjadinya trombosis itu selalu dipengaruhi adanya radang dulu yang signifikan yang meningkatkan proses pembekuan darah, secara alamiah begitu. Tetapi, diimbangi dengan proses pengenceran darah juga oleh tubuh kita," terang Cosphiadi.
Pada vaksin Covid-19, ia tidak menutup kemungkinan adanya efek samping berupa terjadinya peradangan ini.
Namun, terjadinya peradangan itu tidak bisa dikatakan bahwa vaksin menyebabkan penggumpalan darah.
"Secara efek samping (vaksin), radang pasti muncul. Nah, peradangan ini sejauh mana bisa menimbulkan hiperkoagolasi (kecenderungan lebih mudah terbentuk bekuan darah), ada hal-hal pencetus, ada komorbid yang menurut saya perlu dikaji," katanya lagi.
Baca juga: Peringatan Interpol, Kasus Vaksin Palsu Covid-19, dan Kejahatan Pandemi Lainnya...
Banyak faktor
Ia menjelaskan, kejadian darah yang menggumpal sesungguhnya terjadi akibat banyak faktor penyebab, yakni yang berasal dari dalam tubuh orang itu sendiri atau bawaan (unprovoke) maupun dari luar atau stimulus (provoke).
"Dia misalkan kekurangan faktor pengencer darah dari dalam tubuh dia, ada defisiensi vitamin C, defisiensi protein S. Atau dia hiperagregasi, kental darahnya memang. Atau dia obesitas, diabetes, imobilisasi, makan obat-obat hormonal, dehidrasi, 72 jam tidur terus misal karena kondisi suatu penyakit, cancer, banyak seabrek-abrek tuh," papar dia.
Sementara faktor dari luar atau stimulus adalah apa-apa yang didapatkan oleh seseorang dari luar tubuhnya yang dapat mebyebabkan terjadinya penggumpalan darah.
Baca juga: Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia
"Sifatnya didapat, jadi kayak kekurangan minum, kelelahan, heatstroke, itu menimbulkan pembekuan darah," kata dokter yang berpraktik di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi ini.
Oleh karena itu, staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM itu menyarankan bagi orang yang dinyatakan layak menerima vaksin AstraZeneca, untuk tidak khawatir dan tetap melanjutkan vaksinasi sesuai jadwal.
"Suggest-nya bagi lansia, atau orang-orang yang fit, eligible, silakan lanjutkan vaksinasinya," pungkas dia.
Baca juga: Masih Merasakan Anosmia, Kapan Isolasi Boleh Diakhiri?