Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Ekonom soal Rencana Pemerintah Impor Beras 1 Juta Ton

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/AKHDI MARTIN PRATAMA
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat meninjau Gudang Perum Bulog di Jakarta, Rabu (4/3/2020).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana melakukan imlor beras sebanyak 1 juta ton di awal tahun ini.

Meski masih berupa rencana, impor beras ini banyak mendapat tentangan, karena dilakukan berbarengan dengan musim panen raya dari petani di dalam negeri.

Akibat adanya isu impor beras, harga jual gabah dari petani di pasaran menjadi tertekan.

Baca juga: Polemik Impor dan Anjloknya Harga Garam...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti di Institute for Development Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menyebut, sebaiknya memang pemerintah tidak melakukan impor beras di saat-saat ini.

"Kalau bicara impor sekarang, pas musim panen, banyak mudhorot-nya, kalau bagi petani ya, karena harga gabahnya akan jatuh," kata Rusli saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/3/2021).

Belum lagi, apabila ada pedagang besar atau tengkulak yang nakal dan memanfaatkan momentum isu impor ini untuk menekan petani melepas harga gabahnya serendah mungkin.

Baca juga: Di Balik Melambungnya Harga Kedelai Impor 2021...

Badan Pusat Statistik (BPS) membuat Kerangka Sampling area (KSA) perhitungan baru terkait beras, dan ditemukan pada 2019 dan 2020 masih terdapat surplus, karena pada 2018 Indonesia melakukan impor beras dalam jumlah besar.

Pun di awal tahun ini, Rusli menyebut BPS telah membuat prediksi adanya jumlah panen yang melimpah di awal tahun 2021.

"Januari-April (2021) BPS memperkirakan produksi beras kita di periode tersebut lebih tinggi dibanding dengan periode yang sama di tahun 2020," jelas Rusli.

"Tapi, dengan adanya data seperti itu, kenapa pemerintah ingin mengadakan impor beras?" tanya dia.

Baca juga: Di Balik Impor Sampah Plastik Berkedok Bahan Baku Industri

Dua sudut pandang

Rusli menyebut, rencana impor ini bisa dinilai dari dua sudut pandang. Direncanakan dengan sengaja, atau tidak disengaja

"Kalau enggak disengaja, berati mereka sense of untuk mengambil kebijakan yang bagus, tepat, itu kurang. Ini kan di tengah masa panen, ya jangan ada impor," jelas dia.

"Kalau pun disengaja, Pemerintah sengaja agar harga gabah rendah, ketika harga rendah, otomatis nanti Bulog bisa menyerap gabah dengan harga lebih murah," lanjut Rusli.

Baca juga: Petani Merugi Saat Sektor Pertanian Tumbuh di Tengah Pandemi Corona, Apa Masalahnya?

Dengan harga gabah yang tertekan hingga serendah-rendahnya, margin keuntungan yang didapat bisa lebih tinggi.

Dalam kondisi seperti ini, para tengkulak dan konsumen akan mendapat untung besar. Tengkulak mendapat gabah dengan harga rendah, konsumen juga mendapat beras dengan harga murah di pasaran.

Tetapi tidak bagi petani. Di balik biaya produksi yang besar, mereka tidak mendapat harga yang sepadan.

Baca juga: Bansos Beras 15 Kilogram, Siapa yang Bisa Dapat dan Bagaimana Penyalurannya?

Saat disinggung terkait boleh tidaknya impor beras, Rusli menjawab diperbolehkan. Namun harus diketahui terlebih dahulu, apa tujuan dari impor beras tersebut.

Setidaknya ada 3 alasan mengimpor beras.

Pertama adalah untuk mendapat jenis beras tertentu yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri. Misalnya beras untuk pengidap diabetes, beras Jepang dan sebagainya.

Baca juga: Kisah dari Nepal dan Bayang-bayang Bencana Kelaparan Global karena Virus Corona...

Impor di akhir tahun

Kedua, untuk menjadikan beras sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

"Artinya itu harus masuk ke gudang Bulog, enggak boleh keluar ke pasar. Sedangkan beras ini nanti digunakan oleh Bulog, untuk operasi pasar kalau seandainya ada kelangkaan beras," jelas Rusli.

Dan yang ketiga, adalah jika diprediksi terjadi paceklik.

"Faktanya sekarang kan enggak," kata dia.

Baca juga: Selain Indah, Embun Es di Dieng Juga Bermanfaat bagi Petani, Simak Penjelasannya...

Rusli menyarankan, jika Pemerintah ingin melakukan impor di tahun ini juga, maka dapat dilakukan pada bulan-bulan semester kedua, atau di akhir tahun.

Hal itu dikarenakan musim hujan yang menyebabkan jumlah panen akan otomatis berkurang.

Itu pun dengan catatan.

"Impor itu harus diam-diam saja, enggak usah ngomong. Oke, datang beras impor, masuk ke pelabuhan langsung bawa ke gudang Bulog," katanya lagi.

Baca juga: Jangan Langsung Dibuang, Air Cucian Beras Punya Beragam Kegunaan

Impor diam-diam

Impor diam-diam tersebut, imbuhnya bisa membantu kalangan petani agar tidak mendapat tekanan dari berbagai pihak, sehingga harga jual gabahnya masih bisa tinggi.

Apa yang dikhawatirkan jika impor benar dilakukan saat ini?

"Takutnya, nanti akan ada penekanan (harga) seperti ini, sehingga petani di musim tanam berikutnya itu enggak mau nanem," kata Rusli.

Baca juga: Jokowi Heran Impor Cangkul, Ini 10 Barang Lainnya yang Masih Impor

Hal yang sama terjadi pada cabai beberapa waktu yang lalu. Tahun lalu panen melimpah, akan tetapi permintaan menurun akibat adanya Covid-19 dan segala masalah turunannya.

Akibatnya hingga tiba musim tanam berikutnya stok cabai masih ada, dan petani enggan menanam. Hal itu diperparah dengan musim hujan yang masih berlangsung.

Dampaknya, saat ini harga cabai di pasaran tinggi.

"Itu bagaimana kalau membayangkan, padi. Orang enggak mau lagi nanem beras, nanti di bulan Agustus-Juli akan jadi alasan (Pemerintah) untuk impor makin tepat," sebut Rusli.

Padahal menurutnya, pihak yang pantas disalahkan atas keengganan petani menanam padi adalah pihak yang berkoar-koar akan melakukan impor beras itu sendiri.

Baca juga: Jokowi Singgung soal Impor, Berikut 10 Barang yang Masih Diimpor oleh Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi