Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telepon Angin, Cara Warga Jepang "Berbicara" dengan Keluarga yang Meninggal Dunia

Baca di App
Lihat Foto
FREEPIK/FREEPIK
Ilustrasi telepon.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Di sebuah taman yang terletak di atas bukit, bilik telepon putih berkilau di bawah sinar matahari awal musim semi.

Dalam bilik itu, Kazuyoshi Sasaki dengan hati-hati memencet nomor ponsel mendiang istrinya, Miwako, melalui telepon angin.

Sasaki menjelaskan, bagaimana ia mencari istrinya setelah gempa bumi dahsyat satu dekade lalu, dengan mengunjungi pusat evakuasi dan kamar mayat sementara.

"Itu semua terjadi dalam sekejap, saya tidak bisa melupakannya bahkan sekarang. Aku mengirimimu pesan yang memberitahumu di mana aku berada, tapi kamu tidak memeriksanya" kata Sasaki sambil menangis, dikutip dari Reuters, 5 Maret 2021.

"Ketika aku kembali ke rumah dan melihat ke langit, ada ribuan bintang, itu seperti melihat kotak permata. Aku menangis dan menangis dan tahu bahwa begitu banyak orang pasti telah meninggal," lanjut dia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istri Sasaki adalah satu dari hampir 20.000 orang di timur laut Jepang yang tewas akibat bencana yang melanda 11 Maret 2011.

Banyak penyintas menyebutkan, saluran telepon yang tak terhubung di Kota Otsuchi itu membantu mereka tetap berhubungan dengan orang yang mereka cintai.

Telepon angin itu memberi mereka penghiburan saat mereka bergumul dengan kesedihan.

Baca juga: 11 Maret 2011, Gempa M 9,1 dan Tsunami di Jepang, Sebabkan Bencana Nuklir

Kesepian

Satu hari sebelum Sasaki, warga lain bernama Sachiko Okawa juga menelepon Toichiro, mendiang suaminya yang dinikahinya selama 44 tahun.

"Aku kesepian. Sampai jumpa, aku akan segera kembali," kata dia dengan suara serak dan meminta Toichiro menjaga keluarga mereka.

Okawa mengatakan, ia terkadang merasa bisa mendengar suar Toichiro di ujung telepon.

"Itu membuatku merasa sedikit lebih baik," jelas dia.

Wanita berusia 76 tahun itu sering membawa kedua cucunya ke bilik telepon agar dapat berbicara engan kakek mereka.

"Kakek, ini sudah 10 tahun dan saya akan segera masuk sekolah menengah," kata Diana, cucu Okawa berusia 12 tahun.

"Ada virus baru yang membunuh banyak orang dan itulah alasan mengapa kami memakai masker, tapi kami semua baik-baik saja," kata dia.

Baca juga: Gempa Magnitudo 7,2 Guncang Jepang, Ada Peringatan Tsunami

Telepon angin

Bilik telepon dibangun oleh Itaru Sasaki beberapa bulan sebelum bencana, setelah ia kehilangan sepupunya karena kanker.

"Ada banyak orang yang tidak bisa mengucapkan selamat tinggal. Ada keluarga yang berharap mereka bisa mengatakan sesuatu, seandainya mereka tahu mereka tidak akan berbicara lagi," kata Itaru.

Bilik telepon itu kini menarik ribuan pengunjung dari seluruh Jepang.

Tak hanya digunakan oleh para penyintas tsunami, telepon itu juga dipakai oleh orang-orang yang kehilangan sanak saudara karena sakit dan bunuh diri.

Alasan dijuluki sebagai telepon angin adalah adanya film baru-baru ini yang terinspirasi dari bilik telepon buatan Itaru tersebut.

Beberapa bulan lalu, Itaru mengaku didekati oleh penyelenggara yang ingin memasang telepon serupa di Inggris dan Polandia dan memungkinkan orang menelepon kerabat mereka yang hilang dalam pandemi virus corona.

"Layaknya bencana, pandemi datang tiba-tiba dan ketika kematian mendadak, kesedihan yang dialami sebuah keluarga juga jauh lebih besar," kata dia.

Baca juga: Gempa Berpotensi Tsunami di Jepang, Ini Analisis BMKG

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi