Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 9 Mar 2021

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Komunikasi Agresif dan Destruktif Netizen Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
businessinsider.com
Ilustrasi Social Media User
Editor: Laksono Hari Wiwoho

Oleh: Caecilia Santi Praharsiwi, MA

TAHUN 2021 baru berjalan selama beberapa bulan, tetapi jagad media sosial Indonesia sudah melahap setidaknya tiga public figure yang diserang oleh netizen Indonesia.

Bulan Januari 2021, Nadin Amizah, musisi indie yang sedang naik daun menjadi topik hangat di Twitter selama kurang lebih satu minggu karena pernyataan kontroversialnya di podcast Deddy Corbuzier.

Ketika bulan Februari belum berakhir, netizen Indonesia kembali punya hajat di akun media sosial Nissa Sabyan dengan mengirimkan pesan-pesan verbal bernada menyudutkan penampilan Nissa.

Netizen menilai penampilan Nissa yang "alim" hanyalah kamuflase dari perilakunya yang "nakal" setelah perselingkuhannya dengan Ayus Sabyan diketahui publik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adapun yang sejak Januari sampai sekarang masih terus diserang netizen adalah Dayana. Dayana adalah warga negara Kazakhstan yang tenar di Indonesia setelah berkenalan dengan Fiki Naki, seorang Youtuber Indonesia.

Mereka berkenalan melalui media sosial OmeTV, kemudian berlanjut pada hubungan pacaran jarak jauh dan sering menjadi konten Youtube Fiki Naki. Dayana ikut mendulang manfaat, follower Instagram-nya meningkat pesat dari yang awalnya hanya berjumlah ribuan menjadi 2,2 juta.

Sampai akhirnya permasalahan internal antara Fiki Naki dan Dayana menyulut kemarahan netizen Indonesia yang menyebut Dayana "kacang lupa kulitnya" karena dinilai memanfaatkan Fiki Naki demi meningkatkan popularitas pribadi.

Apa yang kemudian dilakukan netizen Indonesia? Mereka bersatu padu menurunkan jumlah follower Dayana yang tadinya mencapai 2,2 juta menjadi 1,2 juta dalam waktu kurang dari satu bulan. Bahkan kita bisa menemukan siaran live count di youtube untuk memantau perubahan jumlah follower Dayana secara real time. Luar biasa netizen Indonesia!

Komunikasi agresif netizen Indonesia

Kejahilan jempol netizen Indonesia dalam mengomentari figur publik di atas menjadi salah satu wujud dari komunikasi agresif atau verbal aggresiveness.

Ini merupakan komunikasi yang dilakukan seseorang untuk menyerang konsep diri orang lain dengan maksud menimbulkan kesakitan secara psikologis melalui pesan-pesan yang disampaikan secara verbal (Infante & Wigley, 1986).

Komunikasi agresif ini bukanlah ketidaksengajaan, melainkan justru dilakukan secara sengaja atas dasar tidak suka.

Sikap tidak suka ini kemudian memunculkan keinginan memberikan kesakitan pada orang lain dengan cara menyerang karakter (self-concepts), kompetensi, latar belakang, atau penampilan fisik melalui pesan verbal yang bernada pelecehan, ejekan, bahkan ancaman.

Jika dikaitkan dengan komentar bernada negatif yang diterima Nadin Amizah, Dayana, dan Nisa Sabyan kita bisa melihat netizen Indonesia sangat ahli melakukan komunikasi agresif dengan difasilitasi media sosial.

Lebih jauh, mereka tidak hanya berhenti pada produksi pesan-pesan verbal tapi juga mendorong munculnya tindakan kolektif menjatuhkan karir dan popularitas Dayana dengan mengajak unfollow Instagram dan dislike video musiknya.

Berdasarkan data Hootsuite Wearesocial (2019), pengguna media sosial di Indonesia berjumlah 150 juta atau sebesar 56 persen dari keseluruhan populasi penduduk Indonesia.

Sayangnya, data tersebut baru-baru ini dibarengi dengan hasil penelitian yang dirilis oleh Microsoft bahwa pengguna media sosial Indonesia adalah yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara.

Tentu saja ujaran kebencian menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi risiko kesopanan netizen Indonesia pada riset tersebut.

Ini menunjukkan bahwa komunikasi di media sosial Indonesia cenderung bersifat destruktif daripada konstruktif.

Jika komentar-komentar netizen dicermati lebih jauh, mereka secara terbuka mengungkapkan pendapat dan argumentasinya tentang public figure yang diserang.

Pendapat itu mereka gunakan sebagai justifikasi atau pembenaran ketika menyerang secara verbal.

Namun, yang menjadi catatan dan titik penting adalah perilaku agresif netizen ini ada pada level individu.

Netizen atau pengguna media sosial perlu dilihat sebagai individu-individu yang melakukan tafsir atas realitas dan kemudian menunjukkan ekspresinya di media sosial.

Munculnya frasa "netizen mahabenar" menunjukkan individu-individu ini berada pada sebuah kungkungan pemahaman yang mereka pahami secara sepihak dan parsial atas realitas yang terjadi.

Netizen secara kolektif dan berulang-ulang meyakini bahwa mereka sedang melakukan sesuatu yang "baik" dengan membela pihak yang dianggap dirugikan dan memberikan hukuman kepada yang dianggap bersalah.

Padahal yang terjadi justru sebaliknya, relasi negatif tercipta melalui komunikasi agresif yang ditujukan kepada public figure yang diserang. Di sisi lain, pihak yang dibela juga belum tentu merasa diuntungkan.

Tidak heran, jika kemudian dampak yang muncul adalah kesakitan secara psikologis yang memicu depresi dan menarik diri dari lingkungan sosial.

Pada kasus yang lebih ekstrem, komunikasi agresif ke public figure bisa berujung pada risiko bunuh diri. Melihat ganasnya netizen Indonesia, kita perlu waspada pada risiko-risiko ini.

Oleh karena itu, sikap mawas diri atau self-awareness penting dimiliki individu pengguna media sosial.

Sadar ketika melakukan tafsir atas pesan-pesan yang diterima di media sosial, dan sadar atas tindakan yang dilakukan kemudian.

Media sosial dengan kecepatan dan kemudahan interaktivitasnya memang sering membuat kita lupa untuk berhenti sejenak, menyadari apa yang diri kita pahami dan memikirkan dampak yang lebih jauh atas tindakan-tindakan kita.

Melalui sikap mawas diri, kita bisa sadar untuk tidak mudah percaya pada citra yang dimunculkan public figure di media sosial, berhati-hati dalam mengidolakan seseorang, dan juga tidak mudah menjatuhkan orang lain ketika tidak sejalan dengan pemikiran kita.

Mawas diri bisa menjadi langkah awal dari terbentuknya literasi informasi. Berawal dari kemampuan untuk kritis dalam mencerna pesan-pesan di media sosial bisa mengarah pada terbentuknya iklim komunikasi yang lebih baik karena pesan-pesan yang diproduksi tidak bersifat agresif atau destruktif.

Bagaimanapun, tidak bisa dimungkiri bahwa netizen Indonesia memiliki energi yang besar untuk melakukan gerakan bersama-sama.

Ini bisa dilihat sebagai peluang untuk menggerakkan pengguna media sosial agar melakukan gerakan yang berkaitan dengan isu-isu penting yang ada di sekitranya.

Jika netizen Indonesia bisa bersatu padu membuat Nadin Amizah memberikan klarifikasi, atau membuat Nisa Sabyan hilang dari peredaran, bahkan menghancurkan karier Dayana lewat tombol unfollow dan dislike klip videonya, lalu sejauh apa ya dukungan netizen Indonesia ke isu yang lebih krusial di kehidupan mereka?

Caecilia Santi Praharsiwi, MA
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi