Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Gejala PASC Usai Terinfeksi Covid-19, Ini Penjelasan Satgas IDI

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/DRAGANA GORDIC
Ilustrasi demam.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Penggunaan istilah Long Covid, kini berganti menjadi Post Acute Sequelae of SARS-CoV-2 (PASC).

Sebelumnya, istilah long covid digunakan untuk menyebut gejala yang dialami pasien Covid-19 yang berlangsung selama berbulan-bulan.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan, bahwa istilah long covid disalah pahami sebagai gejala menahun, padahal bukan.

"Ditinggalkan istilahnya ke arah menahun, ini tidak demikian. Jadi begitu selesai infeksi akut, selesai proses virusnya. Mulai dari terinfeksi sampai hilang," kata Zubairi kepada Kompas.com, Rabu (31/3/2021).

Lantas, apakah PASC ini? Berikut penjelasannya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Ramai soal Long Covid-19, Sembuh tapi Masih Bergejala, Ini Penjelasannya

Apa itu PASC?

Kata post acute dalam PASC berarti gejala yang muncul terjadi setelah masa akut infeksi, sehingga meninggalkan sisa.

"Artinya sesudah masa akut infeksi covid, sequalae itu sisa atau cacatnya, dari penyakit Covid-19," jelas Zubairi.

Gejala yang dialami PASC ini penting untuk diperhatikan.

"Namun PASC itu menjadi penting karena ini adalah sequalae, jadi bukan penyakit akutnya namun bekasnya jadi kecacatan setelah infeksi akut selesai," kata Zubairi.

Pergantian istilah dari long covid ke PASC ini juga disarankan oleh pakar Covid-19, Anthony Faucci di Gedung Putih Amerika Serikat (AS), pada Februari 2021 lalu.

Baca juga: Update Corona Global: Kasus di Perbatasan China-Myanmar | Rusia Kembangkan Vaksin Covid-19 untuk Hewan

Lamanya gejala

Lebih lanjut, Zubairi mengatakan bahwa dari penelitian di AS, angka kasus PASC cukup besar, yaitu 20 persen dari keseluruhan orang yang dinyatakan positif Covid-19.

"Dan ternyata masalahnya besar, tidak hanya 1 persen 2 persen namun jutaan orang di Amerika mengalami masalah ini. Jadi lebih dari 20 persen," tutur Zubairi.

Ia memberi contoh penelitian lain, seperti di Italia. Pada pasien remaja kurang dari 18 tahun di Roma yang positif Covid-19, ada lebih dari 50 persen mempunyai gejala-gejala yang menetap 4 bulan ataupun lebih.

"Jadi bisa lebih dari 4 bulan, dengan sekitar 22,5 persen remaja ini mempunyai 3 atau lebih gejala-gejala," ujar Zubairi.

Awalnya, gejala PASC diperkirakan terjadi paling lama 12 minggu atau 3 bulan. Penelitian masih terus berlanjut, sehingga sampai saat ini belum ada kriteria yang ditetapkan untuk mendiagnosa PASC berdasarkan lamanya gejala yang diderita.

"Ternyata bisa 9 bulan. Jadi belum ada kesepakatan sekarang ini apakah 12 minggu atau 9 bulan untuk kriteria PASC ini," kata Zubairi.

Zubairi memberikan contoh data di negara lain soal kasus PASC. Di Inggris PASC ditemukan 1 dari 10 orang yang terjangkit virus corona, atau sekitar 10 persen.

Adapun di Wuhan, China PASC yang dialami selama 6 bulan mencapai angka 76 persen.

"Jadi banyak banget, lebih dari 50 persen pasien melaporkan mereka masih mempunyai paling tidak 1 gejala pada 6 bulan terhitung dari awal gejala," ujar Zubairi.

Sementara itu, 56 negara lain masih meneliti perkembangan PASC ini.

Baca juga: Stok Vaksin Covid-19 untuk April 2021 Menipis, Berapa yang Sudah Menerima Vaksin?

Jumlah penderita PASC

Sementara ini, penelitian masih berjalan dan data masih terbatas.

"Dari yang diteliti 3.762 orang responden ini ternyata gejala yang muncul bisa 205 jenis gejala pada 10 organ tubuh dengan 66 gejala ini menetap setelah 7 bulan," jelas Zubairi.

Dari jumlah data di atas, sebanyak 56,7 persen tidak pernah dirawat di rumah sakit, 34,9 persen pernah ke IGD covid dan hanya 8,4 persen yang dirawat.

"Jadi sekali lagi, yang ada dirawat di rumah sakit justru ada 8,4 persen. Jadi ternyata dampak Covid-19 ini yang berupa PARC ternyata tidak hanya untuk pasien yang pernah dirawat, tapi juga untuk pasien OTG yang tanpa gejala," jelas Zubairi.

Gejala yang dialami

PASC mempengaruhi kerja dari 5 sistem dan organ yang ada dalam tubuh manusia.

"Jadi sistem yang dipengaruhi termasuk jantung, pernapasan, neurologi, kulit, dan saluran cerna," kata Zubairi.

Zubairi menyampaikan beberapa gejala yang sering dialami saat PASC, meliputi:

  • letih atau lelah
  • napas pendek
  • brain fog atau jadi pelupa
  • sukar tidur di malam hari
  • demam
  • gangguan saluran cerna
  • gelisah
  • depresi

"Ini bervariasi dari gejala yang ringan sampai gejala yang amat sangat mengganggu," katanya.

Adapun gejala yang lebih rinci dari PARC yang terjadi setelah 6 bulan atau lebih, meliputi:

  • letih dan lelah
  • gangguan kognitif
  • berdebar-bedar
  • kulit kemerahan
  • konstipasi
  • sukar buang air besar
  • asam lambung naik
  • telinga berdenging
  • penglihatan kabur
  • sakit sendi
  • spasma otot
  • brain fog
  • memory loss atau hilang ingatan baik jangka pendek maupun jangka panjang
  • neuralgia
  • tremor

Sementara itu, gejala yang biasanya menghilang setelah 6 bulan, yaitu:

  • nyeri dada
  • depresi
  • sempoyongan
  • sakit kepala
  • perubahan rasa di lidah maupun di penciuman
  • napas pendek
  • sukar tidur
  • halusinasi

Baca juga: Tersisa 5 Daerah Zona Merah Covid-19 di Indonesia, Mana Saja?

Masih terus diteliti

Penelitian soal PASC masih terus dilakukan.

Para peneliti memberi catatan mengenai beberapa hal yang jadi perhatian kasus PASC.

Beberapa di antaranya, seperti macam-maca spektrumnya, berapa persen tepatnya orang-orang akan bergejala, faktor yang mempengaruhi, mengapa sebagian lain pasien tidak mengalami PASC.

Begitu juga perubahan-perubahan di dalam tubuh seseorang yang meningkatkan risiko untuk penyakit yang lain. Misalnya penyakit jantung ataupun penyakit otak.

Sejauh ini, terdapat 2 penelitian komplementer tambahan, yaitu mengenai penelitian data yang dari bersumber pada electronic health records dan spesimen biologi.

"Untuk memahami bagaimana seseorang itu akan terpengaruh dan apa yang faktor-faktor yang menentukan kesembuhan terhadap covid-19," jelas Zubairi.

Pada penelitan spesimen biologi, peneliti mencoba memahami dampak kerusakan di otak dan organ lain akibat PASC.

Baca juga: GeNose Jangan Dulu Jadi Syarat Perjalanan, Ini Alasan Epidemiolog

Risiko kematian

Mengenai penularan dan risiko kematian akibat PASC kemungkinan besar bukan berasal dari virus di tubuh pasien PASC.

Zubairi menjelaskan bahwa pada PASC sudah tidak ada lagi infeksi. Yang ada hanya kecacatan atau gejela setelah infeksi akut.

"Kalau dari virunya langsung tentu tidak ada, karena sudah tidak ada lagi infeksi dari Covid-19 ini," katanya.

Sebaliknya, yang jadi perhatian adalah beberapa gejala yang muncul akibat PASC. Jika tidak ditangani dengan baik, tentu akan berisiko meningkatkan kematian.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi