Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Ini Temukan Kemungkinan Virus Flu Biasa Hambat SARS-CoV-2

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/ PAULAPHOTO
Ilustrasi flu. Flu menjadi salah satu penyebab hidung mampet.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Sebuah studi baru yang dipublikasi pada 23 Maret 2021 menemukan bahwa virus flu biasa bisa memicu respons imun bawaan terhadap SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Melansir MedicalNewsToday, studi yang dilakukan para ilmuwan MRC- University of Glasgow Center for Virus Research Inggris, menyebutkan, infeksi virus flu biasa bisa menghambat penularan SARS-CoV-2 di sebuah populasi dan berpotensi mengurangi keparahan infeksi.

Flu biasa umumnya disebabkan oleh Human rhinoviruses (HRVs). Lebih dari setengah kasus flu disebabkan oleh virus tersebut.

Penelitian sebelumnya menunjukkan, HRV berpotensi menjadi penghambat penyebaran virus influenza A subtipe H1N1 di seluruh Eropa pada pandemi flu 2009.

Baca juga: Studi Ungkap Puasa Ramadhan Selama Pandemi Tidak Berbahaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para ahli meyakini bahwa HRV melakukan hal itu dengan mendorong sel manusia menghasilkan interferon yang merupakan bagian dari pertahanan kekebalan bawaan tubuh terhadap infeksi virus.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 rentan dengan efek interferon.

Para peneliti kemudian menguji hipotesis apakah HRV juga bisa menghambat penyebaran SARS-CoV-2 dan membatasi tingkat keparahan infeksi.

Penelitian

Untuk menguji hipotesis tersebut, para peneliti menginfeksi kultur sel pernapasan
manusia di laboratorium dengan SARS-CoV-2, HRV, atau kedua virus secara bersamaan.

Kultur yang dihasilkan memiliki bentuk sangat mirip, di mana kultur memiliki lapisan
luar sel yang disebut epitel yang biasanya melapisi saluran udara paru-paru.

Hasilnya, SARS-CoV-2 terlihat terus berkembang biak di sel-sel yang hanya berisi virus
tersebut.

Adapun dalam sel yang juga terinfeksi HRV, jumlah partikel virus SARS-CoV-2 menurun dengan cepat hingga tak terdeteksi hanya 48 jam setelah infeksi awal.

Baca juga: Studi: Varian Corona B.1.1.7 Tingkatkan Risiko Kematian 64 Persen

Dalam percobaan lebih lanjut, para ilmuwan menemukan bahwa HRV menekan replikasi SARS-
CoV-2 terlepas dari virus yang menginfeksi sel terlebih dahulu.

Sebaliknya, SARS-CoV-2 tidak memengaruhi pertumbuhan HRV.

Peneliti kemudian menguji dugaan mereka bahwa HRV menghambat SARS-CoV-2 dengan memicu respons imun bawaan sel.

Para peneliti kemudian mengulang eksperimennya menggunakan molekul yang menghalangi
efek interferon.

Hasilnya, molekul tersebut berhasil memulihkan kemampuan SARS-CoV-2 untuk
bereplikasi pada sel yang terinfeksi HRV.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa rhinovirus manusia memicu respons imun bawaan dalam sel epitel pernapasan manusia, yang menghalangi replikasi virus COVID-19, SARS-CoV-2,” kata penulis senior dalam studi itu, Prof. Pablo Murcia.

Ia mengatakan, hal ini berarti respons kekebalan akibat infeksi virus flu biasa bisa memberikan perlindungan sementara terhadap SARS-CoV-2 yang berpotensi memblokir penularan dan mengurangi keparahan.

Simulasi matematika

Peneliti kemudian melakukan perhitungan simulasi matematika untuk memprediksi bagaimana jumlah infeksi HRV yang berbeda memengaruhi penyebaran SARS-CoV-2 dalam sebuah populasi.

Hasilnya, jumlah infeksi baru SARS-CoV-2 berbanding terbalik dengan jumlah infeksi HRV.

Artinya, jika virus flu biasa menjadi cukup luas dan persisten, maka untuk sementara ini bisa mencegah penyebaran SARS-CoV-2.

Dalam peneitian yang terbit di The Journal of Infection Diseases ini, para peneliti menunjukkan, sistem kekebalan mungkin telah berevolusi untuk memungkinkan HRV mereplikasi dan menularkan ke inang baru. 

Di sisi lain, virus mencegah infeksi virus yang lebih parah yang berpotensi mematikan.

Baca juga: Studi: Penyintas Covid-19 Dimungkinkan Cukup Dapat Satu Dosis Vaksin mRNA

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi