Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diambil Alih Negara, Berikut 4 Fakta soal TMII

Baca di App
Lihat Foto
ANINGTIAS JATMIKA/ KOMPAS.com
Lebih dari 150 orang berwisata ke Taman Mini Indonesia Indah selama tiga hari libur Lebaran 2017. Pengunjung diperkirakan terus bertambah karena libur kali ini berbarengan dengan liburan sekolah.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengumumkan bahwa pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) resmi berpindah kepada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

"Presiden telah menerbitkan Perpres Nomor 19 Tahun 2021 tentang TMII. Yang di dalamnya mengatur penguasaan dan pengelolaan TMII dilakukan oleh Kemensetneg," ujar Pratikno dalam konferensi pers virtual pada Rabu (7/4/2021).

Dengan demikian, berhenti pula pengelolaan yang selama ini dilakukan Yayasan Harapan Kita setelah 44 tahun berjalan.

Baca juga: 5 Tempat Wisata Malam di Yogyakarta dengan Tarif Masuk Tak Sampai Rp 5.000

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikut 4 fakta soal TMII:

1. Terinspirasi dari Disneyland

Mengutip Kompas.com, Rabu (7/4/2021), TMII merupakan sebuah proyek yang diinspirasi oleh Siti Hartinah alias Tien Soeharto, istri Presiden Soeharto.

Tien Soeharto pada 1971 mengunjungi Disneyland di Amerika Serikat (AS).

Dikutip dari buku Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda 1900-1942 (1995) yang ditulis Frances Gouda, ketika melihat Disneyland, Tien Soeharto lantas bermimpi bisa membangun taman bermain seperti Disneyland dengan menonjolkan spirit ke-Indonesiaan.

Tapi ide pembangunan taman bermain miniatur Indonesia yang dinamai Mini itu memunculkan protes dari kalangan mahasiswa.

Baca juga: Mengenang 24 Tahun Kepergian Ibu Tien Soeharto, seperti Apa Perjalanan Hidupnya?

2. Ditentang mahasiswa

Rencana pembangunan didengungkan Tien Soeharto pada 1971. Mahasiswa getol melancarkan berbagai aksi protes.

Mereka menolak karena biaya pembangunan TMII mencapai Rp 10,5 miliar. Hal itu dianggap tidak bermanfaat bagi masyarakat dan justru menghambur-hamburkan uang.

Di saat yang sama, Soeharto menyampaikan anjuran hidup prihatin lantaran sebagian besar masyarakat masih hidup dalam taraf kemiskinan.

Baca juga: Ancaman Kelaparan dan Potret Kondisi TKI di Malaysia Saat Pandemi Corona...

Kelompok penentang pembangunan TMII kemudian menggencarkan dua strategi: demonstrasi dan diskusi.

Salah satu kelompok penentang, Gerakan Penyelamat Uang Rakyat, menyambangi sekretariat Yayasan Harapan Kita (YHK) dan membentangkan spanduk “Sekretariat Pemborosan Uang Negara” pada 23 Desember 1971.

YHK didirikan oleh istri Presiden Soeharto, yaitu Siti Hartinah atau dikenal dengan Tien Soeharto pada 23 Agustus 1968. Yayasan ini mendirikan banyak sarana kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan.

Baca juga: Terbang Tanpa Tujuan, Tren Wisata Baru di Tengah Pandemi Corona...

Tak lama setelah aksi bentang spanduk, sekelompok orang sekonyong-konyong muncul membawa senjata tajam. Mereka menyerang anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat.

Satu orang anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat terkena bacokan dan lunglai. Kemudian suara tembakan terdengar.

Kaca sekretariat YHK pecah dan seorang lagi anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat roboh. Peluru bersarang di pahanya. Penyerangan terhadap anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat menambah gelombang protes mahasiswa terhadap rencana pembangunan TMII.

Baca juga: Sudah Dibuka, Berikut Link Daftar Online Wisata Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo

Tuntutan dari mahasiswa tidak pernah didengar, meski 4 organisasi besar turun ke jalan. Semakin lama gelombang protes meluas hingga kalangan seniman dan intelektual.

Tokoh-tokoh seperti W.S. Rendra, Arief Budiman, H.J.C. Princen (Poncke), dan Mochtar Lubis ikut mendukungnya. Namun Soeharto justru melihat gelombang protes itu sebagai gerakan politis untuk mengganggu kestabilan nasional.

Soeharto memperingatkan para penentang untuk tidak bertindak di luar batas. Dia bahkan mengancam akan menggunakan Supersemar.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Ditunjuk sebagai Presiden RI

3. TMII akhirnya dibangun

Pada 17 Januari 1972, Letjen TNI Soemitro, Wakil Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Wapangkopkamtib), melarang semua aktivitas gerakan anti-MII. Petugas juga menahan beberapa tokoh penentang MII seperti Arief Budiman dan Poncke.

DPR kemudian membentuk panitia khusus MII.

Panitia ini memanggil tokoh-tokoh penentang MII, perwakilan pemerintah dan YHK.

Mereka duduk bersama membahas sisi positif dan negatif pembangunan MII selama Maret 1972. Rapat pembahasan itu berkeputusan bahwa YHK boleh melanjutkan pembangunan MII.

Baca juga: Mengenal Taman Nasional Komodo...

Francois Raillon dalam Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia menuliskan, proyek itu boleh diteruskan dengan syarat tidak boleh menikmati fasilitas keuangan negara dan juga tak ada sumbangan wajib.

DPR meminta pemerintah membentuk badan pengawas untuk mengawasi aliran dana dan pembangunan MII. Di dalamnya termasuk tokoh budayawan dan intelektual.

Sejak saat itu suara protes terhadap MII senyap.

Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan

Adapun batu pertama pembangunan MII diletakkan pada 30 Juni 1972.

Pada 20 April 1975, MII resmi dibuka dengan nama Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Pada 1977, Soeharto mengeluarkan sebuah ketetapan yang mengatur bahwa pengelolaan TMII diberikan kepada YHK. Ketetapan itu adalah Keppres Nomor 51 Tahun 1977.

Selama 44 tahun TMII dikelola oleh Yayasan Harapan Kita.

Baca juga: Rekomendasi Tempat Wisata di Pacitan dengan Tarif Masuk Hanya Rp 5.000

4. Menjadi pemasukan negara

Terbitnya Perpres Nomor 19 yang menandai diambil alihnya TMII oleh negara, dilatarbelakangi masukan dari banyak pihak.

Salah satunya adalah rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pratikno menjelaskan pengambilalihan TMII oleh negara juga agar nantinya TMII dapat berkontribusi pada keuangan negara.

Baca juga: Tempat Wisata Favorit Sumatera Barat, Negeri di Atas Awan sampai Pantai Pasir Putih

Kawasan TMII memiliki luas 1.460.704 meter persegi atau setara lebih dari 146,7 hektar.

Taman rekreasi ini berlokasi di Jakarta Timur.

Menurut Pratikno, secara lokasi, TMII berada di kawasan strategis.

Berdasarkan evaluasi dari Kemensetneg dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 2018, TMII ditaksir memiliki nilai sebesar Rp 20 triliun.

"Tetapi, mungkin harga pasar jauh lebih dari itu untuk saat ini, apalagi nanti saat setelah pandemi," kata Pratikno.

Baca juga: Diprioritaskan sebagai Wisata Kesehatan, Ini Sejarah Jamu

(Sumber: Kompas.com/Ivany Atina Arbi, Dian Erika Nugraheny, Rakhmat Nur Hakim | Editor: Diamanty Meiliana)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi